Orang Kristen mungkin berpikir kalau pandemi di masa ini justru membuat gerak gerik pelayanan gereja semakin sempit.
Tapi tahukah kamu kalau hasil riset dari Bilangan Research Center
(BRC) justru menemukan fakta yang menakjubkan soal dampak gereja di masa pandemi.
Ketua Dewan Pembina Bilangan Research Center (BRC) Bambang
Budijanto, Ph.D pun menyampaikan bahwa pandemi justru kebiasaan gereja sepenuhnya
berubah kearah yang lebih baik. Salah satunya adalah gereja yang hadir begitu dekat dengan masyarakat.
"Melalui Covid, gereja kembali dihadirkan. Kalau dulu mungkin
85% gereja terpenjara dalam gedung gereja. Dulu kita gak boleh ibadah di rumah,
ya sekarang kita disuruh ibadah di rumah. Kita perlu hadir di tengah masyarakat dan menjadi terang dan garam di sana," kata Bambang.
Dia juga menyampaikan bahwa pandemi membuat persepsi orang percaya
terhadap gereja menjadi berubah. Kalau sebelumnya gereja dikenal sebagai tempat
ibadah hanya sekali dalam seminggu, maka pandemi mengubah gereja sebagai saluran kasih dan teladan hidup di tengah masyarakat.
Siapa sangka perubahan ini justru muncul dari anak-anak muda di
gereja. Hal inipun diungkapkan dari hasil riset BRC pada bulan Juni 2020 lalu. Ditemukan
bahwa gereja dengan jumlah anak muda berusia remaja sampai dewasa muda mengalami
peningkatan dalam mengakses teknologi selama pandemi. Gereja yang memiliki banyak
anak muda di bawah 20 tahun rupanya sangat membantu gereja terkoneksi secara online selama gereja ditutup.
“Jadi semakin banyak kaum muda di gereja, semakin besar aset digitalnya,” kata Bambang.
Dampak kedua dari pandemi adalah semakin meningkatnya kehidupan
doa secara online. Dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, gereja sudah
berpartisipasi dalam doa bersama secara online untuk pandemi. Selain itu, gereja
juga menjadi aktif dalam pelayanan masyarakat, tingginya dukungan terhadap pemerintah dan lembaga sosial dan lintas agama.
Baca Juga:
Jawaban Webinar: Gereja yang Relevan di Masa New Normal – Bambang Budijanto
Pendapatan Berkurang Benarkah Gereja Terancam di Tengah Pandemi? Ini Kata Ketua GMIT & GBI
Dari riset inipun ditemukan kesimpulan bahwa semakin besar jumlah anak muda di bawah 20 tahun di gereja maka dampaknya makin besar terhadap:
1. Peningkatan pelayanan digital gereja
2. Intensifnya kepedulian terhadap masyarakat
3. Makin kuatnya roh persatuan antar gereja
4. Makin tingginya semangat kerja sama dengan pemerintah dan institusi sosial kemanusiaan yang lain dan
5. Terjalinnya hubungan yang akrab antara lembaga lintas iman
“Gereja-gereja yang punya anak muda di bawah 20 tahun (anak
dan remaja), 54.7% bekerja peduli kepada masyarakat, diakonia bersama dengan
agama lain, lembaga-lembaga yang berbasis agama lain. Sedangkan anak mudanya
yang di bawah 10% hanya 39% yang bekerja sama dengan agama. Ini kan rohnya roh
toleransi. Membangun keberagaman di Indonesia. Kita pikir anak muda tidak care nasionalisme. Buktinya kebalik.
Anak muda di bawah 20 tahun mempengaruhi secara konsisten semua kehadiran gereja di tengah dunia,” ungkapnya.
Bambang menyimpulkan bahwa kehadiran anak-anak muda di bawah 20
tahun di gereja sangat berperan dalam menghadirkan perubahan di dalam gereja,
terutama di masa-masa pandemi ini. Dia menyimpulkan bahwa keberadaan anak muda di
dalam gereja memberikan dampak besar bagi kemajuan gereja dalam bidang digital,
kepedulian terhadap sesama serta kerja sama dengan pemerintah, lembaga sosial dan lintas agama.
Supaya gereja semakin berdampak di tengah masyarakat, Bambang
menyampaikan pentingnya bagi semua gereja di Indonesia untuk fokus kepada 5 hal ini, diantaranya:
1. Membangun pemuridan yang bertumbuh dan kuat di lingkungan gereja.
2. Mezbah keluarga harus dibangun di dalam iman
3. Meningkatkan kemampuan digital
4. Meningkatkan kolaborasi atau kerja sama antar gereja serta
5. Fokus untuk melibatkan anak dan remaja dalam pelayanan
BRC percaya, saat gereja fokus mengerjakan lima hal di atas maka
gereja akan siap menghadapi era baru pasca pandemi.