Di hadapan ratusan penonton yang hadir di Crystal Gateway
Marriott Hotel dalam acara tahunan Wilberforce Weekend yang disponsori oleh
Colson Center, Jackie Hill-Perry, penulis Gay Girl , Good God ini berbicara
soal perjalanannya mulai dari hasratnya yang menyukai sesama jenis hingga pertemuan dan pengenalannya tentang Tuhan.
Mengingat perubahan
besar dalam perbedaan pendapat di kalangan generasi muda di Amerika tentang
hubungan sesama jenis, Hill-Perry menggarisbawahi betapa perlunya ia menjelaskan mengapa iman Kristen memberi kehidupan bagi mereka yang LGBT.
Hal itu supaya para LGBT tidak membenci Kristen.
"Jika agama Kristen berbahaya bagi minoritas seksual,
maka ada yang salah dengan agama Kristen atau ada masalah dengan orang Kristen," katanya.
"Aku sangat paham gimana rasanya menjadi minoritas .
Bukan karena aku berkulit hitam saja, tetapi karena aku adalah gay di masa lalu."
Keinginannya kepada sesama jenis terjadi sejak dia
berusia 5 atau 6 tahun, masa dimana dia
belum tahu gimana mengeja namanya. Dia nggak memiliki bahasa untuk bisa berkomunikasi
dan mengekspresikan perasaannya, terutama pada awal 1990-an, dimana homoseksual
tidak begitu populer. Selain itu, dia juga nggak punya ruang untuk memproses
pengalaman dan keinginannya, tetapi segera dia semakin sadar akan kecaman khusus yang tampak dalam Gereja untuk para homoseksual.
Jadi dulu, Hill-Perry bertumbuh dalam sebuah gereja dan itu membuatnya merasa aman.
"Rasa aman bagi orang-orang kudus. Jadi, selama aku bersedia mengambil tugas pelayanan dan menyembunyikan diriku, maka itu akan membuatku seperti orang-orang kudus yang mereka anggap tidak patut atau bisa mereka anggap rendah sedikit aku jadi tetap merasakan kedamaian. Secara alami, semakin aku tua, dan semakin aku berprilaku gay, aku semakin nggak ingin berurusan dengan gereja lagi," katanya
Ketika ia mengubah gaya pakaiannya, dan mulai bertindak dengan
cara yang nggak sesuai dengan gendernya, interaksinya dengan orang-orang
Kristen menjadi sangat canggung. Tampaknya, setiap orang yang berbicara
dengannya hanyalah mengeluarkan ayat-ayat dalam Alkitab mengenai etika seksual berhubungan dengan gay, seperti di Roma 1 atau Imamat 18.
"Yang membingungkan, jika saya terlihat heteroseksualnya maka saya pikir nggak akan ada
keanehan diantara diri saya dengan mereka, ada jarak antara saya dan mereka.
Seolah-olah, karena saya ini adalah gay secara otomatis membuat saya yang Kristen bertindak kurang Kristen. Mereka tahu cara mencintai orang lain dengan mudah, kecuali saya.“
Kegagalan orang Kristen mencintai minoritas seksual yang identitas utamanya sama ialah sebagai
orang yang diciptakan menurut gambar Allah, menjadi bukti bahwa orang Kristen telah menyakiti mereka Namun bukan berarti orang Kristen berbahaya, katanya.
"Saya kira, untuk menjadikan keduanya identik akan
membuat generalisasi Gereja tidak akurat. Gereja besar dan luas harus melampau batas-batas Amerika kita."
Tetapi Tuhan masih bekerja atasnya. Sebab ketika dia berusia
19 tahun, Roh Kudus meyakinkannya di tengah pergumulannya, dimana segala
sesuatu yang dia cintai, yang dia nikmati dan identifikasi dirinya tidak
sebanding dengan pengenalannya akan Yesus, dan dia tahu bahwa dia harus melakukan perubahan.
"Pertobatan saya bukanlah berubah dari gay menjadi
normal. Pertobatanku dimulai ketika aku beralih dari ketidakpercayaan ke
imanku. Dan atas rahmat Tuhan, aku diberi kekuatan untuk mematuhi semua cara
yang Dia perintahkan kepadaku. Dan itu tidak berarti bahwa dalam pertobatanku,
dalam perubahanku, tidak ada kesedihan. Pertobatan terbukti sangat menyakitkan," katanya.
Panggilan untuk bertobat kepada mereka yang mengaku LGBT seperti
mengorbankan segalanya yang mereka tahu dan lazim mereka jalani sebagai bukti
mengikut Kristus. Panggilan pertobatan seperti hinaan dan kebodohan bagi mereka
yang akan binasa. Label yang dianggap berasal dari agama Kristen itu sekarang
jadi berbahaya karena definisi moralnya. “Kekristenan akan dianggap berbahaya hanya karena menganggu pemahaman mereka mengenai hak," tambahnya.
Meskipun begitu, Tuhanlah yang harus mengidentifikasikan siapa
dan bagaimana kita harus mencintai. Injil tidak harus di samakan dengan panggilan untuk heteroksesual.
"Tuhan nggak memanggil laki-laki dan perempuan gay untuk heteroseksual.
Dia memanggil mereka untuk didamaikan kembali dengan diriNya. Dan dengan menjadi
milikNya, bahkan jika keinginan sesama jenis tetap ada, yang secara statistik
kemungkinan besar yang akan terjadi, mereka akan mencintai Tuhan lebih dari cobaan
itu. Namun sampai kita bisa membuat
orang-orang mengerti poin penting bertemu Tuhan sebagai sosok yang paling
dicintai, iman Kristen yang meninggikan Dia diatas segalanya akan selalu terlihat tidak penuh kasih.”
Karena Yesus mencintai semua orang dengan orientasi atau
identitas gender apapun. Dan untuk alasan itu, Panggilan Yesus untuk
mengikutiNya adalah jalan menuju sukacita. Jadi, karena alasan inilah
kekristenan nggak berbahaya, ini hanya undangan untuk cinta sejati,” katanya
Jadi, jika kamu ingin menginjili LGBT, jangan menghakimi ya.
Injili lah mereka dengan kasih, dan beritahulah mereka untuk mengikuti firman
Tuhan dan mengajak mereka ke gereja, menerima mereka dan berdoa hingga Tuhan
menyentuh mereka secara pribadi. Semoga kasih Tuhan menyertaimu!