Berdasarkan definisinya, kekerasan terhadap anak meliputi
beberapa bentuk seperti kekerasan fisik atau mental, cedera dan pelecehan, pengabaian atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi serta pelecehan seksual.
Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap anak dari
tahun ke tahun terus meningkat. Di akhir tahun 2019 sampai awal tahun 2020 kemarin
saja, kasus kekerasan terhadap anak menjadi sorotan publik, dimana seorang pendidikan melakukan tindakan kekerasan seksual kepada anak muridnya.
Hal ini pun menambah daftar kasus kekerasan terhadap anak yang
terjadi di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat
21 kasus kekerasan seksual anak terjadi selama tahun 2019. Diketahui jumlah
korbannya mencapai 123 orang. Namun KPAI meyakini jika kasus itu jauh lebih
besar dari angka yang didapatkan karena ada banyak kasus kekerasan terhadap anak yang sengaja ditutupi dan tidak dilaporkan.
Berdasarkan data inilah Presiden Jokowi menjadikan kasus kekerasan
terhadap anak sebagai situasi darurat yang harus segera ditangani oleh negara sesegera mungkin.
Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, Presiden Jokowi pun memberikan tiga solusi prioritas diantaranya:
1. Memprioritaskan perlindungan pada anak dengan melibatkan keluarga, sekolah dan juga masyarakat.
Salah satu langkah nyata yang akan dilakukan oleh Kementerian
Agama adalah memberikan edukasi berbasis agama di sekolah, kampanye dan sosialisasi kepada keluarga dan masyarakat.
2. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak.
Dalam hal ini, pemerintah akan menyediakan akses pelaporan yang
akan memudahkan siapapun untuk memberikan pengaduan terkait kekerasan terhadap anak.
3. Dibuatnya sistem penanganan kasus one stop service.
Yang dimaksud Presiden Jokowi dengan pelayanan one stop
service adalah layanan penanganan kasus, pendampingan korban, pelayanan kesehatan
dan juga penegakan hukum yang bisa memberi efek jera kepada pelaku kekerasan anak.
Dengan kata lain, korban bisa mendapatkan bantuan hukum dan proses rehabilitasi sosial terintegrasi.
Terealisasi atau tidaknya hal ini tergantung pada bagaimana pemerintah mengerjakan proyek ini dengan baik. Jika kekerasan terhadap anak masih terus terjadi kemungkinan besar para korban yang tidak mendapatkan penanganan yang baik akan mengalami dampak yang memprihatinkan.
Baca Juga: Kekerasan Pada Anak Terus Meningkat, Kemenag Bikin Upaya Pencegahan Berbasis Agama
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh UNICEF disebutkan bahwa
kekerasan terhadap anak bisa menyebabkan dampak yang cukup berisiko baik untuk
kesehatan fisik, mental, keluaran kekerasan dan pengaruhnya terhadap peluang pendidikan dan pekerjaan.
Risiko Kesehatan Fisik
Saat seorang anak mendapatkan perlakuan kekerasan secara fisik yang meliputi tindakan pelecehan seksual, kemungkinan dampaknya bisa menyebabkan:
- Terjadinya cacat secara fisik
- Menyebabkan masalah pada alat reproduksi
- Bisa menimbulkan iritasi pada perut
- HIV AIDS
- Kehamilan yang tidak diinginkan
- Penyakit menular seksual
Risiko Kesehatan Mental
Sama parahnya dengan dampak yang disebabkan oleh kekerasan fisik, anak juga akan menanggung beberapa masalah mental yang cukup serius diantaranya:
- Mengalami trauma
- Hidup dalam kecemasan dan depresi
- Kehilangan rasa percaya diri
- Menyakiti diri sendiri dan punya kecenderungan bunuh diri
- Emosi tidak terkontrol dan kerap mengalami kemarahan yang sangat besar
Risiko Terhadap Perilaku Anak (Keluaran kekerasan)
Kekerasan terhadap anak sangat berisiko membuat anak menjadi pribadi
yang berbeda. Jika dilain sisi anak bisa mengalami gangguan mental, maka di sisi lain anak bisa berubah perilaku seperti:
- Berubah jadi pribadi yang kejam
- Suka melanggar hukum
- Menjadi pelaku kekerasan terhadap orang lain, baik fisik dan seksual
Risiko Terhadap Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Umumnya, anak-anak korban kekerasan yang tidak ditangani dengan
baik akan cenderung mengalami hambatan dalam kehidupannya. Sebagian diantaranya
akan kehilangan harapan hidup dan keinginan untuk maju. Anak korban kekerasan juga bisa menjadi:
- Tidak taat aturan, suka cabut dan prestasi di sekolah menurun
- Gak punya pekerjaan
- Mudah dieksploitasi
Mengetahui risiko-risiko ini semoga bisa membuat kita semakin
peduli dengan kekerasan terhadap anak.