Pada Sabtu, 11 November 2018 lalu, bertempat di
Aula St. Thomas Aquinas, dalam sebuah kuliah umum, Gubernur NTT menerangkan gagasan membangun NTT lima tahun ke depan.
"Saya tidak tertarik bangun rumah ibadah.
Tapi saya tertarik bangun sistim pendidikan yang baik. Kalau bisa semua gereja
di NTT berubah menjadi sekolah," tantang Viktor disambut penuh semangat mahasiswa STFK.
Hal ini kemudian menjadi ajakan agar pastor,
pendeta dan suster juga ikut berperan menjadi guru agar tugas pemerintah menjadi lebih ringan.
Tepat pada 25 November 2018 yang bertepatan
pada Hari Guru, anggota DPRD Sikka ikut menanggapi soal pendidikan di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Veky Laiskodat selaku Gubernur NTT mengatakan
kalau gagasan agar para pastor, pendeta dan suster bukanlah gagasan yang baru.
Mereka yang melayani sudah lama menjadi guru, bahkan sebelum pemerintah terjun dalam mengupayakan hal ini.
“Awal adanya semua umat Kristen
dipanggil untuk menjadi Imam, Raja dan Nabi. Tugas pewartaan (guru) sudah ada
sejak dibaptis menjadi anggota gereja,” ujar anggota DPRD Sikka, Stef Sumandi, S. Fil, kepada POS-KUPANG.COM, Senin (26/11/2018).
Stef sendiri beranggapan kalau hamba-hamba
Tuhan sudah menjadi guru dalam pewartaannya. Spesifiknya, sejak karya kerasulan
dulu, bidang pendidikan sudah banyak dilakukan oleh para pastor dan biarawan/wati.
“Justru pendidikan di NTT
digerakkan gereja. Pemerintah saja yang
kurang peduli dengan nasib guru. Guru dibiarkan menderita dan menangis sendiri
dalam keheningan. Guru dibiarkan berjuang sendiri dengan nasib diri dan anak
didiknya. Konsentrasi pemerintah hanya membangun gedung dan sarana lain, tetapi
honor guru tidak diperhatikan,” tandas Stef.
Stef juga menjelaskan agar pemerintah
meningkatkan kesejahteraan yang baik bagi guru juga fokus pada peningkatan kualitas masing-masing guru.
“Saya yakin awampun bisa meningkatkan
pendidikan kita. Pemerintah harus menjadi guru dalam memberikan upah. Bagaimana
mungkin pemerintah begitu tegas dengan perusahan swasta dalam hal upah kerja,
tetapi guru honor di sekolah negeri sendiri digaji dengan upah sangat rendah.
Pemerintah harus memberi contoh dalam hal pelaksanaan UU ketenagakerjaan,” imbuh Stef.
Dalam mengubah sistem pendidikan membutuhkan
proses yang panjang, sehingga kita perlu realistis dalam mengerjakannya, hal
ini disampaikan oleh Kepala
SMAK Bhaktyarsa Maumere, Suster
Marcelina Lidi, SSpS. Yang
paling penting, kita harus bisa mengubah mindset orang NTT agar jadi produktif, bukannya konsumtif.
“Orang yang datang dari kampung pun
bisa jadi agen perubahan. menurut saya yang jadi masalah dasar di NTT adalah
pendidikan dalam keluarga. Banyak nilai yang sudah merosot karena tidak ditanamkan sejak dini dalam keluarga,” terang Suster Marcelina.
Ia beranggapan bahwa kalaupun seluruh
biarawan/wati melakukan sesuai harapan gubernur tetap mustahil diselesaikan
dalam lima tahun. Orang harus sejahtera
baru bekerja profesional. Jika tidak tiap orang fokus untuk kekayaan diri.