Dipenjara Atas Tuduhan Palsu, Pendeta di India Dibebaskan dari Tahanan

News / 28 September 2023

Kalangan Sendiri

Dipenjara Atas Tuduhan Palsu, Pendeta di India Dibebaskan dari Tahanan

Aprita L Ekanaru Official Writer
1080

Rawat telah dibebaskan dengan jaminan dengan bantuan para pemimpin Kristen. Mereka telah memindahkan dia dan keluarganya ke lokasi yang dirahasiakan dengan tempat tinggal sewaan. Ia tetap bertemu dengan jemaat untuk membagikan Firman Tuhan.

“Keluarga masih datang untuk bersekutu, berdoa dan mendengarkan Firman Tuhan, tapi mereka semua datang secara individu dan tidak berkelompok,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Untuk Kedua Kalinya, Pendeta Saifuddin Ibrahim Jadi Tersangka Penistaan Agama

 

Ia menambahkan, "Firman Tuhan memenuhi hatiku, dan nyanyian-Nya terdengar di bibirku, meskipun Alkitabku telah diambil, aku masih bisa berkhotbah."

Seperti yang dilaporkan CBN News, jutaan warga India percaya bahwa negara tersebut adalah milik umat Hindu dan bahwa semua agama lain, termasuk Kristen dan Islam, harus dihilangkan dari masyarakat.

Kekristenan adalah agama terbesar ketiga di India dengan sekitar 26 juta pengikut, atau sekitar 2,3% dari populasi dan jumlah mereka terus bertambah.

Banyak serangan terhadap umat Kristen di negara tersebut dilakukan oleh kelompok ekstremis Hindu. Para aktivis hak asasi manusia dan kebebasan beragama mengatakan para ekstremis tersebut didukung oleh pemimpin negara tersebut, Narendra Modi.

Sementara itu, satu dari tujuh orang Kristen di seluruh dunia kini menghadapi penganiayaan, menurut laporan baru dari World Relief dan Open Doors USA.

Sebuah laporan berjudul, "Pintu Tertutup" menemukan bahwa 360 juta orang Kristen menghadapi penganiayaan dan diskriminasi tingkat tinggi.

Lebih dari 5.550 orang Kristen dibunuh karena keyakinan mereka pada tahun ini saja, sementara banyak lainnya ditangkap dan dipenjarakan di seluruh dunia.

 

BACA JUGA: Hanya Gegara Diduga Nista Agama, Haruskah Pria Kristen Asal Pakistan Ini Dihukum Mati?

 

Umat ​​Kristen menghadapi penganiayaan paling parah di negara-negara otoriter, seperti Korea Utara, Iran, Myanmar, Tiongkok, dan Eritrea.

“Penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat di seluruh dunia. Sebagai orang Amerika, kita harus memutuskan bagaimana kita akan menanggapinya,” kata Ryan Brown, presiden dan CEO Open Doors AS. “Harapan kami adalah laporan ini tidak hanya memberikan seruan untuk memberikan tanggapan tetapi juga membantu menginformasikan tanggapan tersebut.”

 

Sumber : CBN NEWS
Halaman :
12Tampilkan Semua

Ikuti Kami