Pernahkah Anda merasa kurang, tidak cukup berharga, dan bertanya-tanya apa arti kehidupan? Itulah yang dialami Theresia Fasya, penyanyi rohani dari Symphony Worship yang saat ini dikenal dengan lagu-lagu pujian yang digemari orang Kristen.
Dibalik sosok Theresia Fasya yang sekarang, ada cerita yang penuh dengan perjuangan untuk mencapai titik hidupnya saat ini.
Sejak kecil, Fasya tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya tidak cukup baik. Ketika masih SD, ia pernah mendengar teman sepupunya berkata, “Kata teman aku kamu jelek.”
Sejak saat itu, label “tidak cukup” melekat kuat. Ditambah lagi latar belakang keluarganya yang sederhana, berbeda dari teman-temannya yang berasal dari keluarga lebih mapan, membuat Fasya merasa semakin kecil.
Namun, titik balik terjadi ketika Fasya berusia 12 tahun. Dalam sebuah retret gereja, seorang pendeta mengatakan bahwa semua orang berharga di mata Tuhan.
"Kalau aku tidak berharga, Tuhan tidak akan menebus aku," katanya mengingat pengalaman itu. Kata-kata ini menjadi kekuatan baru bagi Fasya, yang kemudian mulai terlibat dalam pelayanan musik di gereja dan aktif mencari lebih dalam arti keberadaan dirinya.
Selama pandemi, Fasya menulis lagu Mazmur 108 yang terinspirasi dari renungan panjangnya. Lagu itu bukan sekedar sebuah karya musik, tetapi juga ekspresi dari perjalanan imannya yang begitu kompleks.
Kisah Fasya masih berlanjut. Berbagai tantangan harus ia hadapi. Namun, sekarang lebih yakin akan panggilannya. Bagi Fasya, musik adalah cara untuk berbicara tentang iman, harapan, dan cinta kasih Tuhan.
Penasaran dengan cerita Fasya? Saksikan kisah lengkapnya di YouTube Superyouth, atau video berikut ini:
Sumber : Superyouth