Ingin Ku Bunuh Ayahku!

Family / 5 May 2012

Kalangan Sendiri

Ingin Ku Bunuh Ayahku!

PrincessPina Cahyonoputri Official Writer
7083

Sikap ayah Jobson yang kasar dan tukang main pukul terhadap istri dan anak-anaknya membuat Jobson menaruh dendam kepada ayahnya itu. Bahkan dalam kekesalannya itu, Jobson bersumpah di hadapan ibunya bahwa dia akan membunuh ayahnya jika sudah besar nanti. “Mak lihat mak, nanti aku besar aku bunuh bapak itu!” Jobson mengulang sumpahnya itu.

Salah satu peristiwa yang paling mengena dalam ingatan Jobson adalah ketika ayahnya sakit. “Paling menyakitkan waktu itu penyakit bapak kambuh dan semua orang harus bangun dan mijitin dia, nggak boleh tidur sebelum papa tidur,” ungkap Jobson.

Jobson berkisah, karena sudah kelelahan satu persatu anggota keluarganya mulai dari ibu, kakak dan adik Jobson tertidur, tidak lama kemudian giliran Jobson yang menyerah dan tertidur di kaki ayahnya. Tidak beberapa lama, ayah Jobson terbangun dan menendang kepala Jobson karena tidak mendapati istri dan anaknya memijitnya lagi.

Dendam tertanam kuat dihatinya, namun sebelum dendam itu terbalaskan, ayah yang sangat dibencinya itu meninggal dunia karena penyakit komplikasi. “Saya nggak nangis waktu bapak meninggal, saya senang. Nggak ada lagi yang mukulin saya,” ungkap Jobson.

Setelah ayahnya meninggal, Jobson tinggal bersama bibinya untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya Jobson merasa dirinya akan hidup nyaman, namun justru sebaliknya yang terjadi. “Bibi saya sering mengatakan hal ini: ‘kalau kamu masih mau sekolah, kerja yang benar kalau nggak kamu pergi dari rumah ini,” ingat Jobson.

Kesedihan dan air mata terus menjadi teman Jobson, hal ini membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. “Tiap saya punya masalah, saya tidak tahu mesti cerita sama siapa. Saya nangis dan sempet merasa ‘gimana siih, kok hidup saya seperti ini?’”, ungkap Jobson yang mengaku sering membandingkan hidupnya dengan teman-temannya.

Sikap memendam perasaan ini terus dilakukannya hingga SMA, namun hal itu merubahnya menjadi pribadi yang kasar dan brutal. “Di rumah kelihatan baik-baik, tapi di luar saya berantem dan tawuran,” ungkap Jobson.

Menurut Jobson tiap dia berkelahi, dia selalu membayangkan sedang menyerang ayah dan bibinya. “Waktu saya lagi nginjek orang itu, saya sedang membayangkan nginjek bapak saya, saya lagi membayangkan saya lagi nginjek bibi saya,” ungkap Jobson.

“Saya puas gitu rasanya!,” ungkap Jobson.

Sikap munafik, kasar dan terikat dengan minuman keras membuat Jobson hidup tanpa tujuan dan masa depan. “Saya merasa saya tidak punya harapan, saya nggak tahu nantinya saya ini akan menjadi seperti apa, saya merasa seolah-olah saya sendiri. Nggak ada yang peduli sama saya, nggak ada yang perhatiin saya, nggak ada yang mau mendengarkan saya cerita. Semua masalah itu saya pendam sendiri,” Jobson menceritakan pergumulannya waktu itu.

Saat seperti itu Jobson mengikuti sebuah ibadah retret yang kemudian merubah jalan hidupnya. “Disitu saya ditantang untuk mengampuni papa saya, saya dibagikan statement bahwa ketika kita benci dengan seseorang kita akan menjadi sama dengan orang itu,”

Jobson langsung berkaca dengan hal itu, dia sadar bahwa saat tanpa sadar dia telah mewarisi sikap ayahnya. “Bapak saya kasar, bapak saya penjudi, sekarang saya juga main judi, saya juga mabok, saya juga kasar,” aku Jobson.

Jobson sempat menahan dirinya untuk mengampuni ayahnya karena menganggap ayahnyalah yang bersalah, bahkan perkataan dari kakak pembinanya tak juga membuat Jobson melepaskan pengampunannya untuk ayahnya. “Sebenarnya kalau kita tidak mengampuni, kitalah yang terluka,” Jobson mengulang perkataan kakak pembinanya itu.

Seperti melihat sebuah video, semua kenangan buruknya bersama ayahnya tiba-tiba terputar kembali dalam ingatannya, Jobson pun terus mengeraskan hatinya untuk tidak mengampuni ayahnya. Namun saat tiba-tiba kakak pembinanya memeluk dan mendoakannya, air mata Jobson tumpah karena tidak sanggup membendung lagi perasaannya.

“Saya nangis sekenceng-kencengnya, setelah nangis saya ngomong sama diri saya: ‘Ya Tuhan, hari ini saya mengampuni papa saya yang sudah meninggal, saya mengasihi dia, saya memaafkan semua kesalahan papa saya yang dulu’” kisah Jobson.

Pernyataan Jobson itu membuat dirinya langsung merasakan damai sejahtera dalam hatinya, “Ada sesuatu yang mengalir, seolah mencair, seperti batu yang hancur di hati saya dan saya merasakan damai sejahtera,” ungkap Jobson.

Pengampunan itu menjadi titik awal perubahan serta pemulihan dalam diri Jobson dan kuasa pengampunan dalam Tuhan Yesus mampu melepaskan keterikatan Jobson atas dosa-dosanya. “Setelah saya mengambil keputusan itu, saya bisa lepas dengan semua itu. Saya nggak minum-minum lagi, saya bisa lebih lembut kepada mama saya,” ungkap Jobson.

Perubahan nyata terjadi dalam hidup Jobson, bahkan saat ini dia menjadi seorang guru yang sangat dikagumi oleh murid-muridnya. “Menurut saya Pak Jobson orangnya asyik banget, cara mengajar di kelas maupun di luar kelas asyik aja, bahkan bisa jadi seperti teman,” ungkap seorang murid Jobson.

Bersama Yesus Jobson memiliki kehidupan yagn baru, sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya pada masa remajanya dulu. Jobson mengaku semuanya ini karena campur tangan Tuhan Yesus. “Buat saya Yesus adalah pribadi yang sanggup mengubahkan hidup saya yang dulunya saya tidak tahu hidup saya akan menjadi seperti apa, saya nggak punya pengharapan dengan hidup saya, bahkan kalau melihat hidup saya hari ini pun saya tidak pernah berpikir kalau saya bisa menjadi seperti sekarang ini,”

“Apa yang dulu saya anggap tidak mungkin, di dalam Yesus semuanya mungkin. Saya percaya bahwa di dalam Tuhan Yesus pasti selalu ada pengharapan, Tuhan Yesus dasyat!,” ungkap Jobson mengakhiri kesaksiannya.

Sumber Kesaksian : Jobson Aritonang

Sumber : V120424163255
Halaman :
1

Ikuti Kami