Banyak orang
saat ini hidup secara instan dan bersedia membayar berapapun harganya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Kondisi ini mirip dengan kisah Yakub dan Esau yang dicatat dalam Kejadian 25: 25-34.
Ayat ini
mengisahkan, putra Abraham Ishak mendapat anak kembar. Esau adalah anak sulung yang
tumbuh besar menjadi ahli berburu. Sementara Yakub adalah anak yang suka tinggal di rumah.
Suatu kali,
saat Yakub memasak sup, Esau mendapatinya ke dapur sepulang dari perburuan dan meminta
kepada adiknya, “Berikanlah kiranya aku
menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah." Itulah sebabnya namanya disebutkan Edom.” (Kejadian 25: 30).
Saat itulah
Yakub mulai memanfaatkan situasi untuk membeli hak kesulungan Esau dengan secangkir sup yang dimasaknya.
Di keluarga
Ibrani, hak kesulungan adalah milik anak yang tertua atau yang paling sulung. Dan
nilainya sangat berharga karena hal itu menentukan posisinya dan juga wewenangnya
dalam keluarga. Anak tertua biasanya akan menjadi kepala menggantikan ayahnya yang meninggal.
Dalam kisah
dua saudara kembar ini, kita bisa temukan bagaimana Esau rela menjual hak kesulungannya
hanya demi mendapatkan semangkuk sup yang dia inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa
Esau benar-benar tidak peduli dengan hak kesulungannya yang dipandang begitu berharga (baca Kejadian 25: 34).
Bukanlah pola
pikir Esau mirip dengan gambaran dari kebiasaan masyarakat kita saat ini? Kita jadi
orang-orang yang cenderung hanya memikirkan saat ini saja tanpa mempertimbangkan
risiko yang kita terima dari apa yang kita lakukan saat ini untuk masa mendatang.
Apakah kamu
pernah melakukan hal serupa dalam hidupmu? Menjual hak terpenting dalam hidupmu
demi memenuhi keinginanmu sendiri? Kapan kita tahu bahwa tindakan kita saat ini bisa membuat kita kehilangan hak di masa depan?
1. Waktu kita mengabaikan nilai-nilai yang sesuai dengan perintah Tuhan.
Tuhan sendiri
mengontrol kita supaya tidak hidup sesuai dengan keinginan kita sendiri. Sepuluh hukum Tuhan diturunkan untuk membuat kita hidup dalam tujuan-Nya.
Sayangnya,
gak jarang kita justru melarang perintah itu dan lebih memilih mengingini keinginan hati kita sendiri.
2. Waktu kita bersikeras memenuhi keinginan kita.
Daud dan Samson
adalah dua contoh Alkitab yang juga melakukan pelanggaran ini. Raja Daud menyerahkan keinginannya atas Batsyeba dan memilih untuk membunuh suaminya saat wanita itu mengandung anaknya.
Kesenangan sesaat ini pun menyebabkan Daud harus menanggung malu selama sisa hidupnya.
Sama halnya
seperti Samson. Pria yang terlahir perkasa ini pada akhirnya harus kehilangan karunia
yang diberikan Tuhan karena keinginannya akan Delilah. Karena cinta, Samson
harus kehilangan kekuatannya dan membuatnya harus mendekam di penjara sampai pada akhirnya dia harus mati dengan cara yang tidak seharusnya.
3. Waktu fokus kita beralih kepada dunia dan bukan kepada kehendak Tuhan.
Maka pemikiran kita akan cenderung berubah mengikuti keinginan kita sendiri. Bahkan kita bisa mengabaikan Tuhan dan lupa dengan prinsip-prinsip-Nya.
Baca Juga:
Kemenangan Diawali Sejak Dari Pagi Hari
5 Ciri-ciri Seorang Pemimpin yang Sudah Dewasa Rohani
4. Waktu kita membuat keputusan yang gak bisa dibatalkan di tengah kelemahan fisik dan emosional kita.
Inilah yang
dilakukan Esau. Dalam kelelahan dan kelemahan, Esau lupa soal masa depannya dan
menukar posisi otoritas dan kekuasaannya hanya demi semangkuk sup. Lalu saat
dia menginginkannya kembali, ceritanya sudah terlambat. Yakub sudah lebih dulu mendapat berkat dari ayahnya Ishak.
Esau pun
kehilangan hak kesulungannya untuk selamanya. Dosa gak bisa disembunyikan dari
Tuhan. Kepuasan yang kita cari di dunia ini hanya sementara, tapi penyesalannya akan terus mengikuti selama hidup kita.
5. Waktu kita gak menghargai karunia rohani.
Saul adalah
contoh dari raja yang kurang menghargai kenyataan hidupnya. Dia mengabaikan keputusan
Allah untuk menjadikan Daud sebagai raja atas Israel. Obsesinya untuk tetap
menjadi raja, membuat Saul berubah menjadi mengerikan. Dia bertekad untuk membunuh Daud untuk mempertahankan posisinya sebagai raja.
Akibat ketidaktaatan
ini, Saul harus menderita siksaan mental. Dia bahkan harus kehilangan putranya,
Yonatan akibat perang yang dia buat sendiri. Dia menghacurkan masa depannya karena obsesi pribadi.
6. Waktu kita gak menyadari konsekuensi dari tindakan kita.
Yudas berjalan
bersama yesus sebagai salah satu murid-Nya karena dia pikir Yesus menghancurkan
pemerintahan Roma dan membebaskan bangsa Israel dan memerintah dunia. Tapi saat
dia taj mendapati apa yang diinginkannya, dia mengkhianati Yesus dan harus
menanggung konsekuensi besar atas tindakannya.
Periksalah hidupmu,
kapan kamu mulai mengikuti keinginanmu sendiri? Apakah kamu menyadari
konsekuensi yang akan kamu dapatkan? Kita harus berjaga-jaga supaya kesalahan seperti
yang dilakukan Esau tak lagi terjadi atas kita. Jangan jual hak kesulungan kita
hanya demi memenuhi keinginan duniawi kita yang sesaat ini.