Dua lembaga Kristen, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) sepakat supaya urusan sekolah
minggu jadi tugas gereja. Hal ini dinilai jadi cara terbaik supaya sekolah minggu tidak terjebak pada birokratisasi.
Jika sebelumnya PGI sudah melayangkan protes terkait RUU
pesatren dan pendidikan agama, maka kali ini KWI sendiri tengah menyusun daftar pasal yang dianggap tidak tepat dari undang-undang itu.
Ketua KWI Mgr Ignasius Suharyo menyampaikan hasilnya nanti
akan disampaikan kepada DPR sebagai bahan diskusi bersama. “Konferensi Waligereja
Indonesia sedang mempersiapkan yang disebut daftar isian masalah (DIM). Itu
akan disampaikan, ayat-ayat mana yang jadi masalah. Baru sesudah itu bisa dibicarakan,” kata Suharyo, seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (1/11).
Senada dengan PGI, salah satu poin yang akan dimasukkan dalam
daftar DIM adalah soal pasal pengaturan Sekolah Minggu dan katekisasi. Dia menilai
kalau konsep pendidikan Sekolah Minggu dan katekisasi tak bisa diatur lewat undang-undang (UU).
“Yang paling penting jangan menyamakan Sekolah Minggu dengan sekolah di sekolahan. Sekolah Minggu dan ketekisasi itu urusan gereja,” ucapnya.
Baca Juga :
Atur Tentang Katekisasi dan Sekolah Minggu, PGI Protes Hal Ini Tentang RUU Pesantren
Jeirry Sumampow Nilai Pembuat RUU Pesantren Tak Paham Sekolah Minggu dan Katekisasi
Sebelumnya PGI telah memprotes pasal ini dan menyampaikan jika
pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi berbeda dengan pendidikan formal lain seperti
pesantren, madrasah dan sekolah teologi. Karena Sekolah Minggu dan Katekisasi lebih
merupakan proses interaksi edukatif yang dilakukan gerejaa-gereja di Indonesia,
yang merupakan pendidikan non-formal dan masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja.
PGI juga menyebut bahwa RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan didapati cenderung membirokrasikan pendidikan nonformal khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang dalam sejarahnya sudah dilakukan sejak lama oleh gereja-gereja di Indonesia. Karena itu PGI merasa kuatir kalau pasal ini nantinya malah akan menimbulkan terjadinya intervensi negara terhadap agama.
Karena itu, baik KWI dan PGI berharap setelah DIM ini selesai
disusun pihak DPR bisa dengan terbuka mengundang lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia untuk duduk bersama membahas RUU tersebut.
“Saya sebagai Ketua KWI tidak pernah mendengar ada undangan
seperti itu. Jadi tidak ada. Menurut saya itu tidak bijaksana, mau mengatur agama
lain tapi tanpa konsultasi. Itu satu langkah sangat tak simpati,” terang
Suharyo.
Gereja-gereja di Indonesia tengah dihadapkan dengan kecemasan
dan kekuatiran akibat pembuatan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini. Dan
semoga dengan beragam masukan dari berbagai lembaga kekristenan, memberi harapan
akan adanya tinjauan lanjutan dari RUU ini. Sehingga isinya bisa diterapkan dan
diterima oleh semua pihak secara mufakat.