[PART 1] Otoritas dan Pernyataan Firman Tuhan yang Jadi Pedoman Bagi Orang Tua

Parenting / 28 April 2023

Kalangan Sendiri

[PART 1] Otoritas dan Pernyataan Firman Tuhan yang Jadi Pedoman Bagi Orang Tua

Aprita L Ekanaru Official Writer
2447

Peran orang tua yang sesuai dengan Alkitab harus berpedoman pada prinsip-prinsip utama Firman Tuhan. Menolak pernyataan-pernyataan mutlak yang terdapat dalam Firman Tuhan mengakibatkan timbulnya penafsiran pribadi sehubungan dengan pokok bahasan dan hal yang bertalian dengan teologia moral. Pemikiran awal dari Membangun Kelarga llahi terus berkembang. Kita akan mulai dengan Otoritas Firman Tuhan dan kemudian dilanjutkan dengan Pernyataan Firman Tuhan.

 

BACA JUGA: Menginginkan Anak Bersikap Dewasa? Para Orangtua Perlu Perhatikan Hal Berikut...

 

Otoritas Firman Tuhan

Sejarah gereja mencatat dengan jelas fakta bahwa Firman Tuhan dikaruniakan kepada manusia oleh Tuhan sendiri. Kecuali bagi para anggota bidat yang melepaskan diri dari gereja, Alkitab diterima sebagai Firman Tuhan yang memiliki wibawa llahi, kebenaran serta dapat dipercaya dalam semua pernyataannya. Tokoh reformasi, Martin Luther, pernah berkomentar "Pada saat Alkitab berbicara, Tuhan berbicara." Kita menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan yang mendasari seluruh nila-nilai moral yang baik. Alkitab memiliki otoritas penuh, karena di dalam setiap pengajarannya Alkitab menuntut respon dari kita. Alkitab itu sempurna karena setiap manusia dapat turut ambil bagian dalam seluruh anugerah Tuhan apabila prinsip-prinsip Tuhan diterapkan dalam kehidupannya.

 

BACA JUGA: 3 Cara Mengatasi Anak yang Mengalami Father Hunger

 

Pernyataan Firman Tuhan

Kita lanjutkan dengan masuk ke Pernyataan Firman Tuhan. Hal ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berkaitan dengan asal mula manusia dan pernyataan dari sudut antropologi tentang penciptaan manusia seperti yang tercantum dalam Kejadian 1:26, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita," atau "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" (Yeremia 17:9). Bagian kedua membahas tentang sifat dasar dan moral manusia yang berkaitan dengan mendidik anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4). Pembahasan di bawah ini menjelaskan tentang penciptaan dan sifat dasar manusia:

1. Penciptaan Manusia

Tuhan membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (Kejadian 2:7) dan menjadikannya menurut gambar dan rupa Dia (Kejadian 1 :26). Kedua fakta ini adalah inti dari identitas dan martabat kemanusiaan kita. Alkitab menyatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26), tetapi ini tidak berarti bahwa manusia menjadi seperti Allah. Allah adalah Allah; manusia adalah manusia. Lebih tepatnya, pernyataan ini berbicara tentang aspek-aspek yang ada dalam karakter Allah serta keberadaan yang telah Allah berikan dalam diri manusia. Allah adalah kasih: karena itu manusia dapat mengasihi (1 Yohanes 4:7, 19). Allah adalah kebenaran; karena itu manusia dapat mengenal kebenaran (Yohanes 17:17). Allah adalah pencipta keteraturan, tidak ada kekacauan; karena itu manusia dapat mengenal keteraturan (1 Korintus 14:33). Allah berhikmat dan berakal budi; karena itu manusia dapat mengenal hikmat dan pengertian (Pengkotbah 7:25, Yesaya 1:18).

 

BACA HALAMAN SELANJUTNYA >>

Kualitas manusia yang memiliki citra Allah inilah yang membedakannya dari hewan dan tumbuhan. Manusia sangat berbeda dari hewan karena manusia diciptakan dengan kemampuan untuk berinisiatif, memiliki dorongan hati, dan kemampuan untuk melakukan gerakan refleks, tetapi semua ini dilakukan bukan berdasarkan naluri. Allah memberikan manusia kemampuan untuk berpikir dan kesanggupan untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan menggunakan akal pikirannya, dari hal yang paling sederhana sampai yang paling rumit.

 

BACA JUGA: 3 Cara Membangun Keluarga Ilahi yang Berpedoman pada Nilai-Nilai dalam Alkitab

 

Fakta bahwa Allah menciptakan manusia serupa dengan gambar dan rupa-Nya memegang peranan penting dalam pembentukan tentang teori dan cara mendidik anak. Tanpa pemikiran dasar ini, kita tidak akan memahami sifat dasar seorang anak dan tidak ada satupun dari pola pemikiran Alkitabiah yang dapat terpenuhi.

2. Sifat Dasar Manusia

Pernyataan Alkitabiah yang kedua menegaskan bahwa manusia bukan hanya sekedar mahluk hidup; tetapi juga mahluk rohani. Apakah yang dimaksud dengan sifat dasar rohani manusia? Perpisahan kita dengan Allah paling jelas tercermin dalam aspek kejiwaan dari kemanusiaan kita. Pada mulanya, sifat dasar manusia tidak dikotori oleh dosa; tetapi sekarang dosa telah menodainya. Perpisahan dengan Allah terjadi pada saat Adam dan Hawa, orang tua jasmani dan rohani kita, memilih untuk lebih memuaskan keinginan dagingnya dari pada mentaati Allah. Adam mewakili seluruh umat manusia. Roma 5: 12 menyatakan, "Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang (Adam), dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa."

 

BACA JUGA: Anak Memiliki Rasa Takut yang Tinggi? Simak 5 Cara Membesarkan Anak Tanpa Rasa Takut

 

Sebelum terjadinya dosa asal itu, Adam dan Hawa hidup dalam keadaan tidak berdosa dan memiliki moral yang sempurna. Pada saat terjadi perpisahan dengan Allah, keadaan mereka berubah. Kejatuhan manusia tidak membuat Adam kehilangan martabatnya sebagai ciptaan Allah yang termulia, akan tetapi sifat dasarnya sekarang dikuasai oleh perbuatan jahat. Ilmu teologia menyebutnya sifat dosa, yaitu bahwa setiap manusia dilahirkan dengan membawa dosa yang diwariskan turun temurun.

Sumber : Anne Marie Ezzo and Gary Ezzo | Jawaban.com
Halaman :
Tampilkan per Halaman

Ikuti Kami