Dihantui Rasa Bersalah Setelah Selamat dari Bencana, Apakah Wajar?
Sumber: Tangakapan Layar Video Reuters/ANI

Health / 16 June 2025

Kalangan Sendiri

Dihantui Rasa Bersalah Setelah Selamat dari Bencana, Apakah Wajar?

Claudia Jessica Official Writer
1697

Pada pertengahan Juni 2025, sebuah kecelakaan pesawat terjadi di Ahmedabad, India. Dari seluruh penumpang, hanya satu orang yang berhasil selamat.

Ia adalah Ramesh Vivakushmar, seorang warga negara Britania yang duduk di kursi 11A. Ramesh dikelilingi jasad penumpang lain yang sudah tidak bernyawa dan mampu bangkit untuk menyelamatkan diri dari puing-puing.

Tentu saja keselamatan yang Ramesh alami dari bencana seperti ini adalah anugerah yang patut disyukuri.

Namun, Bagi beberapa orang, pengalaman selamat dari bencana malah meninggalkan rasa bersalah yang sulit dijelaskan. Kondisi ini dikenal dalam psikologi sebagai survivor’s guilt atau sindrom penyintas.

 

 

BACA JUGA: Trauma Orang Tua Bisa Menurun ke Anak! Jangan Diwariskan Ya, Gini Cara Memutusnya

 

Apa Itu Survivor’s Guilt?

Survivor’s guilt adalah kondisi psikologis yang muncul ketika seseorang merasa bersalah karena berhasil bertahan hidup dari suatu kejadian berat seperti bencana alam, kecelakaan, atau konflik, sementara orang lain di sekitarnya tidak selamat.

Beberapa tanda umum dari kondisi ini antara lain:

  • Merasa tidak pantas untuk selamat
  • Sulit merasa bahagia atau bersyukur
  • Sering menyalahkan diri sendiri
  • Mengalami kecemasan atau gangguan tidur
  • Ada keinginan untuk “membayar” keselamatan itu dengan sesuatu

Apakah Merasa Bersalah Karena Selamat dari Tragedi Mengerikan Ini Wajar?

Ya, perasaan bersalah setelah selamat dari sebuah tragedi merupakan respons psikologis yang wajar dan umum terjadi. Banyak penyintas mengalami hal serupa sebagai bagian dari proses emosional dalam menghadapi peristiwa traumatis.

Secara alami, manusia memiliki empati dan keterikatan emosional terhadap sesama, terlebih jika yang menjadi korban adalah orang-orang yang dekat atau dikenal. Dalam konteks budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan solidaritas, perasaan bersalah ini bisa muncul lebih kuat.

 

 

BACA JUGA: 5 Cara Suami Menguatkan Istri yang Mengalami Keguguran

 

Seringkali rasa bersalah tersebut tidak muncul karena adanya kesalahan yang dilakukan, melainkan karena munculnya perasaan seolah-olah memiliki “utang” emosional terhadap mereka yang tidak selamat.

Dalam pandangan iman Kristen, hidup merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan.

Ketika seseorang selamat dari sebuah peristiwa besar, hal itu bukan menandakan bahwa ia lebih layak atau lebih baik daripada yang lain, melainkan menunjukkan bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang bermakna.

Alkitab juga mencatat bahwa pergumulan batin bukanlah sesuatu yang asing di hadapan Tuhan. Salah satu contohnya adalah Nabi Elia, yang pada satu titik merasa sangat letih secara emosional setelah menghadapi tekanan besar.

Dalam kondisi tersebut, Tuhan tidak menyalahkan, melainkan hadir untuk menguatkan dan memberikan arah baru bagi hidupnya. Sebagaimana tertulis dalam Yeremia 29:11:

“Sebab Aku mengetahui rancangan-rancangan yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Firman Tuhan mengingatkan bahwa keberlangsungan hidup seseorang bukan tanpa alasan. Jika hari ini kita masih diberi kesempatan untuk hidup, maka besar kemungkinan Tuhan masih mempercayakan tugas atau tujuan yang belum selesai untuk kita lakukan.

 

BACA JUGA: Perhatian! Hindari 5 Perilaku Ini Jika Tidak Ingin Meninggalkan Trauma Masa Kecil Anak

 

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan?

Apabila Anda mengalami perasaan bersalah setelah selamat dari suatu peristiwa besar, berikut beberapa langkah yang dapat membantu proses pemulihan:

  • Berbicaralah kepada orang terdekat. Jangan memendam perasaan sendiri. Dukungan dari keluarga atau sahabat sering kali menjadi langkah awal yang berarti untuk meringankan beban emosional.
  • Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan konselor profesional. Terutama apabila perasaan bersalah berlangsung dalam jangka waktu yang lama atau mulai mengganggu aktivitas harian.
  • Luangkan waktu untuk doa dan refleksi pribadi. Bukan untuk mencari jawaban yang instan, melainkan untuk membangun kepekaan hati dan menerima kenyataan secara bertahap.
  • Berikan ruang bagi diri sendiri untuk pulih. Proses menghadapi trauma atau pengalaman emosional yang berat tidak selalu instan. Menghormati waktu dan proses pemulihan adalah bagian penting dari penyembuhan.

Jika Anda membutuhkan teman bicara, dukungan doa, atau pendampingan rohani, Layanan Doa dan Konseling CBN siap membantu Anda. Silakan hubungi melalui WhatsApp di 0822-1500-2424.

Perasaan bersalah karena selamat bukanlah berarti Anda lemah atau kurang bersyukur. Sebaliknya, itu merupakan bagian dari respons emosional manusia dalam menghadapi situasi yang tidak mudah.

Namun, Anda tidak perlu menjalani hidup dengan perasaan bersalah yang terus-menerus.

Percayalah, jika Tuhan masih mengizinkan Anda hidup hingga hari ini, maka itu bukan tanpa alasan.

Meskipun Anda mungkin belum mengetahui sepenuhnya maksud-Nya, satu hal yang pasti: hidup Anda tetap memiliki arti dan tujuan besar yang ingin Tuhan nyatakan.

 

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami