Meninggalkan Warisan Kekekalan Sebagai Jombloers

Single / 16 March 2012

Kalangan Sendiri

Meninggalkan Warisan Kekekalan Sebagai Jombloers

Lestari99 Official Writer
4976

Buat Anda para jombloers, apa yang menjadi fokus hidup Anda saat ini? Apa yang menjadi gairah terbesar hidup Anda saat ini? Mencari pendamping hidup ideal? Mendapatkan pekerjaan mapan lengkap dengan segala fasilitasnya? Berambisi mengejar posisi tertentu? Dengan segala daya upaya mengejar segala keinginan Anda, bila saya bertanya apa yang sebenarnya menjadi panggilan Anda dalam hidup ini, dapatkah Anda menjawabnya? Bagaimana jika ternyata kesempatan Anda untuk hidup di dunia ini tidak selama yang Anda bayangkan? Bagaimana orang akan mengenang hidup Anda?

Mari saya perkenalkan Anda dengan seseorang yang mungkin tidak pernah Anda kenal. Namun bila bicara mengenai hidup secara maksimal sebagai seorang lajang, mungkin Anda bisa belajar dari hidupnya. Namanya adalah Jeremiah Small (33). Jeremiah adalah seorang guru di sebuah Sekolah Kristen Medes di Sulaimani, Irak utara. Ia ditembak mati oleh muridnya sendiri di ruang kelasnya saat menundukkan kepala hendak memulai doa pagi. Peluru menembus kepala dan dadanya yang membuat Jeremiah tewas di tempat. Sang murid kemudian menembak dirinya sendiri. Meskipun sempat ditolong selama beberapa jam, muridnya pun meninggal dunia.

Bukan kematiannya yang tragis yang ingin saya bahas di sini, melainkan mengenai apa yang telah Jeremiah tinggalkan kepada setiap orang yang pernah bersentuhan langsung dengan hidupnya. Jeremiah merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dan ia memutuskan menjadi guru di wilayah Sulaimani, Kurdistan, saat usianya masih 26 tahun. Selama mengabdikan cinta dan hidupnya bagi masyarakat Sulaimani terlebih murid-muridnya, tujuh tahun menjadi waktu yang cukup lama bagi Jeremiah untuk meninggalkan warisan kekekalan bagi masyarakat Kurdistan.

Jeremiah makan sup otak domba (makanan khas Kurdi) dan menghabiskan semua malam bersama dengan murid-muridnya. Ia kemping dan naik gunung bersama murid-muridnya yang lebih dewasa dan bergabung dalam tarian tradisional Kurdi bersama dengan murid-murid kelas 3 dan 4. Meskipun menjadi guru bahasa Inggris, Jeremiah berbicara dengan dialek lokal Kurdi yang cukup kental.

Selama tujuh tahun mengajar di Sekolah Kristen Medes di Sulaimani yang berpenduduk 1 juta orang di Irak utara ini, Jeremiah membawa murid-muridnya mendalami karya-karya Shakespeare, John Bunyan, Joseph Conrad, CS Lewis, dan film buatan Amerika. Sementara Jeremiah sendiri menjadi lebih seperti orang Kurdi.

“Dia tahu pegunungan yang mengelilingi kota lebih baik dari setiap kami,” ujar Omar Amed, murid Jeremiah yang lulus tahun 2010. “Dia sangat Kurdi, sangat ramah, dan terlibat dalam semua kehidupan kami.”

“Dia tidak hanya menjadi guru paling kuat dan favorit di sekolah tetapi juga salah satu orang yang terkenal ramah di masyarakat,” tulis mantan muridnya Meer Ako Ali yang sekarang belajar di Lebanon.

Di dalam kelas, Jeremiah tidak pernah menyembunyikan keyakinannya sebagai orang Kristen dan tidak pernah takut untuk mengekplorasi teks-teks keagamaan seperti Quran maupun agama lainnya bersama-sama dengan murid-muridnya, termasuk Kitab Roma dan karya sastra barat.

“Di dalam dan luar kelas Jeremiah menegaskan bahwa ia mengasihi Yesus Kristus namun dia tidak pernah menuntut kami untuk membaca Alkitab atau menjadi orang Kristen. Anda tidak perlu menjadi Kristen untuk menjadi bagian dari apa yang ia lakukan, tetapi Yesus Kristus ada di mana-mana dalam hidupnya,” ungkap mantan muridnya Amed Omar.

Jeremiah melakukan segala sesuatu tanpa kenal lelah tidak hanya bagi murid-muridnya tapi juga bagi masyarakat Sulaimani. Ia mengajar para muridnya memanjat tebing, mengajak mereka melakukan perjalanan ke Eropa selama liburan musim panas, dan membantu para muridnya membuat surat kabar mahasiswa, Media Ink. Jeremiah juga membantu pelatihan dan perekrutan awal dari pertolongan pertama di kota Sulaimani karena kota ini kekurangan petugas pemadam kebakaran dan kru ambulans. Jeremiah juga mendorong murid-muridnya untuk membangun sebuah perpustakaan yang pada akhirnya menjadi satu-satunya perpustakaan di kota ini. Murid-muridnya berkata bahwa perpustakaan ini akan mereka namakan sesuai dengan nama Jeremiah.

Tak ada yang meragukan selama 33 tahun hidupnya, Jeremiah menjalani hidupnya dengan penuh kemaksimalan. Dari Jeremiah kita belajar bahwa hidup secara maksimal tak berarti melakukan hal-hal yang besar melainkan hal-hal kecil yang disertai dengan integritas, keberanian, kerendahatian yang pada akhirnya menginspirasi hidup semua individu yang bersentuhan dalam hidupnya.

Jeremiah fokus pada panggilannya. Ia tahu apa tujuan hidup yang ditaruh Tuhan di dalam hatinya dan ia berjalan dengan keyakinan itu. Dari Jeremiah kita dapat belajar bahwa hidup tidak hanya sekedar mencari pasangan hidup maupun mengejar posisi tertentu, namun ada panggilan dan tujuan Ilahi yang seharusnya setiap kita lakukan sesuai dengan bagian kita masing-masing. Dan semua itu dimulai dengan apa yang ada di tangan kita saat ini, dengan apa yang menjadi tugas dan pekerjaan kita hari ini.

Setiap kita dipanggil untuk menjalani hidup secara maksimal. Setiap kita pasti dapat melakukannya tanpa terkecuali. Bagaimana cara kita pergi meninggalkan dunia ini bukanlah suatu hal yang penting karena kita tahu dimana akhir hidup kita di dalam Kristus. Namun apa yang kita tinggalkan sebagai warisan dalam kehidupan orang lain akan selalu menjadi warisan kekekalan yang tak lekang oleh waktu.

Beberapa kutipan langsung dari murid-muridnya mungkin dapat menjadi bahan perenungan bagi setiap kita:

“Dalam kenangan kasih akan Jeremiah Stephen Small – seseorang yang mendedikasikan hidupnya sehingga kami memiliki hidup dan memilikinya dalam kelimpahan.

Tidak ada kata, tindakan, atau apapun juga yang dapat menghilangkan duka dan kesedihan di hati kami, namun mengetahui bahwa Anda saat ini berada di kerajaan-Nya telah merajut sebuah senyuman di hati kami. Pak Jer, terima kasih untuk mengajarkan kepadaku bagaimana menghargai hidup. Selalu mengasihimu – Kajan

Jika bukan karena Anda saya tidak akan menjadi saya seperti hari ini. Anda meninggalkan kami terlalu cepat dan menyebabkan sebuah lubang di hatiku, tapi Tuhan memiliki tujuan untuk segala sesuatu. Persahabatan kita secara pasti telah menjadi warisan Anda yang tak ternilai. Aku sangat mengasihimu. – Breeska

Di sebuah kelas kecil di Kurdistan, Anda telah mengajarkan kami bahwa segala sesuatu di dalam hidup ini memiliki tujuan. Anda, Pak jer, telah mengajarkan kepada kami tujuan dari hidup dan saat ini Anda telah memenuhi tujuan hidup Anda. Terima kasih. Selalu mengasihimu. – Shay

Saya akan selalu mengingat perkataan Anda bahwa hal-hal kecil itu penting. Terima kasih untuk mengajarkan kepada kami bagaimana menghargai orang lain dan segala hal lainnya yang tidak akan kami abaikan, sehingga hidup kami menjadi lebih kaya. Mengasihi dan menghormatimu. – Meer”

 

Baca juga:

Sumber : Jawaban.Com / LEP
Halaman :
1

Ikuti Kami