Sebagai orang
percaya, kita meyakini bahwa segala hal yang terjadi di dunia adalah
sepengetahuan Tuhan. Kemenangan, kegagalan, dan bahkan musibah yang terjadi di dunia
kita yakini berkaitan dengan kehendak Tuhan atas manusia. Pandangan inilah yang
kemudian mendasari kaum religius percaya bahwa gempa Palu berkekuatan 7.4 SR yang terjadi pada 28 September lalu adalah ajab dari Tuhan.
Kaum religius meyakini gempa Palu berkaitan dengan maraknya praktek LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di sana. Dikutip dari Cnn Indonesia, Ahmad Zahid Hamidi, yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia sendiri menyebutkan bahwa kegiatan LGBT ini sudah melibatkan lebih dari 1000 orang. Senada dengan itu, seorang warga Palu sekaligus korban gempa yang selamat, Erni Cahya Arti meyakini jika bencana gempa dan tsunami yang melanda tanah kelahirannya itu berkaitan dengan praktek penyimpangan seksual tersebut. Dia membenarkan bahwa LGBT bukan hal yang tabu lagi bagi sebagian masyarakat Palu. Mereka bahkan tak segan memamerkan kemesraan di tempat-tempat umum.
Baca Juga :
Kisah Kapten Mafella yang Selamat dari Gempa Palu Karena Dengar Suara Roh Kudus
Turut Berduka! 34 Pelajar Kristen Ditemukan Meninggal di Reruntuhan Bangunan Gempa Palu
Tentu saja pandangan
yang mengaitkan bencana alam dengan praktek LGBT di Palu banyak mengundang pro
dan kontra. Sebagian besar kaum religius percaya hal ini adalah ajab dari Tuhan,
apalagi jika merujuk pada isi Kitab Suci masing-masing agama yang menentang keras praktek hubungan sesama jenis.
Berbeda halnya
dengan kaum intelektual, yang lebih mengacu pada ilmu pengetahuan sebagai dasar
dari terjadinya berbagai hal di dunia, menolak keras jika bencana alam dikaitkan
dengan kegiatan-kegiatan yang dinilai melanggar keyakinan agama. Mereka justru meyakini
jika bencana yang terjadi adalah proses alamiah yang tak bisa terelakkan oleh manusia.
Sebagian
dari kita pasti punya pemikiran dari salah satu pandangan di atas. Tapi sebelum
meyakini pandangan tersebut, mari benar-benar merenungkan satu hal bahwa jika gempa
Palu adalah ajab dari Tuhan akibat maraknya LGBT. Kenapa Tuhan tak melakukan
hal yang sama kepada negara-negara yang sudah melegalkan LGBT dan menerima keberadaan
kelompok ini dengan normal, seperti di negara-negara Amerika, Eropa dan sebagian
negara Asia? Bukankah praktik LGBT di negara-negara tersebut jauh lebih mengerikan?
Mengaitkan bencana
gempa Palu dengan LGBT mungkin bukan hal yang bijak. Karena tanpa sadar kita melayangkan
penghakiman kepada sesama kita dan penghakiman itu sendiri bukanlah hak kita. Tentu
saja Tuhan tak tinggal diam ketika gempa Palu terjadi, tapi kita juga tak tahu
pasti isi hati dan kehendak-Nya atas wilayah itu. Karena Tuhan sendiri punya otoritasnya
sendiri atas ciptaan-Nya. Bagian kita adalah berdoa dan mendukung korban bencana
alam dengan apa yang kita bisa lakukan.