Sewaktu
kita masih kecil dulu, orang-orang dewasa, termasuk orang tua dan guru kita,
pasti pernah bertanya kepada kita, "Mau jadi apa nanti kalau kamu dewasa?"
Pertanyaan
itu ratusan kali diperdengarkan di telinga kita, dan mungkin kita bisa
menjawabnya dengan berbagai macam ekspresi: dari mulai malu-malu, tegas, bingung, sampai bosan.
Jawaban
yang paling sering terdengar mungkin adalah "Jadi pilot",
"Dokter", "Presiden", atau "Pramugari". Tapi
dewasa ini cita-cita yang populer sudah bergeser menjadi, "Artis",
"Penyanyi", "Presenter", atau "Model iklan".
Kalau anak-anak lebih pintar-atau lebih tidak spesifik?-mereka akan menjawab
"Jadi orang kaya", "Jadi terkenal", atau "Jadi
juara". Boleh juga. Di sini, mereka lebih memprioritaskan pada kualitas diri yang diinginkan, bukan pada peran tertentu.
Ada
beberapa dari kita yang sudah tahu apa yang diinginkan kelak dewasa sejak
kecil, dan dengan ketekunannya mereka bisa mencapainya. Tetapi biasanya proses
menemukan cita-cita adalah perjalanan yang panjang, membingungkan, dan tidak
mudah. Kalau kamu adalah tipe orang yang memiliki satu atau beberapa role model
yang dekat denganmu, mungkin proses imitasi bisa berjalan dengan lancar, sampai kamu menemukan sesuatu yang benar-benar menjadi passion hidupmu.
Tetapi
kalau kamu berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, berteman dengan
orang-orang biasa, dididik dengan pendidik yang juga biasa, dan kurang banyak
memiliki pengalaman berkesan dan informasi aktual dalam hidup, mungkin kamu akan
menjawab, "Masih bingung!" saat ditanya apa cita-citanya, atau menjawab
dengan jawaban standar:"Dokter", "Model iklan", atau
"Pilot"-karena memang profesi-profesi tersebut sangat menarik di mata anak-anak.
Maria
Shriver, istri dari Arnold Schwarzenegger-aktor Hollywood yang dua kali
terpilih menjadi Gubernur Negara Bagian California-beruntung bisa menemukan tujuan hidupnya pada usianya yang keenam belas.
Sebagai
anggota keluarga yang banyak berkecimpung di dunia politik (ayahnya pernah jadi
duta besar dan pernah mencalonkan diri jadi Wakil Presiden Amerika Serikat,
sementara ibunya adalah saudara kandung Presiden John F. Kennedy serta Senator
Bobby dan Ted Kennedy) dan banyak bertemu dengan wartawan-wartawan, Maria memutuskan menjadi wartawan televisi ketika ia remaja.
Saat
dewasa, ia bergabung dengan NBC News dan akhirnya mencapai cita-citanya, sampai
akhirnya statusnya sebagai Ibu Negara Bagian membuat ia harus mengundurkan
diri. Akibatnya, ia terkena semacam sindrom krisis identitas dan bingung mengenai peran apa yang harus disematkan di belakang namanya.
Terkadang,
kita baru memutuskan cita-cita kita setelah dewasa, mungkin setelah kita
menemukan apa antusiasme kita. Tapi banyak juga para orang dewasa yang masih
bergulat menemukan jawaban dari pertanyaan sederhana tersebut, "Mau jadi
apa nanti kalau kamu dewasa?" Dan yang menyesakkan-dan ini sering
terjadi-ketika kamu sudah benar-benar dewasa dan belum tahu apa yang
benar-benar kamu inginkan, kamu lantas menyerah dan menjalani hidup apa adanya.
Kamu mungkin mengira waktu telah habis, padahal tidak. Hidup masih terus
berjalan, dan kamu masih bisa menulis babak selanjutnya, tak peduli berapapun usiamu.
Who You Will Be? Just who will you be? Kalau boleh mengkhayal, mungkin kamu sedang mengidam-idamkan pekerjaan tertentu. Atau kamu mungkin dengan lantang dan percaya diri kalau apa yang kamu kerjakan sekarang adalah yang terbaik.
Baca Juga:
Merasa Gak Punya Tujuan Hidup? Isilah Masa Mudamu dengan 9 Prioritas Ini…
Jangan Lagi Bermuram Durja, Begini 5 Cara Nikmati Liburan Pasca Putus Cinta
Tidak,
tidak. Dari awal artikel ini, memang kamu sudah dijebak dan diarahkan untuk menjawab
dengan menyebutkan peran atau profesi. Padahal pertanyaannya adalah who, bukan what. Akan jadi siapakah kamu? Siapa pribadi yang kamu inginkan? Siapa kamu?
Mungkin kamu pernah dihadapkan pada kalimat: "Aku adalah .............."
Ada
orang-orang tertentu yang cuma butuh waktu satu detik untuk mengisinya, mengacu
pada title atau jabatan mereka saat itu, status pernikahan mereka, berapa orang
anak mereka, atau riwayat hidup mereka, dan prestasi yang telah mereka raih. Ada juga yang mengisinya dengan nama mereka sendiri, sederhana saja.
Tetapi
pahamkah kamu bahwa apa yang kamu tulis pada titik-titik tersebut merupakan
sesuatu yang sangat penting, yang menentukan siapa dirimu, apa nilai-nilai yang kamu anut, dan seberapa besar kamu mencintai dirimu sendiri?
Coba
bayangkan kalau kamu menulis kata-kata negatif seperti bodoh, jelek, gagal pada
titik-titik tersebut. Bayangkan lagi kalau kamu menulis dirimu sebagai orang
biasa. Saat itu, hukum gaya tarik akan bekerja dan melontarkan kamu memang bodoh, jelek, gagal, dan hanya orang biasa.
Bandingkan
dengan kalau kamu menulis dirimu adalah seorang pemenang. Atau penyemangat. Atau si cantik. Beda kan, rasanya?
Nah, kalau
kamu dihadapkan kembali pada kalimat "Aku adalah ...............", mungkin kamu akan berpikir cukup lama sebelum mengisi titik-titik tersebut.
Maria Shriver
menulis dalam bukunya yang berjudul sama dengan artikel ini, "Satu-satunya jalan untuk menemukan
makna kehidupan adalah dengan menemukan suara hatimu sendiri, menemukan
jalanmu, mengikuti hatimu, dan menjalani hidup orang lain-bukan mengimitasi orang lain."
Menjadi
siapa diri kita tidak ada kaitannya dengan faktor-faktor luar. Kita memiliki
nilai sebagai seorang manusia-bukan hanya karena pekerjaan, riwayat hidup,
berapa orang anak, siapa yang kamu nikahi, berasal dari keluarga mana, atau bagaimana penampilanmu.
Kamu akan
paham bahwa kamu tidak perlu mendefinisikan dirimu dengan pekerjaan tertentu atau nama tertentu atau peran tertentu untuk menjelaskan siapa dirimu.
Krisis
identitas bisa terjadi kapan saja: saat kamu beralih dari anak-anak ke usia
remaja, saat kamu beralih dari pelajar ke mahasiswa, dari mahasiswa ke
pekerjaan pertamamu, saat kamu menikah, punya anak, punya cucu, pensiun, menemukan pekerjaan atau peran baru di masyarakat, pokoknya kapan saja.
Itulah saat
kamu kembali mengacu pada who you are
atau siapa kamu. Apakah kamu seorang yang periang? Seorang yang pandai
memimpin? Pemberani? Penyayang? Terkenal? Sukses?
Galilah ke
dalam dirimu untuk menemukan jawabannya, dan teruslah mengajukan pertanyaan
yang sama setiap periode tertentu, karena mungkin kamu terkejut karena hal-hal
positif yang mengikuti kalimat "Aku adalah.........." terus-menerus
berubah selama masa hidupmu.