Libertina Mendrofa, seorang ibu rumah tangga berusia 29 tahun, hidup dalam keterbatasan ekonomi bersama suami dan ketiga anaknya.
Suaminya bekerja sebagai buruh harian lepas dengan penghasilan yang tidak menentu, sementara Libertina harus berjuang keras mengurus keluarga.
Dalam tekanan hidup yang berat, ia terbiasa mendidik anak-anaknya dengan cara yang keras. Bahkan saat marah, ia seringkalikali melampiaskan emosinya kepada anak-anaknya.
Baginya, disiplin yang ketat seperti memukul, mencubit, dan membentak adalah cara agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan sukses kelak, tidak seperti orang tuanya yang serba kekurangan.
Suatu ketika Libertina pulang dari bekerja di kebun dan mendapati anak-anaknya luka benjol. Rupanya, putra sulung yang ia percayakan untuk menjaga adik-adiknya, justru memperlakukan mereka dengan kasar.
Kemarahan membuncah dalam diri Libertina. Seperti biasa, ia menghukum anak sulungnya dengan harapan ia dapat mengerti bahwa yang dilakukan terhadap adik-adiknya tidaklah benar.
Kebiasaan ini seakan sudah menjadi warisan turun-temurun di keluarganya, dan ia tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.
Sampai suatu hari, seorang ibu koordinator dari komunitas SOL mengundangnya untuk mengikuti pemuridan dalam program The Parenting Project (TPP).
Meski awalnya Libertina merasa tidak tertarik, tetapi pada akhirnya ia mengikuti porgram The Parenting Project bersama sang suami.
Diluar dugaan Libertina. Penyampaian Firman Tuhan melalui The Parenting Project rupanya sangat relevan dan menarik.
Melalui video dan diskusi, Libertina melihat dengan jelas bagaimana Tuhan memanggilnya untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Hari itu, mereka belajar tentang Menjadi Teladan yang Baik. Setiap kata yang disampaikan serasa menusuk hatinya. Ia mengingat semua perlakuan kasarnya terhadap anak-anak.
Bagaimana ia sering mengabaikan perasaan mereka, tidak pernah mendengar keluh kesah mereka, dan bagaimana putra sulungnya kini meniru apa yang ia lakukan.
Untuk pertama kalinya, ia benar-benar menyadari betapa besar kesalahannya.
Ia menangis dalam doa, mengakui segala kesalahannya kepada Tuhan, dan memohon agar hatinya dipulihkan. Ia ingin berubah, bukan hanya sebagai ibu, tetapi juga sebagai istri dan pribadi yang lebih baik.
Ketika pulang, ia dan suaminya memutuskan untuk berbicara dengan anak-anak mereka.
Dengan penuh kasih, Libertina memeluk ketiga anaknya, meminta maaf, dan berjanji akan menjadi orang tua yang lebih baik.
Sejak hari itu, perubahan mulai terjadi dalam keluarga mereka. Libertina berusaha lebih sabar mendengarkan anak-anaknya, memberikan pengertian dengan lembut, dan perlahan meninggalkan kebiasaan lama dalam mendidik mereka.
Meskipun masih dalam proses, ia terus belajar dan bertumbuh, percaya bahwa Tuhan sedang membentuknya menjadi ibu yang lebih baik.
Kehangatan yang sebelumnya jarang mereka rasakan kini mulai tumbuh dalam keluarga mereka.
Libertina sangat bersyukur. Program The Parenting Project telah membuka matanya dan mengubah hidupnya.
Tentunya Ibu Libertina saat ini masih dalam proses untuk menjadi orangtua yang lebih baik. Mari kita doakan agar Tuhan terus membentuknya menjadi ibu yang penuh kasih dan bijaksana, serta memulihkan keluarganya.
Kami percaya masih banyak orang tua seperti Libertina yang membutuhkan bimbingan. Dukung program The Parenting Project dengan menjadi Mitra CBN dan bantu lebih banyak keluarga mengalami pemulihan!
Sumber : Jawaban.com