Gereja-gereja dan katedral di Inggris telah mengalihkan
layanan ibadahnya ke online secara langsung. Hal ini menyusul himbauan pemerintah suaya semua gereja ditutup selama tiga bulan ke depan.
Katedral Durham sendiri sudah membuat rencana untuk
membagikan layanan onlinenya dan menyiarkan layanan lain secara langsung. Mereka
berharap layanan online ini memungkinkan jemaat untuk tetap beribadah dari rumah selama wabah virus corona ini.
Meskipun gereja tetap merasa keberatan dengan penutupan ini. Namun mereka menghargai langah pemerintah untuk mengurangi penyebaran wabah.
"Kami sangat bertentangan dengan menutup (gereja) tapi akan
sangat baik untuk membendung aliran virus corona," kata Michael Hampel, salah satu pekerja di Katedral Durham.
Sementara gereja-gereja lainnya memutuskan untuk membuat
layanan online minggunya sebanyak tiga kali sehari. Yang lainnya memilih untuk mengunggah khotbah mingguan di Youtube.
Layanan misa dan paduan suara Gereja All Saints di
Northampton yang diposting di Facebook sendiri telah ditonton oleh ratusan orang.
Bukan hanya di Inggris, layanan ibadah online inipun sudah
banyak diterapkan di berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Singapura, Amerika dan juga Indonesia.
Sementara bagi jemaat yang mengikuti layanan online ini
mengaku masih sangat asing. Mereka menilai jika ibadah online adaah sesuatu
yang baru. Hal ini diakui oleh pasangan Aaron Trank dan istrinya Rachelle. Mereka pun mulai beribadah minggu lewat layanan online di Youtube.
“Kami belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Kami
berusaha menciptakan kembali struktur hari Minggu yang khas karena itu menjadi
bagian dari irama mingguan kami. Syukurlah, teknologi telah membantu kami
melakukannya,” ucap Trank yang biasanya beribadah di Reality SF di San Fransisco.
Wabah Corona Ubah Tradisi Gereja
Sadar atau tidak hanya dalam waktu singkat, gereja di seluruh
dunia seolah dipaksa untuk menutup gerejanya dan beralih menggunakan teknologi
online untuk tetap hadir bagi jemaatnya. Hal ini tentu saja kita sadari terjadi karena wabah virus corona yang tak terbendung.
Selain bentuk ibadah yang berubah dari tatap muka menjadi
tatap layar, gereja juga membuat kebijakan untuk mengumpulkan persembahan
secara online, memposting khotbah di media sosial dan mengadakan pertemuan kelompok, doa dan ibadah pekerja hanya secara obrolan video.
Selain itu, banyak gereja juga mengakui jika pelayanan online
membuat mereka lebih menghemat dana untuk biaya operasi seperti untuk AC dan
listrik. Para pendeta sendiri bisa memakai internet untuk melacak topik bahasan apa yang relevan dengan jemaat.
Baca Juga:
Doakan Wabah Corona, Patung Yesus Memberkati Brasil Dihiasi Bendera Dari Berbagai Negara
Donald Trump Tawarkan Harapan Pasien Corona Bisa Sembuh Dengan Dua Cara Ini
Wabah virus corona ini juga mengubah proses operasional
gereja-gereja megachurch di berbagai negara. Contohnya adalah gereja yang
dipimpin oleh pendeta muda Judah dan Chelsea Smith di Seattle. Namun setelah
menayangkan ibadah secara online, gereja mereka justru mendapatkan pengunjung dengan jumlah dua kali lipat.
Pastinya gereja menutup pintu selama wabah corona ini bukan didasarkan
oleh rasa takut. Tapi lebih kepada mengambil tindakan yang lebih berhikmat dan bijaksana untuk meminimalisir penyebaran virus yang lebih luas.
Sementara pihak gereja yang menjalankan ibadah online ini
memastikan bahawa tubuh Kristus tetap dalam kesatuan dan tindakan saling
mendukung. Walaupun secara fisik tidak bisa dipungkiri berjauhan, tapi
diharapkan tetap terkoneksi secara roh.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini juga
memperingatkan bahaya uang tunai yang kita terima. Karena uang bisa jadi sarang
virus. Kita bisa bayangkan jika perubahan yang terjadi di dunia saat ini sangat
cepat. Karena itu, sebagai tubuh Kristus kita perlu bersatu dalam doa dan dalam
satu roh untuk meminta kehendak Tuhanlah yang terjadi atas gereja-Nya.