Dituduh
menista agama, pelantun lagu cilik ‘Diobok-obok’ Joshua Suherman akhirnya dilaporkan
ke polisi. Tak tanggung-tanggung, dia bahkan dilaporkan oleh tiga orang perwakilan ormas yang
terdiri dari Ketua Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Rahmat Himran, Ketua Presidium
Mahasiswa Bela Rakyat (PMBR) Anhar Tanjung dan Ketua Gerakan Pemuda Bela Rakyat (FPBR) Ade Nugroho.
Kasus penistaan
agama yang menjeratnya ini muncul sejak dirinya membawakan materi bahasan di stand up comedy terkait popularitas penyanyi
girl band Cherrybelle, Anisa Rahma dan Cherly. Dia mulai mempertanyakan kenapa Anisa
justru lebih populer dibanding Cherly yang adalah ketua grup girl band itu sendiri.
“Dan yang gue bingung adalah Cherly ini, walaupun leader, dia gagal memanfaatkan kepemimpinannya untuk mendulang popularitas untuk dirinya sendiri….Kenapa Anisa selalu unggul dari Cherly? Ah sekarang gue ketemu jawabannya. Makanya Che, Islam!” ucap Joshua dalam materinya di stand up comedy.
Baca Juga :
Terkait kasus
yang menimpa kliennya, pengacara Joshua Achmad Budi Prayoga meyakinkan bahwa mantan
penyanyi cilik itu sama sekali tidak bermaksud menyinggung persoalan agama. Dia
menilai hal itu justru hanyalah bagian dari kreativitas anak muda dan hanya untuk hiburan semata.
“Mereka ingin
menyampaikan akhir-akhir ini keadaan bangsa ini selera humornya semakin rendah.
Akhir-akhir ini kok orang-orang begitu sekali, sulit tertawa. Makanya mereka di
Majelis Lucu Indonesia, mereka membuat komik yang bermuatan kritik sosial. Bukan kritik agama, tapi kritik sosial,” ucap Achmad.
Senada dengannya,
Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menyampaikan bahwa materi stand
up yang dibawakan Joshua sejatinya memberikan kritik keras atas perilaku sebagian publik yang gemar melakukan diskriminasi sosial berdasarkan SARA.
Bonar juga menegaskan
bahwa ada pihak yang justru memanfaatkan pasal karet terkait penodaan agama dengan dalih untuk membungkam kebebasan berekspresi dan menyampaikan kritik sosial.
“Untuk
kesekian kalinya ‘pasal karet’ penodaan agama kembali digunakan sebagai dalih untuk membungkam kebebasan berekspresi dan penyampaian kritik sosial,” ucapnya.
Dalam hal ini, ketiga pelapor tersebut dinilai sudah memakai pasal penodaan agama terhadap kritik sosial yang disampaikan komika ini untuk memelihara eksistensinya dalam ruang-ruang publik sebagai ‘polisi agama’ dan untuk meningkatkan daya tawar politik mereka.
Baca Juga : Pernyataan Paus Soal UU Anti-Penistaan Agama Dikecam
Untuk
itulah, Bonar meminta supaya pihak kepolisian RI tidak gegabah melakukan
tindakan pemolisian atau meningkatkan status pelaporan penistaan agama ke ranah
hukum. Pihak SETARA Institute juga mendesak pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi
dengan dalil pernodaan agama dan menunjukkan keseriusan untuk menghapus pasal karet
penodaan agama yang masih tercantum di KUHP, PNPS dan UU ITE.