Sebuah kata motivasi bilang bahwa ‘kepemimpinan itu adalah pengaruh’.
Tapi kata-kata ini gak sepenuhnya benar. Karena seseorang yang memiliki
pengaruh stak selamanya menduduki posisi sebagai pemimpin. Seperti kata seorang
profesor Harvard, “Hitler memegang kekuasaan, tapi dia bukan seorang pemimpin’. Hitler adalah sosok manusia yang paling buruk.
Sebagai orangtua, kita diingatkan untuk memimpin anak-anak dengan contoh kepemimpinan yang benar.
Nah apa itu pemimpin?
Seorang pemimpin adalah seseorang yang berpengaruh yang
mengakui orang lain sederajat. Seorang pemimpin sejati melihat orang lain
sebagai pribadi dan menghargai martabatnya. Hitler tidak melakukan hal itu. Dia
malah menggunakan pengaruhnya untuk meninggikan diri. Dia lupa untuk melihat
dirinya sebagai manusia biasa, sama seperti yang lain. Karena itulah dia gagal mengenali
dan menghormati kemanusiaan bukan hanya orang-orang Yahudi, tapi juga orang
Jerman yang dibentuknya menjadi para pembunuh. Hitler adalah orang yang sesat karena menolak tunduk pada otoritas kebenaran.
Beda Pemimpin dan Penyesat
Seseorang yang memakai pengaruhnya untuk tujuan kebenaran disebut
sebagai pemimpin. Tapi seseorang yang memakai pengaruhnya untuk menjauhkan orang dari kebenaran disebut penyesat.
“Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14: 6)
Adalah tugas orangtua untuk membantu anak-anaknya memahami bahwa
Tuhan mau mereka tumbuh jadi sosok yang manusiawi dan menghargai sesamanya. Itu adalah karakter Tuhan sendiri.
Semua orangtua pasti mau melihat anak-anaknya menghidupi karakter Yesus, bukan? Yesus sendiri memilih untuk hidup jadi manusia. Dia tak pernah berdosa dan Dia mencontohkan tentang cara hidup yang benar kepada manusia.
Baca Juga : Anak Jadi Pelaku Bully? Orangtua Mesti Tahu Mungkin Hal Ini Jadi Penyebabnya
Salah satu ciri khas dari orang Kristen terletak pada kebenaran
yang dipegang teguh bahwa Tuhan sendiri ingin kita jadi manusia. Dia
menciptakan kita dalam gambar-Nya, itulah arti menjadi manusia. Ada banyak agama
yang keliru mengklaim kalau Tuhan sendiri menuntut mereka untuk mendapatkan keselamatan mereka sendiri.
Salah satu alasan kenapa dosa itu jadi masalah adalah karena hal itu menghalangi seseorang menjadi diri mereka sepenuhnya.
Karena bahaya dosa inilah, semua orangtua perlu melatih anak untuk
jadi pribadi yang lebih manusiawi. Menjadi manusiawi berarti menjadi serupa dengan
Yesus. Atau dalam bahasa sehari-hari, meniru teladan Yesus. Karena Dia gak berperang
pada kemanusiaanNya sendiri. Dia gak marah soal keterbatasan-Nya. Karena Dia adalah Tuhan itu sendiri (Kolose 2: 9).
1. Ajarkan Anak Punya Kerendahan Hati
Yesus punya kerendahan hati sehingga Dia bisa menerima setiap keterbatasan dan ketergantungan-Nya pada Allah.
Sama halnya dengan kita, kemanusiaan kita harusnya mengingatkan kita bahwa kita harus bergantung pada Tuhan.
2. Ingatkan Bahwa Yesus Tidak Didikte Dengan Status atau Barang
Tuhan Yesus digerakkan oleh belas kasih dan kepedulian kepada
orang lain. Dia sama sekali tak memikirkan keuntungan untuk diriNya sendiri. Apalagi bicara soal jabatan dan harta.
Saat kita membesarkan anak yang hanya terlihat baik demi mencari
pengaruh atau dipandang berkesan oleh orang lain, itu artinya kita sedang membesarkan
anak yang angkuh dan punya motivasi. Karena itu penting untuk mengingatkan anak bahwa kita harus bersikap otentik kepada orang lain.
3. Ajarkan anak untuk memiliki kemurahan hati
Menyadari bahwa setiap orang yang kita jumpai adalah Yesus yang
menyamar akan mengubah paradigma anak soal orang lain. Anak akan mulai memperlakukan semua orang yang ditemuinya sama seperti dia memperlakukan Yesus.
4. Ajarkan untuk menerima perbedaan
Bagaimana anak-anak belajar untuk memandang orang lain sama akan
mendorong mereka menghargai perbedaan. Hal ini akan dihidupi oleh anak saat orangtua
lebih dulu memberikan contoh nyata kepada anak. Misalnya, tetap berteman dengan
tetangga yang berbeda suku dan agama. Rajin membantu keyakinan lain dalam setiap kegiatan agamanya, dan sebagainya.
“Hendaklah
kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan
perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara
yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!” (Roma 12: 16)
Karena itu selalu ajarkan anak untuk hidup seperti Yesus hidup.
Yesus menghargai semua orang dan menyambutnya dengan kasih.