Apakah Anda pernah mendengar istilah Peer Pressure? Atau mungkin ini pertama kalinya Anda mendengar istilah tersebut?
Peer Pressure yang sering dialami anak remaja dalam pergaulannya memiliki arti tekanan dari teman sebaya.
Namun, apa sebenarnya arti dari istilah ini?
Peer pressure terjadi ketika seseorang merasa terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin tidak akan ia lakukan, hanya demi mendapatkan penerimaan atau pengakuan dari lingkaran pertemanannya.
Hal ini tidak selalu berbentuk paksaan langsung, tetapi lebih kepada pengaruh yang dirasakan secara tidak langsung.
Menariknya, Peer Pressure tidak selalu berdampak buruk.
Dalam beberapa kasus, tekanan teman sebaya bisa mendorong remaja untuk mencoba hal baru yang positif, seperti lebih aktif di sekolah atau berani menghadapi tantangan tertentu.
BACA JUGA: 7 Cara Mengembangkan Kemampuan Anak Berpikir Kritis Sejak Dini
Namun, sisi negatifnya seringkali lebih dominan, terutama bagi anak remaja.
Mereka bisa saja terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang kurang bijak, seperti mencoba merokok, terlibat dalam perilaku konsumtif, atau bahkan melakukan tindakan berisiko lainnya.
Beberapa contoh yang ditimbulkan Peer Pressure antara lain:
Efek dari Peer Pressure
Dampak Peer Pressure sangat beragam, mulai dari pengaruh kecil dalam kebiasaan sehari-hari hingga efek jangka panjang pada kesehatan mental dan emosional.
Banyak remaja yang merasa terjebak antara memenuhi harapan teman-temannya dan menjaga ekspektasi dari keluarga.
Kondisi ini bisa memicu gangguan seperti kecemasan sosial atau bahkan depresi jika tekanan terus berlanjut tanpa penanganan yang tepat.
Beberapa efek negatif lain yang mungkin muncul:
Dampak Media Sosial pada Peer Pressure
Di era digital, Peer Pressure tidak lagi terbatas pada ruang kelas atau lingkup pertemanan langsung.
Media sosial menjadi salah satu faktor yang memperburuk tekanan ini.
Standar yang ditampilkan di media sosial sering kali tidak realistis, tetapi banyak remaja merasa perlu mengikutinya demi menjaga status sosial.
Misalnya, ketika seorang influencer mempromosikan produk tertentu, remaja sering kali merasa "harus" memilikinya agar tidak ketinggalan tren.
Fenomena ini dikenal dengan istilah fear of missing out (FOMO), yang kerap memicu perilaku konsumtif.
Menurut pakar remaja, kombinasi antara media sosial dan peer pressure dapat meningkatkan risiko kecemasan sosial.
Hal ini membuat remaja lebih rentan terhadap keputusan impulsif hanya demi mendapatkan pengakuan dari teman-temannya.
Apa yang harus dilakukan orangtua ketika anak mengalami Peer Pressure? Mari kita bahas di artikel berikutnya.
Sumber : Berbagai Sumber