Pada Minggu, 9 September 2018, pemerintah Cina juga menutup gereja rumah terbesar yang ada di Beijing. Kurang dari sebulan ini, seluruh warga Cina yang beragama Kristen punya kesempatan untuk memberitahu pemerintah soal peraturan baru yang tidak mengijinkan mereka berdoa, membaca Alkitab, melakukan baptis, ibadah, dan kegiatan kekristenan lainnya.
Baca juga: Lagi, Cina Kehilangan Gereja Terbesarnya Di Beijing Minggu Lalu
Kantor State Administration for
Religious Affair (SARA) baru saja selesai memposting sebuah draf tentang
peraturan baru mengenai kegiatan keagamaan secara online yang berisi larangan
streaming kegiatan upacara melalui internet. Hal ini termasuk doa, berkhotbah,
atau hal lainnya yang dilakukan melalui internet, dilansir dari Christianitytoday.com.
Kebijakan dari pemerintahan Cina
soal kegiatan keagamaan terkandung dalam 35 artikel, yang menurut AsiaNews
dinilai jauh lebih ketat dan analitis. Misalnya mereka menetapkan kalau
siapapun yang ingin membuka sebuah agama tertentu, diwajibkan untuk meminta
izin dari pihak berwenang dan telah dinilai sehat secara moral dan dapat dipercaya secara politis.
Sebagai catatan, orang-orang
Hongkong dan Taiwan juga akan dilarang memberikan pelayanan kegiatan keagamaan
melalui media internet pada seluruh warga di Cina. Ini akan berlaku untuk
banyak aktivitas online, yaitu informasi yang melibatkan agama, termasuk yang
berkaitan dengan doktrin agama, pengetahuan agama, budaya agama, atau kegiatan
keagamaan, yang ditransmisikan sebagai teks, gambar, audio atau video melalui
sarana situs web Internet, aplikasi, forum, blog, mikroblog, akun publik, pesan instan, atau live streaming online.
Penyedia materi online semacam
ini harus disetujui oleh negara, dan harus mematuhi undang-undang yang ada
serta secara aktif mampu menyesuaikan agama dengan sosialisme yang dianut oleh Cina, serta melestarikan kesatuan etnis dan stabilitas sosial.
Hal ini berarti situs website,
blog atau media pelayanan lain tidak boleh mengandung kata kunci keagamaan kecuali pada kelompok keagamaan tertentu.
Baik organisasi maupun individu
yang berdiri tanpa hadirnya lisensi akan dilarang untuk mengajar atau melakukan
kegiatan agama tertentu, termasuk dengan cara online, bahkan warga juga
dilarang untuk meneruskan atau menautkan konten yang berisikan agama.