Dunia kekristenan tengah berduka atas meninggalnya Pendeta Dr. K.A.M. Jusuf Roni, salah satu tokoh pelayan Tuhan yang dikenal luas di Indonesia. Pendeta Jusuf Roni berpulang ke rumah Bapa pada hari Minggu, 29 Juni 2025 di usia 79 tahun.
Perjalanan yang Mengilhami Pertobatan Pendeta Jusuf Roni
Lahir dan dibesarkan dalam keluarga besar keturunan Kemas di Palembang, Jusuf Roni hidup dalam lingkungan Islam yang kuat dan turun-temurun. Sebagai anak tunggal, ia memiliki tanggung jawab di tengah keluarga besarnya — terutama sang kakek, seorang tokoh kharismatik dan keturunan langsung dari Pangeran Fatahillah. Dari kakeknya, Jusuf mewarisi semangat religius dan komitmen yang kuat terhadap ajaran sebelumnya. Sejak kecil, ia dibesarkan dalam disiplin keras, bahkan menerima hukuman jika lalai menjalankan kewajiban agama.
Ketika keluarga mereka pindah ke Bandung, Jusuf Roni menempuh pendidikan agama di Pesantren YPI di bawah asuhan K.H. Udung Abdurahman. Di sana, ia berkembang sebagai pemimpin muda Islam yang aktif dalam berbagai organisasi, seperti SEPMI dan PSII. Ia gigih memperjuangkan ideologi keyakinannya, bahkan menjadi salah satu tokoh yang secara aktif menentang penyebaran agama Kristen di Jawa Barat.
Baca Juga: Pendeta Jusuf Roni Meninggal Dunia
Namun, di tengah kesibukan dan perjuangan agamanya, Jusuf Roni mulai merasakan kekosongan rohani yang mendalam. Meskipun taat dan berprestasi dengan latar belakang keyakinan yang ia anut, jiwanya bergumul dengan pertanyaan yang tak terjawab: "Adakah kepastian keselamatan?" Pergumulan inilah yang membawa langkahnya kepada pengenalan akan pribadi Yesus.
Perjalanan pertobatan ini dialami melalui berbagai pergumulan batin; bukan karena bujukan, tekanan materi ataupun keadaan. Ia sendiri terpanggil secara pribadi melalui perjalanan pribadi mengalami kepastian keselamatan dan damai sejahtera yang tidak pernah ia temukan sebelumnya. Ketika menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia mengalami kelahiran baru, hidup yang diubahkan oleh kasih dan kuasa Roh Kudus.
Tantangan Iman yang Silih Berganti
Pertobatan Jusuf Roni tidak luput dari tantangan. Ia sempat dipenjara karena imannya. Namun, baginya, tembok penjara justru menjadi ladang pelayanan yang baru. Keterbatasan fisik tidak pernah memadamkan sukacita dan semangatnya untuk mengabarkan Injil. Di tengah kondisi yang paling sulit, ia justru melakukan hal-hal luar biasa: mendirikan sekolah Alkitab di dalam penjara, serta membaptis dan menuntun ratusan warga binaan untuk datang kepada Yesus.
Setelah keluar dari penjara, Pdt. Jusuf Roni mendedikasikan hidupnya untuk melayani sebagai hamba Tuhan. Di awal pelayanannya, tahun 1980, Pdt Jusuf Roni dikenal sebagai pendiri Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Diapora. Pelayanan di GKRI Diaspora dimulai dengan membuka kebaktian hari Minggu yang saat ini, berada di Aula Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Cawang. Hanya dalam hitungan singkat, pelayanannya terus berkembang sehingga dan GKRI Diaspora yang dipimpinnya pindah ke Puri Agung, Hotel Sahid Jaya di Jalan Jenderal Sudirman. Mungkin di awal tahun 1980 hingga 1990, Gereja Diaspora yang dipimpinnya menjadi gereja yang bertumbuh dengan pesat.
Baca Juga: Perjalanan pelayanan Ps. Niko Njotorahardjo Sejak tahun 1985
Ia menggembalakan jemaat dan dikenal luas sebagai pengkhotbah yang tajam, penuh kuasa, dan membawa pengajaran tentang kasih, pertobatan, dan keselamatan melalui Kristus. Ia menekankan pentingnya kelahiran baru, hidup dalam pimpinan Roh Kudus, serta bersaksi tentang karya Tuhan dalam hidup setiap orang percaya.
Kesaksiannya pun terbuka luas di dunia maya hingga bisa dibaca siapa saja. Kesaksian itu juga bisa dibaca dalam salah satu bukunya yang berjudul ‘Dihambat Tapi Merambat’ yang terbit di tahun 2001.