Di Indonesia stigma negatif terhadap penderita kusta masih sangat
kuat. Masyarakat bahkan cenderung menjauhi penderita kusta dan mengasingkannya. Penolakan yang dialami penderita kusta inilah yang membuat mereka menjadi malu, tak percaya diri dan memandang rendah dirinya sendiri.
Mereka bahkan enggan berobat ke rumah sakit umum karena malu terhadap pandangan orang lain.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (kemenkes) tahun
2007-2008, diskriminasi kepada penderita kusta terjadi dalam berbagai bentuk
diantaranya ditolak sebagai pegawai, dikeluarkan dari pekerjaan, tidak boleh sekolah, diejek atau diolok-olok dan bahkan ditolak naik kendaraan umum.
Sebagai orang Kristen, tanpa sadar kita adalah pelaku diskriminasi
terhadap orang kusta. Bahkan jika diskriminasi tersebut dilakukan hanya secara
pandanganpun, kita telah mendiskriminasi mereka dengan kejam. Apakah kita pantas memperlakukan penderita kusta sedemikian?
Di dalam Alkitab, dituliskan bagaimana sepanjang pelayanan-Nya,
Yesus sendiri menyembuhkan penderita kusta sebanyak dua kali. Kasus pertama terjadi
dimana seorang pria penderita kusta disembuhkan seperti dikisahkan dalam Matius
8: 2-4; Markus 1: 40-45 dan Lukas 5: 12-16. Sementara kasus kedua terjadi ketika
Yesus menyembuhkan 10 orang kusta yang ditemuinya di tengah jalan (ditulis dalam Lukas 17: 12-19).
Pandangan Alkitab Soal Kusta
Sepanjang sejarah, beberapa penyakit sama menakutkannya dengan penderitaan mengerikan yang dikenal dengan kusta.
Di masa Alkitab, penyakit kulit ini sangat umum terjadi sehingga
Allah memberi Musa instruksi untuk menghadapinya (Imamat 13-14). Menurut Alkitab, kusta merujuk pada beberapa penyakit kulit dan bahkan beberapa jenis jamur.
Jenis kusta yang disembuhkan Yesus mirip dengan penyakit yang
sekarang kita sebut dengan Hansen atau infeksi kulit yang bisa merusak dan menghancurkan
tubuh perlahan-lahan. Meskipun tidak menular seperti demam berdarah, penyakit ini masih bisa ditularkan melalui sekresi terhadap penderita.
Di masa itu, orang Israel sangat takut terhadap kusta karena sifatnya
yang begitu merusak fisik. Karena itulah penderitanya harus menjalani hukuman
isolasi bahkan dibuang. Hal inilah yang membuat penderita merasa dikucilkan dan terbuang.
Penderita kusta sendiri muncul dalam dua bentuk yaitu lepromatosa
atau kusta yang bersifat sangat berbahaya dan tuberculoid yang terbilang sebagai kusta jinak.
Di jaman Alkitab, masyarakat percaya bahwa penyakit kusta sendiri
hanya bisa disembuhkan oleh Tuhan. Bahkan raja Israel sendiri mengakui bahwa
dirinya bukan Tuhan yang mampu menyembuhkan penyakit kusta dari pegawai raja Aram (2 Raja-raja 5: 7).
Dan melalui nabi Elisa, Tuhan pun memampukannya untuk menyembuhkan penyakit kusta Naaman. Keyakinan bahwa hanya Tuhan sendiri yang dapat menyembuhkan kusta adalah kunci kenapa Yesus bisa melakukan mujizat kesembuhan tersebut.
Baca Juga:
Kisah Sembilan Orang Kusta yang Lupa Bersyukur
Berbahagialah yang Selalu Optimis, Kamu Jauh Lebih Sehat dari Mereka yang Selalu Pesimis!
Yesus sendiri gak menjauh dan merasa jijik dengan penderita
kusta. Tapi dalam dua kasus di atas, Dia malah menghampiri mereka, menyentuh dan memperkatakan kesembuhkan atas tubuh mereka.
Peristiwa ini harusnya mengajarkan kita 3 hal yang tentang pandangan Yesus terhadap orang kusta di masa itu.
1. Yesus tidak jijik dengan penyakit atau kondisi seseorang
Di dalam Alkitab, kita bisa membaca bahwa masyarakat di jaman
itu benar-benar mengisolasi penderita kusta dan bahkan mengusir mereka dari kota.
Akibatnya, para penderita kusta ini harus hidup sendirian dan tak punya apa-apa (Imamat 13: 46).
Intinya, mereka dijauhi bukan karena banyaknya harta yang mereka punya. Tapi karena kondisi kesehatan mereka.
Tapi kehadiran Yesus mengubah pandangan tersebut. Dia melakukan sesuatu yang satu orangpun yang pernah lakukan dimasa itu.
“Lalu Yesus
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." (Matius 8: 3)
Yesus dengan sempurna mewujudkan dan menunjukkan kasih Allah
yang sempurna. Dia sama sekali tidak jijik dengan penderita kusta itu. Sebaliknya, Dia menghampiri dan menyentuhnya.
2. Tuhan adalah satu-satunya sang tabib yang mampu menyembuhkan
Pertukaran yang terjadi antara Yesus dan penderita kusta sekali
lagi menunjukkan kepada kita soal kebenaran Allah. Bahwa Allah sendiri mau kita disembuhkan dari segala penyakit yang kita alami.
Yesus tidak ingin melihat satu orangpun menderita penyakit
yang paling terkutuk seperti kusta. Karena itulah Dia datang untuk menawarkan
kasih tanpa syarat dan yang mampu menyembuhkan. Melalui tindakannya, Yesus juga
mau mengajarkan kita bahwa Dia mampu mengubah cara pandang masyarakat yang salah.
3. Yesus mau semua orang sakit meminta pertolongan kepada sumber yang tepat
Tentu saja tak secara kebetulan Yesus bertemu dengan pria penderita
kusta itu. Karena peristiwa itu akhirnya membuktikan kuasa Yesus. Dia mau menunjukkan
bahwa hanya di dalam Dialah semua orang yang sakit bisa mengalami kesembuhan.
Apakah kita mau melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan Yesus? Atau kita sama dengan orang Israel yang ikut-ikutan memandang penderita
kusta sebagai kejijikan atau harus dijauhi. Teladan Yesus cukup untuk mengajarkan
kita bahwa orang percaya harus berlaku sama seperti Yesus.