Peninggalan masa kolonial
biasanya meninggalkan arsitektur bangunan yang menawan. Paduan dari tembok yang
kokoh, bentuk bangunan yang sangat khas merupakan salah satu ciri dari bangunan pada masa kolonial.
Salah satu bangunan peninggalan
masa itu adalah Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel Malang.
Bangunan ini bahkan sudah menjadi sebuah warisan cagar budaya Kota Malang yang sudah berdiri 157 tahun dan sudah menjadi saksi bisu sejarah di Kota Malang.
Berlokasi di kawasan Alun-alun
Malang, Keluarahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, gedung ini sudah
menjadi tempat beribadah orang-orang Belanda dan sempat dijadikan tempat logistik penjajah Jepang.
Gereja ini dijadikan gudang
sebagai tempat penyimpanan beras pada zaman itu. Atas dasar nilai-nilai historis inilah Pemkot
Malang akhirnya menjadikan GPIB Immanuel diusulkan menjadi salah satu warisan cagar budaya.
Sejarah gereja
Sejarah mencatat kalau saat
pecahnya Perang Dunia II, gedung GPIB ini beralih fungsi jadi tempat
perkumpulan kerohanian Kristen. Begitu pula saat masa pendudukan Jepang, banyak
jemaat gereja yang merupakan orang-orang Belanda melarikan diri dan kemudian
GPIB diambil kuasa oleh orang-orang Kepang. Hal ini dijelaskan oleh sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, Agung H Buana.
Kemudian, tepat pada tanggal 3
Desember 1948, kepemilikan gereja yang saat itu merupakan hak jemaat Belanda
diserahkan kepada GPIB Jemaat Malang, termasuk di dalamnya Panti Asuhan Kristen (kini PAK Kampar).
Dilansir dari Malang Post,
Keputusan itu berdasarkan Staatsblad Indonesia tahun 1948 No.305 tanggal 3
Desember 1948 tentang penetapan GPIB sebagai gereja berdiri sendiri dan sebagai badan hukum.
“Gereja Immanuel didirikan sejak
31 Oktober 1861 dan masih berdidi kokoh sampai saat ini. Bangunan gereja ini
juga tidak mengalami perubahan bentuk dalam struktur bangunan dan tetap mempertahankan keaslian bentuk bangunan,” terang Agung.
Selain bangunan gedung yang menarik, dalam
gereja juga terdapat dua Alkitab yang sudah berusia ratusan tahun yang masih
terjaga rapi dalam lemari gereja. Dua Alkitab tersebut dicetak pada tahun 1618 dan keduanya berada dalam posisi yang utuh.
Gereja ini sempat dibongkar pada tahun 1912
karena bentuknya yang masih sangat sederhana dan dibangun kembali dengan tema gereja gothic.