Sebuah film berjudul Miracle mengisahkan tentang sebuah tim hoki
Amerika yang bertanding di ajang olahraga Olimpiade pada tahun 1980. Pertandingan ini pun dihadiri oleh para petinggi olahraga Amerika.
Namun ada sesuatu yang tak diketahui oleh para pendukung mereka
kala itu. Pelatih Herb Brooks memilih daftar pemainnya sendiri. Saat asisten pelatih melihat daftar, dia berkata, “Anda kehilangan beberapa pemain terbaik.”
Jawabnya, “Saya tidak mencari pemain terbaik. Saya mencari pemain yang tepat.”
Herb memang memilih pemainnya tidak berdasarkan siapa yang terbaik,
tapi siapa yang memiliki kemampuan tertentu, yang bisa bekerja sama dengan baik, dan yang bisa menghadapi lawan.
Film Miracle adalah salah satu film olahraga terbaik yang
pernah ada sepanjang masa. Ucapan Herb jelas begitu memiliki makna yang mendalam.
Ucapan itu tak hanya berlaku dalam olahraga saja. Tapi juga bisa berlaku dalam kehidupan kekristenan kita.
Saat Yesus memilih 12 murid-muridNya, Dia tidak memilih orang-orang
yang terpandang di tengah masyarakat. Dia justru memilih orang-orang yang tak
berpendidikan, tidak beruntung dan terbuang. Bayangkan saja, murid-murid seorang
Mesias adalah orang-orang yang dipandang rendahan oleh masyarakat. Tapi uniknya,
Yesus memilih mereka karena sesuatu yang unik yang mereka miliki. Ada yang kuat
secara fisik, ada yang memiliki karunia, ada yang bersemangat. Tuhan juga menciptakan
masing-masing kita dengan karunia, kemampuan, dan keinginan yang berbeda untuk
memenuhi peran kita di dalam tim-Nya. Tuhan tidak memilih kita karena kita berbakat atau yang terbaik.
Paulus pernah menyampaikan bahwa, “Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota,
tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita,
walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.” (Roma 12: 4-5)
Peran para atlet di dunia olahraga sebenarnya begitu identik dengan
kehidupan kita sebagai orang Kristen. Baik perjuangan, tujuan dan prinsip-prinsip
hidup menjadi seorang atlet sebanding dengan apa yang dijalani oleh orang
percaya setiap hari. Bahkan penulis Perjanjian Baru Rasul Paulus pun pernah menyinggung
soal kaitan antara hidup orang percaya dengan dunia olahraga. Dalam surat-suratnya,
dia munggunakan kata olahraga lari sebagai analogi untuk menjelaskan apa itu ‘iman’ sebanyak enam kali.
Ada 4 prinsip alkitabiah yang bisa kita petik dari perjuangan para atlet di dunia olahraga.
1. Pentingnya kerja tim
Di Gridirin Gang, Sean Porter, seorang konselor untuk anak
remaja, memanfaatkan kecintaannya pada sepakbola untuk menemukan cara untuk
menyatukan anggota geng keras. Dia pun mencoba untuk membuat anggota geng
Willie dan Calvin bersatu. Pelan-pelan kedua geng ini mulai saling menghormati
satu sama lain. Akhirnya, mereka dan rekan satu tim mereka berkumpul bukan hanya sebagai tim, tapi juga keluarga.
Hanya karena orang percaya di dalam Kristus mengklaim Tuhan yang
sama, bukan berarti mereka tidak saling bermusuhan. Kita masing-masing bisa menjadi
bagian dari satu tubuh seperti dalam Roma 12, tapi bukan berarti semua anggota bisa secara otomatis bekerja bersama dalam kesatuan.
Masing-masing kita punya kepribadian, prasangka, tujuan dan keinginan
sendiri. Teman-teman terdekat Yesus, murid-murid-Nya sendiri bahkan sering hidup
dalam ego mereka sendiri. Di Markus 9, Yesus sendiri mendapati kalau sesama muridNya
berdebat tentang siapa yang terbesar di dalam kerajaan surga. Tapi Yesus sendiri
meluruskan pandangan itu dan membuat mereka mengerti soal topik yang mereka sedang perdebatkan.
Kunci supaya bisa bekerja sebagai tim adalah dengan menjadi pribadi yang peka dengan kebutuhan satu sama lain (baca 1 Korintus 12: 20-26).
2. Berlatih tanpa kenal lelah
Untuk menjadi ahli dalam sesuatu, kita butuh latihan terus
menerus. Di film Glory Road, pelatih Don Haskins berkata kepada timnya, “Kalian
akan bermain bola basket dengan caraku. Cara ini sulit.” Cara itu adalah terus berlatih, berlatih dan berlatih.
Sama seperti atlet harus mengikuti cara pelatihnya, begitu
juga dengan orang percaya yang harus mengikuti cara Tuhan sendiri. Cara Tuhan adalah
dengan melatih kita setiap hari lewat berdoa, berkumpul dengan sesama orang percaya lainnya dan bertekun dalam pengajaran Alkitab.
Semakin rajin kita melakukannya semakin hidup kita berbuah
dengan buah roh: kasih, belas kasihan, kesabaran dan pengampunan. Latihan itu
kita lakukan supaya kita bisa menjadi atlet rohani yang lebih baik dan siap menghadapi masa-masa sulit.
Para atlet berlatih setiap hari supaya tubuh mereka lebih
kuat dan keterampilan mereka lebih tajam. Sementara orang-orang percaya
berlatih supaya iman mereka lebih kuat dan hubungan mereka dengan Kristus lebih tajam.
“Dan apa
yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah
kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” (Filipi 4: 9)
3. Tekun melewati rasa sakit
Dalam film We Are Marshall, hampir seluruh tim sepakbola Universitas
Marshall meninggal dalam kecelakaan pesawat. Semua orang terguncang dengan peristiwa
ini. Semua orang kehilangan dan bertanya-tanya kenapa hal itu harus terjadi. Setelah tragedi itu, tak seorangpun yang peduli dengan olahraga sepakbola.
Tapi perlahan sepakbola kembali bangkit di kota itu. Sepak
bola memberi mereka harapan. Bukan soal kemenangan, tapi soal bagaimana mereka memiliki
keberanian untuk kembali ke lapangan dan bermain. Perlahan-lahan, sepakbola kembali bangkit dan menjadi kekuatan kota itu.
Tak seorang pun dari orang percaya yang terbebas dari masa-masa sulit. Tak pernah mudah untuk memahami kenapa hal-hal buruk terjadi. Tapi dari film We Are Marshall, kita harus terus hidup dengan keyakinan bahwa setiap masa-masa sulit akan berakhir (Yakobus 1: 2-4 & 12).
4. Bersikap sportif
Dalam film Coach Carter, Ken Carter melatih tim bola basket yang
urakan. Setelah satu pertandingan, dia mengoceh, “Apa yang memberimu hak untuk
mencemari permainan yang aku sukai dengan omong kosong dan ejekan? Apa yang memberimu hak untuk bertindak seperti bajingan?”
Setelah menyampaikan hal itu, anggota tim membantah bahwa tim
lain juga melakukan hal yang sama. Namun Carter dengan tegas mengatakan bahwa seorang ‘juara’ harusnya tidak bersikap seperti itu.
“dengan
tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya
hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri..” (Filipi 2: 3)
Carter mencari pemain yang adil, rendah hati, dan hidup penuh hormat. Karena rasa hormat itu mengarah pada kasih yang sederhana. Cinta sejati itu harus harus bisa membangun orang lain dan menuntun kita bertindak seperti juara sejati (1 Korintus 13).
Baca Juga :
Jatuh Terpeleset di Garis Finish
Menuju Garis Finish Perlombaan Iman
Yang tak kalah penting dari semua prinsip di atas adalah baik
atlet dan orang percaya harus memiliki kemampuan mengatasi segala rintangan. Dalam
Roma 8: 37, Paulus berkata “Tetapi dalam
semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah
mengasihi kita.”
Di dalam Kristus, kita bisa benar-benar menang dan menyelesaikan
pertandingan dengan baik. “Aku telah
mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah
memelihara iman.” (2 Timotius 4: 7)