Memanfaatkan Data Genomik untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Efisiensi Pengobatan
Sumber: Kemenkes

Health / 27 June 2023

Kalangan Sendiri

Memanfaatkan Data Genomik untuk Meningkatkan Kualitas Hidup dan Efisiensi Pengobatan

Aprita L Ekanaru Official Writer
1082

Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) merupakan inisiatif nasional pertama yang bertujuan untuk mendorong pemanfaatan data genomik, yaitu informasi genetik, guna mencegah dan mengobati penyakit dengan cara yang tepat dan akurat. Inisiatif ini dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup setiap individu melalui pembiayaan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.

Menurut Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalusia, BGSi merupakan bagian dari transformasi kesehatan pilar keenam, yaitu transformasi teknologi kesehatan dengan memanfaatkan informasi genomik manusia, virus, dan bakteri. Selama masa pandemi Covid-19, pemeriksaan genomik yang dikenal sebagai Whole Genome Sequencing (WGS) telah diterapkan.

"WGS adalah teknologi terbaru yang memungkinkan kita membaca informasi genetik manusia, sehingga kita dapat mengetahui dengan pasti jenis penyakit apa yang dialami, di mana letaknya, dan siapa yang terkena. Dengan demikian, pencegahan dan pengobatannya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat," kata Dirjen Rizka di Jakarta, pada hari Kamis (22/6).

Dirjen Rizka menambahkan bahwa semakin cepat kita mendeteksi suatu penyakit, semakin sedikit risiko penularan kepada orang lain dan masyarakat. Salah satu contoh penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah tuberkulosis (TBC). Kasus TBC di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, meskipun telah dilakukan berbagai upaya. Pada tahun 2022, sekitar 824 ribu orang di Indonesia menderita TBC dan diperkirakan sebanyak 93 ribu orang meninggal setiap tahun akibat penyakit tersebut. Menurut Dirjen Rizka, langkah-langkah yang cepat dan tepat diperlukan untuk pencegahan, diagnosis, dan perawatan guna menekan jumlah kasus TBC, terutama kasus TBC yang resisten terhadap obat.

"Kuman tuberkulosis yang beredar di Indonesia mulai menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang ada. Oleh karena itu, dokter perlu mengetahui jenis obat yang sesuai dan kombinasi obat mana yang tepat untuk pasien. Jika terjadi resistensi terhadap obat, maka kuman TBC harus dibiakkan di laboratorium, dan saat ini hanya ada 12 laboratorium di Indonesia yang mampu melakukan hal tersebut," ungkap Dirjen Rizka.

Dirjen Rizka menyebutkan bahwa keterbatasan jumlah laboratorium dapat berdampak pada lamanya waktu pengobatan pasien. Jika tidak ada laboratorium di daerah tempat tinggal pasien, maka sampel harus dikirim ke daerah lain. Dengan adanya WGS, waktu tersebut dapat dipangkas sehingga pengobatan dapat segera diberikan.

"Dengan pendekatan pemeriksaan ini, kita dapat memutus rantai penyebaran dalam waktu yang lebih singkat. Informasi mengenai kemungkinan resistensi kuman TBC terhadap obat yang ada dapat diperoleh dalam waktu 1 hari, dibandingkan dengan 4 minggu sebelumnya," terang Dirjen Rizka.

Dirjen Rizka menyebutkan bahwa melalui BGSi, pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk mendeteksi dini penyakit dan mencegah penyakit degeneratif seperti kanker, stroke, penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan demensia.

Saat ini, BGSi telah dilaksanakan di 9 rumah sakit rujukan dan pusat pengampuan nasional, antara lain RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk penyakit metabolik terutama diabetes, RS Dharmais untuk penyakit kanker, RS Pusat Otak Nasional untuk penyakit stroke, RSPI Sulianti Saroso untuk penyakit menular tuberkulosis, RSUP Persahabatan untuk penyakit menular TBC, RS Ngoerah untuk kesehatan dan kecantikan, RS Sardjito untuk penyakit genetik/penyakit langka, RSJPD Harapan Kita untuk penyakit jantung, serta RSAB Harapan Kita untuk kesehatan ibu dan anak. Semua rumah sakit tersebut telah dilengkapi dengan mesin sequencer yang mampu memproses ratusan sampel setiap minggunya.

"Proses sekuensing data dilakukan di Indonesia, tanpa mengirimkan sampel ke luar negeri. Semua pemeriksaan dan analisis data dilakukan di Indonesia. Untuk penyimpanan data, Kementerian Kesehatan juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," kata Dirjen Rizka.

Sumber : Kemenkes RI
Halaman :
1

Ikuti Kami