Di depan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Amerika
Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apresiasinya terhadap penegakan kebebasan beragama dengan menyebutkan angka statistik yang diterimanya.
Trump melanjutkan bahwa ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan
untuk menjamin kebebasan beragama di berbagai belahan negara. Karena itu, dia berinisiatif
untuk mendanai upaya perlindungan terhadap agama termasuk melindungi situs-situs keagamaan maupun dalam hal hubungan kerja sama.
“Bangsa kita dibangun atas gagasan bahwa hak-hak kita tidak berasal
dari pemerintah, tapi dari Tuhan. Sayangnya, kebebasan yang dinikmati di Amerika jarang terjadi di negara-negara lain,” kata Trump.
Untuk menjamin hak kebebasan beragama, dia pun meminta Wakil
Presiden Mike Pence untuk mengawasi ulang angka 80 persen populasi dunia yang tinggal di daerah yang rawan penganiayaan agama.
“Hari ini, dengan satu suara, AS meminta negara-negara di dunia untuk mengakhiri penganiayaan agama,” tegasnya.
Sementara pertemuan PBB ini terjadi karena Trump memintanya.
Bagi Pence sendiri, ini adalah rapat PBB pertama yang membahas tentang
kebebasan beragama. Di dalam pertemuan tersebut turut hadir pemimpin negara seperti
Iran, Irak, China, Venezuela, dan Nikaragua. Masing-masing bahkan angkat suara terkait
tragedi teroris yang menyebabkan kematian umat Yahudi di Pittburgh, umat Muslim di Selandia Baru dan umat Kristen di Sri Lanka.
Di bawah kepemimpinan Trump, AS sendiri sudah mengeluarkan Undang-Undang
Pemulihan Genosida dan respon Penganiayaan untuk melindungi agama minoritas di
Timur Tengah dan membentuk Departemen Luar Negeri Dana Kebebasan Beragama Internasional .
Setahun yang lalu, pemerintahan Trump menggandakan dana untuk orang Kristen dan minoritas agama yang kembali ke Irak.
“Sebagai Presiden, melindungi kebebasan beragama adalah salah satu prioritas tertinggi saya, dan selalu begitu,” kata Trump.
Baca Juga:
Perjuangan Norine Brunson, Istri Pendeta Doa Tiap Hari Demi Bebaskan Suami dari Penjara
Didatangi Yesus, Pria Timur Tengah Ini Diminta Tuliskan Kitab Yohanes Setiap Malam
Dengan komitmen ini, dia pun memberikan dana sebesar 25 juta dolar
untuk melindungi situs-situs keagamaan dan peninggalan bersejarah yang terancam di seluruh dunia.
Pada bulan Juli lalu, Departemen Luar Negeri AS mengadakan pertemuan
tahunan kedua dengan pembicaraan terkait Kemajuan Kebebasan Beragama, yang
dihadiri oleh sekitar 100 delegasi luar negeri. Sejak itu, Inggris, Jerman,
Mongolia dan Taiwan membentuk duta kebebasan beragamanya. Nigeria, Kolombia,
Ukraina dan Sudan dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan-pertemuan meja bundar kebebasan beragama ke depan.
Sementara Polandia mempelopori inisiatif PBB untuk menetapkan satu hari bagi badan Internasional untuk menghormati para korban penganiayaan agama.
Langkah ini pun disambut baik oleh penginjil-penginjil Kristen seperti Franklin Graham dan Cissie Graham Lynch dari Samaritan’s Pursue.
Pemimpin Komite Eksekutif Konvensi Southern Baptist Ronnie Floyd, salah satu penasihat Trump juga menyambut pernyataan tersebut dengan baik.
“Aku memuji seruan hari ini untuk memperluas dukungan
internasional bagi perlindungan kebebasan beragama. Sudah waktunya untuk
mengakhiri penganiayaan agama dan melakukan semua yang kita bisa supaya kejahatan
terhadap orang beriman dihentikan. Aku bersyukur Presiden Trump berbicara dan memimpin dalam upaya global ini,” terangnya.
Yang tak kalah membahagiakannya, pertemuan PBB yang dihadiri Presiden
Turki, Erdogan disambut dengan hangat oleh Trump. Dia bahkan dipuji dan disebut
sebagai teman atas tindakannya membebaskan pendeta asal AS Andrew Brunson setelah
ditahan dua tahun di Turki.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang duduk di
sebelah kanan Trump sendiri turut berterima kasih karena telah menginisiasi pertemuan
yang membahas kebebasan beragama tersebut. Dia juga memuji upaya terbaru Paus
Fransiskus dan Imam Besar al-Azhar, Ahmed al-Tayyib yang telah mempromosikan perdamaian
dan persaudaraan di dalam agama. Ke depan, PBB juga akan mendukung kebebasan beragama
di berbagai belahan negara dengan fokus melawan bentuk-bentuk tindakan menyebarkan
kebencian dalam bentuk ucapan maupun tindakan dan aktif dalam melindungi rumah-rumah
ibadah.