Menyusul hasil survei dari Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menemukan bahwa
banyak guru sekolah yang menyebarkan intoleransi dan paham radikalisme kepada
siswa sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy
akhirnya mengambil langkah untuk mengevaluasi kembali kurikulum dan pola pendidikan calon-calon guru agama di berbagai perguruan tinggi.
Muhadjir menilai bibit intoleransi dan
radikalisme bisa muncul dari bibit sikap dan perilaku negatif yang dimiliki para
guru agama. Sehingga perlu adanya evaluasi terhadap kurikulum atau pola pendidikan di perguruan tinggi terhadap calon-calon guru agama.
“Mungkin ada baiknya dikaji apakah kurikulum dan pola pendidikan calon-calon guru agama di IAIN, UIN atau STAIN yang diterapkan selama ini ada yang salah atau tidak,” kata Muhadjir.
Baca Juga :
Ambon Jadi Tuan Rumah Lomba Paduan Suara, Jokowi Janjikan Datang di Pembukaannya Loh!
Soal Dua Habib yang Dicekal Preman di Manado, Gubernur Olly dan PGI Angkat Bicara
Tak hanya bagi para calon guru, tapi
dia juga meminta supaya evaluasi juga dilakukan kepada para guru agama di
sekolah-sekolah. “Termasuk guru agama di sekolah. Peran guru agama di sekolah tidak
boleh hanya mengajar pelajaran agama kepada siswa. Tetapi juga memberi
pencerahan dan penyadaran tentang sikap dan perilaku beragama yang benar bagi koleganya yaitu para guru non mata pelajaran agama,” terangnya.
Kemendikbud pun telah menjalin
kerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) dalam proses evaluasi. Pasalnya, Kemenag
sendirilah yang menaungi pembinaan guru dan kurikulum pendidikan agama di sekolah.
Sebagaimana diketahui, survei PPIM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 6 Agustus sampai 6 September 2018 itu melakukan
survei kepada unit analisis guru Muslim dari tingkat TK/RA sampai SMA/MA semua
mata pelajaran. Sample guru yang diambil sebanyak 2.237 di seluruh provinsi di
Indonesia dengan margin of error 2.07 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Secara metodologis, variable utama yang digali adalah level intoleransi dan
radikalisme guru, serta faktor-faktor dominan yang memengaruhinya. Dan secara
mengejutkan hasilnya adalah 56.9 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran
secara eksplisit dan 46.01 persen memiliki opini radikal.