Sebelumnya, kita sudah membahas 3 kebiasaan lainnya di sini.
4. Investasi pada hal-hal dan hubungan yang akan bertahan lama
Sejak manusia jatuh dalam dosa,
kita semua mengalami kesulitan demi kesulitan dalam kehidupan ini. Kita sering
tergoda untuk membuat diri ini nyaman dengan kesenangan sekilas seperti gawai,
zat adiktif, hubungan yang tidak sehat, dan hiburan yang merusakkan. Ketika
mengalami kesulitan dalam hidup, kita cenderung lari pada hal-hal di atas. Padahal, hal-hal di atas hanya akan membuat kita senang dan lega sesaat.
Mobil baru atau segelas minuman
keras mungkin akan membuat kita senang, tetapi seperti seorang pecandu, kita
akan segera membutuhkan hal yang lebih setelah kenikmatannya habis. Kemudian,
kita akan mendapati diri kita mengejar-ngejar kebahagiaan yang sebenarnya nggak akan pernah kita dapatkan dengan cara tersebut.
Orang yang bijak menyadari kalau
kebahagiaan yang abadi berasal dari setiap hal yang kekal. Orang bijak nggak
berarti kebal akan segala penderitaan yang terjadi dalam hidupnya, hanya saja,
mereka memilih untuk berinvestasi dalam hubungan dan hal-hal yang membawa kebahagiaan dan damai sejahtera yang berjangka panjang.
5. Menyadari pentingnya kebenaran
Dalam kehidupan yang dinamis dan
modern ini, ada banyak hal yang terlihat tidak seperti kenyataannya. Kebenaran
kita, bukan berarti kebenaran buat orang lain. Hal ini kemudian membuat kita
mencari pembenaran pribadi yang membuat kita terisolasi dari teman, bahkan orang terdekat kita.
Orang yang bijak tahu kalau
kebenaran bukanlah sebuah hal yang bersifat rahasia, sehingga mereka punya
kerinduan untuk membagikannya pada setiap orang. Mereka mengetahui kalau pendapat dan komentar nggak bisa menggantikan kebenaran yang sesungguhnya.
Ketika menemukan informasi yang
belum pernah diketahui sebelumnya, maka mereka akan mengujinya, bukan dengan pendapat atau emosi, melainkan dengan kebenaran kekal, yaitu firman Tuhan.
6. Mendengar perkataan sang ahli
Nggak cuma rendah hati pada
Tuhan, orang bijak juga bersikap rendah hati pada orang-orang yang punya lebih
banyak pengalaman dan pengetahuan dari mereka. Dalam Roma 13, Paulus
mengingatkan kita untuk menghormati mereka yang pantas untuk mendapatkan kehormatan.
Setiap kita tidak ada yang sempurna. Kita
membutuhkan bantuan dari orang lain. Percaya akan firman Tuhan nggak lantas
membuat kita abai dari orang lain. Kita percaya kalau Tuhan juga memperkatakan
kebenaranNya lewat orang-orang yang dipilih olehNya, misalnya guru, dokter, atau atasan kita.
7. Memperhatikan perkataan dan perbuatan
Kalau kita perhatikan, ada banyak tokoh politik
yang berjanji akan sesuatu, tetapi kenyataannya tidak melakukan hal tersebut.
Ada banyak suami dan istri yang telah berjanji untuk hidup bersama, tetapi
memutuskan untuk berpisah di tahun pertama atau kedua pernikahan mereka. Hal ini membuat kita tidak tahu siapa orang yang bisa kita percayai.
Rasanya ada jarak antara tindakan dan perkataan
kita. Kebenarannya, setiap perkataan kita harusnya mencerminkan perbuatan kita,
demikian sebaliknya. Orang bijak bisa memperhatikan bedanya antara perkataan
dan tindakan seseorang, dan tidak goyah saat ada orang yang mencoba mempengaruhinya ke arah yang lebih negatif.
8. Menggunakan sikap bijaknya untuk membantu orang lain
Orang yang bijak menggunakan wawasan dan hikmat
yang mereka miliki untuk melayani orang-orang yang berada di sekitar mereka.
Keberadaannya membuat persatuan dan membangun orang-orang yang ada di sekitarnya, bukan justru meruntuhkan atau menciptakan perpecahan.
Kadang, sikapnya ini memang disalah artikan
oleh orang lain. Namun, karena tahu mana yang baik dan yang tidak, mereka akan
mengevaluasi tindakan mereka sendiri. Hal ini nggak berarti orang yang bijak
akan memamerkan kebisaannya pada orang lain untuk membuktikan bahwa dirinya
adalah benar. Pada akhirnya, mereka mengetahuin kalau sikap bijak yang ada pada
mereka mengundang kebaikan bagi orang lain.
Tuhan nggak meninggalkan kita sendirian dalam
dunia ini. Lewat Roh Kudus dan Alkitab, Tuhan memperbaharui pikiran kita, sehingga
kita bisa bijak sesuai dengan kehendak Bapa. Tentu saja, hal ini membutuhkan
sikap yang rendah hati dan kemauan untuk diubahkan.