Momen Haru Ayah Amanda Manopo, Single Parents yang Mengantarkan Anaknya Ke Altar
Sumber: SS Youtube RCTI

Parenting / 13 October 2025

Kalangan Sendiri

Momen Haru Ayah Amanda Manopo, Single Parents yang Mengantarkan Anaknya Ke Altar

Aprita L Ekanaru Official Writer
1185

Pernahkah kita, sebagai orang tua, membayangkan suatu hari nanti kita akan mengantar anak kita ke depan altar, menitipkannya pada seseorang, dan melepaskannya untuk memulai kehidupan baru?

Bayangan itu seringkali terasa begitu jauh, hingga tiba saatnya ia menjadi kenyataan yang begitu dekat dan mengharu biru. Dalam perjalanan parenting yang penuh liku ini, ada saatnya kita menggenggam erat, dan di saat lain, kita harus belajar melepaskan dengan penuh iman. Sebuah momen dari kehidupan publik figur Amanda Manopo dan ayahnya, Ramon Gauna Lugue, memberikan kita gambaran yang begitu dalam  tentang esensi dari pengasuhan itu sendiri.

Setelah kepergian ibunda Amanda, Ramon tidak hanya menjadi seorang ayah, tetapi juga mengambil peran ganda sebagai tempat curhat dan sandaran emosional bagi putrinya. Ia adalah sosok yang digambarkan tenang dan bijak, sebuah karakter yang mencerminkan buah Roh seperti damai sejahtera dan kesabaran (Galatia 5:22). Dalam kesendiriannya menjalani peran sebagai single parent, Ramon menjadi bukti nyata bahwa kasih seorang tua mampu mengisi ruang-ruang yang kosong. Ia adalah gambaran dari Bapa di Sorga yang tidak pernah meninggalkan kita sebagai yatim (Ulangan 31:6).

Puncak dari perjalanan pengasuhan mereka tergambar dalam momen pernikahan Amanda. Saat itu, Ramon dengan penuh khidmat mengantarkan putrinya ke altar. Bukan dengan kata-kata yang panjang, namun dengan pesan singkat yang sarat makna kepada Kenny Austin: “Papa nitip anak Papa. Tolong jagain dia. Tolong rawat dia. Bahagiain dia.” Kalimat ini adalah intisari dari doa dan kepercayaan setiap orang tua Kristen. Ini adalah pengakuan bahwa setelah bertahun-tahun menggenggam dan membimbing, tiba waktunya untuk menitipkan anak kita ke dalam pemeliharaan Tuhan dan pasangan yang dipilih-Nya.

Momen itu pun diwarnai pelukan erat, tangis haru, dan suasana yang hening. Air mata yang mengalir bukan hanya simbol kesedihan karena perpisahan, melainkan luapan emosi dari sebuah perjalanan panjang yang penuh pengorbanan dan kasih. Pelukan itu adalah bahasa universal yang mengatakan, “Aku mencintaimu, aku bangga padamu, dan kini aku percayakan engkau.” Banyak tamu yang terharu, karena mereka menyaksikan sebuah keindahan dari hubungan orang tua dan anak yang dibangun di atas fondasi kasih dan komitmen.

Sebagai orang tua Kristen, kita dapat mengambil pelajaran berharga dari kisah ini. Pertama, pengasuhan kita hari ini dengan semua disiplin, nasihat, dan pelukan pada akhirnya mempersiapkan anak untuk suatu hari bisa berdiri sendiri di hadapan Tuhan. Kedua, melepaskan adalah bagian tak terpisahkan dari mengasihi. Melepaskan dengan iman, percaya bahwa Tuhan yang memulai pekerjaan baik dalam hidup anak kita, akan menyempurnakannya (Filipi 1:6).

Marilah kita menjalani peran sebagai orang tua dengan sepenuh hati, menikmati setiap momen menggenggam tangan mereka yang mungil, dan mempersiapkan diri untuk suatu hari melepaskan tangan itu dengan penuh doa dan restu, persis seperti yang dilakukan Bapa di Sorga terhadap kita, anak-anak-Nya.

 

BACA JUGA:

3 Teladan Parenting dari Ayub yang Masih Relevan Hingga Kini

Menghargai Pendapat Anak, Seperti Tuhan Mendengar Kita

Sumber : Berbagai sumber | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami