Sukacita Dalam Memberi
Kalangan Sendiri

Sukacita Dalam Memberi

Lori Official Writer
      396

Shalom saudara yang dikasihi Tuhan, bertemu kembali dengan saya Maria Kaesmetan. Di hari yang penuh dengan sukacita, penuh berkat dan harapan ini, kita akan sama-sama belajar tentang “tabur tuai”. 

 

Ayat Renungan: 2 Korintus 9: 7 “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” 

 

Saudara renungan hari ini berbicara tentang menabur dengan sukarela itu. Dituliskan dalam 2 Korintus 9: 7, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” 

Ayat ini tidak menyampaikan kepada kita tentang apakah kita “mampu, bisa atau mau”. Atau di sini juga tidak memakai bahasa-bahasa pemasaran yang berusaha meyakinkan seseorang untuk bersedia menabur. Karena intinya adalah “kerelaan hati”. Artinya, keinginan itu muncul dari dalam hati yang didorong oleh rasa sukacita yang besar. 

Mungkin waktu kita disuruh menabur untuk sesuatu, kadang kita akan mikir: “Uang dengan jumlah sebesar itu harus aku berikan, terus bagaimana dengan kebutuhanku? Nanti aku makan apa? Sekolah anak-anakku bagaimana, apalagi masa-masa ini susah sekali.” Atau mungkin kita juga sedang punya kebutuhan yang mendesak - harus bayar hutang yang akan segera jatuh tempo, lalu kita merasa sedih memberikan persembahan kita.

Dalam hal lain mungkin kita juga melakukannya, seperti merasa sedih menabur kebaikan. Ragu-ragu memberi tumpangan kepada orang. Atau perhitungan dengan waktu saat ada orang lain yang sedang butuh tempat untuk berbagi atau bahkan ketika mereka sedang ingin bunuh diri. Kita menghitung-hitung kebaikan yang kita berikan karena kita sedang menempatkan kebutuhan kita sendiri di atas dari segalanya! 

Tetapi Firman hari ini mengingatkan kita bahwa: “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus 9:7)

Mengapa sukacita begitu penting saat memberi? Karena hati yang bersukacita adalah hati yang sudah mengalami kasih Tuhan—diselamatkan, disembuhkan, ditolong. Orang seperti ini memberi bukan karena kewajiban, tetapi karena ucapan syukur yang tulus.

Saat kita mengingat bagaimana Tuhan menyelamatkan, menolong, atau memulihkan kita, hati kita terdorong untuk memberi dengan rela. Pemberian itu menjadi seperti magnet yang menarik perhatian Tuhan—karena bukan jumlahnya yang terpenting, tetapi hati yang memberinya.

Mungkin dulu Anda lumpuh, sekarang bisa berjalan. Mungkin dulu Anda putus asa, kini Tuhan pulihkan. Dari pengalaman itu, lahirlah kerelaan memberi waktu, uang, tenaga—baik untuk pelayanan, menolong sesama, atau menabur ke desa-desa untuk Injil. Semua lahir dari hati yang penuh syukur.

Ingatlah, kita tidak bisa memberi dengan sukacita kalau kita tidak pernah menyadari kebaikan Tuhan. 

 

Momen Refleksi:

Ambil waktu sejenak, tuliskan 5 hal dalam hidup Anda yang membuat Anda sangat bersyukur kepada Tuhan. Lalu mengucap syukur atas hal itu. Biarkan hati Anda meluap, dan lihat bagaimana sukacita itu mengubah cara Anda memberi. Di sanalah letak berkat yang sejati—karena siapa yang menabur dengan sukacita, dia juga akan menuai dengan sukacita.

 

Ikuti Kami