Jadi Orang Farisi Untuk Sehari
Kalangan Sendiri

Jadi Orang Farisi Untuk Sehari

Budhi Marpaung Official Writer
      6530

Lukas 18:11

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;

Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]matiu24[/kitab]; [kitab]mazmu24[/kitab]; [kitab]kejad47-48[/kitab]

Suatu hari ada seorang yang sempoyongan di trotoar pada pukul 7:00 ketika saya sedang dalam perjalanan untuk bekerja. Saya hampir berkata lantang, "Terima kasih, Tuhan, bahwa saya tidak seperti orang itu."

Saya sangat senang tidak terganggu oleh alkohol seperti dirinya.

Sementara mengajar pada hari itu, saya tidak bisa berkonsentrasi selama di kelas. Orang yang saya lewati pada pagi itu, masuk dan keluar dari pikiran saya. Saya berpikir, "Mungkin kepala sekolah dapat menemukan guru pengganti bagi saya."

Pertanyaan tersebut terus menarik perhatian saya dari keberadaan para siswa saya. Haruskah saya berhenti dan menawarkan untuk membawanya pulang? Apakah beberapa menit itu menjadi persoalan?

Saya merasa sengsara. Saya tidak bisa makan siang. Saya berdoa dan berdoa sepanjang hari bahwa sikap saya tidak akan seperti orang Farisi yang berdoa di Bait Allah, "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;" (Lukas 18:11).

Baca juga : 

Seorang Farisi Saleh Atau Seorang Pelacur?

Dengan Melakukan Hal Ini Maka Hidupmu Sama Seperti Yesus, Bukan Seperti Orang-orang Farisi

Saya berjuang agar saya tidak sama dengan orang Farisi itu.

Ketika saya pulang, saya menepi dan membiarkan mobil dalam keadaan mati. Saya masih bisa "melihat" bahwa orang yang membutuhkan bantuan itu, berjalan gontai dan sebagainya. Berbicara dengan diri sendiri tentang rasa bersalah. Dia seharusnya menyadari bahwa mabuk adalah hal yang tidak berguna. Saat duduk, mata saya terpaku pada trotoar kosong, adegan pagi tadi dimainkan seperti tayangan ulang film. Saya melihat tas coklat berputar di sekitar botol wiski. Saat ia jatuh, tas terbang dari tangannya dan mengenai trotoar. Pada awalnya, saya berpikir dia telah mengotori dirinya sendiri. Lalu saya melihat cairan membasahi beton seperti kipas angin yang terbuka. Saya merasa bagaikan seorang peternak yang memberikan cap kepada hewan ternaknya.

Kepala saya menjadi sakit. Saya ingin berdoa: "Ya Allah, jadilah editor film dan biarkan adegan ini berakhir di bagian penyensoran."

Berhenti untuk membantunya? Bagaimana jika seorang rekan dari sekolah saya lewat dan melihat? Apa yang akan dia pikirkan? Saya akan malu, membantu seorang pria mabuk. Saat itulah hati nurani saya berbicara dan mengungkapkan kesalahan yang saya perbuat dengan cara membandingkan saya dengan imam dan orang Lewi yang melewati seorang pria yang terluka (Lihat Lukas 10:30-37). Seorang pria tidak berdaya, dipukuli dan dirampok, hampir mati; seorang pria tidak berdaya, basah kuyup dengan minuman keras, dalam keadaan kebingungan. Seperti yang lain, saya melewatkan kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang dan menjadi Yesus kepada orang yang membutuhkan.

Dia membutuhkan bantuan. Hal itu tidak akan membuat saya sampai harus mengosongkan uang yang ada di saku, yang diperlukannya hanyalah sedikit waktu. Kalau saja saya memilikinya!

Saya dirasionalisasi bahwa saya memiliki jadwal yang padat dan komitmen yang harus saya penuhi. Saya tahu apa yang harus saya lakukan, namun mengapa saya tidak membantu? Meskipun saya malu untuk mengakuinya, saya tahu jawabannya. Karena hati saya cuek, tidak ada keprihatinan yang mendalam bagi individu yang membutuhkan. Sejujurnya, saya tidak peduli kepadanya.

Saya duduk di sana dan benar-benar memukul dada saya seperti pemungut cukai dan berkata: "Saya tidak layak untuk melihat ke atas. Maafkan saya."

Lalu saya berjanji jika nanti melewati orang miskin lainnya, saya akan menghentikan mobil saya, "membalut luka," dan membawanya ke "penginapan" terdekat. Saya adalah seorang Farisi untuk satu hari. Meskipun satu hari, itu tetaplah terlalu lama. Kalau bukan oleh anugerah Allah, saya bisa saja seperti orang tersebut, berbaring di tempat yang tidak mengenakkan dengan kondisi yang bau. (Dr D. Leon Pappin)

Karena Kita telah Mendapatkan Kasih Karunia Allah, Sudah Seharusnyalah Kita juga Menunjukkan Belas Kasihan Kepada yang Membutuhkan.

Baca juga : 

#FaktaAlkitab – Siapakah Sebenarnya Orang Farisi Itu?

Orang-orang Farisi di Facebook

Ikuti Kami