Cerita Tuhan Yesus Soal PengalamanNya Di Kayu Salib
Kalangan Sendiri

Cerita Tuhan Yesus Soal PengalamanNya Di Kayu Salib

Inta Official Writer
      5867

“Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.””

(Lukas 23:34a)

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 117; 1 Korintus 5; Rut 1-2

Aku berharap tubuh ini tidak sadarkan diri, atau minimal pingsan. Tapi ternyata, adrenalin yang dipicu oleh kecemasan dapat membuatKu tetap waspada saat mereka menyeret tubuhKu ke sebuah kayu salib yang menunggu di atas bukit.

Semua mata tertuju padaKu ketika mereka memosisikan tubuh ini di kayu salib. Aku tidak sama sekali menahan lengan mereka yang mendorongKu ke posisi, dimana ada kayu yang memecah lengan dan membuat lengan ini terluka. Disinilah Aku, dikelilingi algojo sehingga hampir tidak bisa mendengar suara tentara lain yang ada di belakangnya.

Aku bisa mendengar ada seorang wanita yang sedang berduka karena namaku memecahkan keributan yang terjadi. Ibuku? Maria Magdalena?

Prajurit-prajurit yang berkerumun dengan riuh itu menatap para korban yang sudah disalibkan dan mulai menurunkan mereka yang telah ‘selesai’. Aku kembali merasakan rasa takut ketika melihat paku yang mulai masuk dan menancap di tanganKu. Mereka memasangkan paku-paku itu di tangan kanan, kiri serta kakiKu.

Bagi bangsa Romawi, penyaliban merupakan sebuah pekerjaan teknis yang harus bisa dilakukan dengan proses yang tepat.

Dari atas sini, Aku bisa melihat mereka berhati-hati saat menusukkan paku di kakiKu, sehingga Aku bisa menopang berat badanKu di kayu salib ini, memastikan kalau kematianku datang dengan lambat.

Tidak lama, mereka mulai merentangkan tanganKu lebar-lebar, memosisikan kemana tangan ini harus diletakkan. Ditandai dengan sebuah lekukan pada kayu, mereka mulai melubangi tanganKu dengan paku yang akan melewati pergelangan tangan.

Dengan persiapan yang lengkap, kini mereka akan mulai menyalibkanKu. Seorang tentara menarik tangan ke sebuah lubang, dan memegang erat pergelanganKu. Sementara dua orang lainnya memegangi lenganKu di arah yang berlawanan.

Ada pula mereka yang mengambil palu dan paku besi yang cukup panjang. Dadaku mulai menghela nafas dengan berat. Meskipun saat itu Aku bisa tenang, tanpa rasa lelah, Aku bisa berada di posisi yang cukup tepat.

Kasih

Kasih itu yang bisa membuatKu tenang. Inilah caraKu mengekspresikan dunia tentang Kasih itu. Komitmen Tuhan terhadap umat manusia ini sedang berada dipuncak, dalam tindakanKu yang memberikan diri bagi mereka yang berdosa.

Aku masih bisa merasakan tusukan paku yang mencengkeram tangan ini. Tepat dimana telapak tangan dan lengan bertemu. Dorongan dari paku itu sakitnya luar biasa, memotong saraf median pergelangan tanganKu. Membuat AKu meraung kesakitan karena menjalan hampir di seluruh tubuh, sampai meledak ke otakKu. Nafasku tercekat, hanya bisa membunyikan sedikit erangan sebagai bukti betapa sakitnya pengalaman itu.

Tanpa membuang waktu, mereka mulai merengkuhkan tangan yang lain di atas kayu, menarik-narik pergelangan tanganKu. Kali ini Aku mulai waspada, bersiap dengan mengepal rahangKu. Darah mengucur di gigiku, yang bisa Aku rasakan pada setiap nafas yang aku hembuskan.

"Bapa, ampuni mereka," Aku menangis ketika mereka memosisikan kakiKu yang terpasang di kayu salib.

"Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan!" (Lukas 23:34).

Suara paku dan palu yang dingin sukses membuat tulangKu rontok dan menyebabkan rasa sakit menjalan di seluruh tubuhku.

Yesus adalah pribadi yang seharusnya kita kasihi. Coba renungkan kembali soal rasa sakit yang sudah pasti kita akan alami ketika tangan dipakukan di kayu salib. Jumat Agung, yang minggu lalu baru kita rayakan seharusnya mengingatkan kita apda penderitaan tersebut. Yesus menanggung dosa-dosa kita di bahuNya, dengan luka-lukaNya, sehingga kita semua dipulihkan. (Yesaya 53:5).

Cerita ini merupakan kutipan dari In The Flesh - My Story: Buku The first person on Jesus karya Michael Gabriele. Hak Cipta © 2017. Digunakan dengan izin.

 

 

Ikuti Kami