Rabu, 14 Februari 2024, bukan hanya hari pemilihan umum dan hari kasih sayang, namun juga awal dari masa Pra Paskah yang ditandai dengan Rabu Abu. Bagi umat Kristiani dan Katolik, inilah awal mula musim puasa, refleksi, dan mempersiapkan masa Paskah selama 40 hari yang berpuncak pada kebangkitan Kristus. Ada beberapa aliran Kristen yang memang tidak merayakan hari ini, tapi pernah tidak Anda penasaran tentang asal muasalnya, abunya terbuat dari apa, dan apa pentingnya hari tersebut? Simak pembahasannya di bawah ini.
Rabu Abu penting karena menandai dimulainya masa Pra Paskah untuk menyambut Pekan Suci. Seorang pendeta akan membuat tanda salib di dahi setiap jemaat yang terbuat dari abu daun palem. Dan selama 40 hari kedepannya, umat Kristiani bisa melakukan puasa untuk mengingat peristiwa saat Yesus di padang pasir dan menyiapkan hati sebelum menyambut kebangkitan-Nya. Berikut ini ada beberapa perayaan selain Rabu Abu yang biasa dikenal juga di kalangan Kristiani.
Satu minggu sebelum Minggu Paskah, sebagian dari kita merayakan Minggu Palma. Ini memperingati kemenangan Yesus masuk ke Yerusalem ( Matius 21 ). Yesus naik ke kota dengan seekor keledai, seperti yang dinubuatkan. Penduduk meletakkan daun palem di jalan dan berteriak, "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!" (ayat 9).
Malam di mana Yesus dikhianati . Yesus memecahkan roti, membagikan anggur, dan berbagi Perjamuan Terakhir dengan murid-murid-Nya. Dia kemudian pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa sebelum Dia ditangkap dan diadili. Kamis putih diperingati sebagai praktik dari persekutuan Kristiani.
Yesus dinyatakan bersalah atas kejahatan yang tidak dilakukan-Nya dan dijatuhi hukuman mati di kayu salib. Banyak gereja akan mengadakan kebaktian yang ‘muram’ pada hari Jumat sebelum Paskah untuk mengingat pengorbanan Yesus bagi kita.
Baca selanjutnya--->
Yesus mengalahkan maut dan bangkit kembali. Pertama, Ia menampakkan diri kepada Maria Magdalena, lalu kepada para murid, dan kepada lebih dari 500 saksi. Periode antara kebangkitan dan kenaikannya dikenal sebagai Epifani.
Saat ini, bukan hanya umat Katolik yang merayakan peristiwa Rabu Abu. Anglikan/Episkopal, Lutheran, Metodis Bersatu dan Protestan lainnya mengambil bagian dalam menerima abu. Secara historis, praktik tersebut belum umum di kalangan evangelis. Dalam kebaktian Rabu Abu yang khas, seorang pendeta akan megatakan; Kejadian 3:19 — “Kamu debu dan kamu akan kembali menjadi debu” — sambil mengoleskan abu berbentuk salib di dahi penerima.
Biasanya, abu yang diletakkan di dahi para jemaat berasal dari ranting-ranting yang digunakan dalam kebaktian Minggu Palma tahun sebelumnya, satu minggu sebelum Paskah dan memperingati masuknya Yesus ke Yerusalem.
Abu adalah simbolisme yang mendalam. Rabu Abu bukanlah “hari suci kewajiban” resmi bagi umat Katolik, tetapi merupakan tradisi yang mendarah daging. Abu adalah tanda berkabung dan pertobatan, yang dimaksudkan untuk mengingatkan orang bahwa hidup ini singkat.
Rabu Abu mengingatkan kita akan peristiwa minggu suci. Cabang-cabang palem yang dulu digunakan untuk melindungi kuku keledai dari tanah Yerusalem sekarang dicap di dahi kita dalam bentuk salib. Kita mengingat kematian dan kebangkitan Kristus.
Umat Kristen awal merayakan Rabu Abu pertama sekitar Abad Pertengahan Awal. Monsinyur Kevin Irwin, seorang spesialis liturgi di Universitas Katolik, mengatakan praktik itu dimulai pada abad ke-10 dan menjadi liturgi resmi pada abad ke-13.
Sumber : crosswalk