Lebih dari 500 Gereja Ortodoks Rusia memilih bergabung dengan Gereja Ortodoks Ukraina yang baru diresmikan.
Berdasarkan pernyataan pihak Gereja Ortodoks Ukraina, dalam
tiga bulan pertama setelah peresmian gereja, tercatat sebanyak
300 gereja di bawah otoritas Rusia kini beralih ke Ukraina. Sementara sebanyak 220 lainnya sudah memutuskan untuk bergabung empat bulan kemudian.
“Kondisi ini menandakan bahwa gereja Rusia di Ukraina sudah
kehilangan hampir 5 persen dari jemaatnya, sebuah fraksi yang relative kecil
dari total jumlah sebenarnya. Tapi signifikan mengingat besarnya perlawanan yang
dilakukan oleh Patriarkat Moskow saat mengajukan proposal ke tingkat paroki,” tulis Paul Goble, seorang ahli agama Eurasia dalam artikelnya di Kyiv Post.
Seperti diketahui, Gereja Ortodoks Ukraina diresmikan setelah
mendapat ijin dari Patriark Bartholomew I, yang merupakan pusat Gereja
Ortodoks. Hal ini menyusul banyaknya permintaan dari pihak gereja untuk mendirikan
gereja baru terkait konflik Rusia dan Ukraina atas semenanjung Krimea pada tahun 2014 silam.
Hal ini memicu Gereja Ortodoks Rusia mengumumkan pada Oktober untuk memutuskan hubungan dengan komunitas Gereja Ortodoks.
Kepala Hubungan eksternal Patriarkat Moskow, Metropolitan Ilarion menyalahkan Patriark Bartholonew I melalui sebuah pernyataan.
Katanya, “Kita semua berdiri di hadapan realitas gereja yang baru: kita tidak lagi punya satu pusat koordinasi di Gereja Ortodoks dan kita harus jelas mengenai hal ini. Patriarkat Konstantinopel melikuidasi dirinya sebagai pusat,” ucapnya.
Baca Juga:
Bom Meledak, Gereja Ortodoks Swedia Ini Dua Kali Jadi Target Serangan Teroris
Gereja Ortodoks Rayakan Natal, Hubungan Rusia dan Ukraina Justru Makin Tegang
Keputusan pemisahan diri ini pun mendapat dukungan dari
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Melalui Menteri Luar Negeri AS, Michael
Pompeo pada Oktober 2018 lalu, dia menyatakan langkah Gereja Ortodoks Ukraina menunjukkan contoh kebebasan beragama yang diwujudkan lewat tindakan.
“Kami mendukung warga Ukraina untuk memilih dimana mereka beribadah
dan berharap hal ini bisa dihormati semua pihak. Toleransi, pengekangan, dan
pemahaman adalah kunci untuk memastikan bahwa orang-orang dari afiliasi agama yang
berbeda bisa hidup dan sejahtera bersama dalam damai,” kata Pompeo.
Dia bahkan mendesak pemerintah dan pemimpin gereja untuk
mendukung keputusan tersebut sepenuhnya.