Ada seorang wanita yang tidak
kunjung menikah meminta nasihat dari temannya tentang bagaimana mencari sosok suami idaman.
Temannya itu tidak banyak bicara, namun satu hal yang ia pesankan kepada wanita itu adalah soal orang tua dari calon pasangan tersebut.
Pertemuan mereka kemudian ditutup dengan
sebuah doa, berbunyi: "Tuhan kiranya engkau memberikan pendamping yang
baik, yang sesuai dengan kehendakMu untuk menjadi suamiku kelak. Tapi jika
boleh, tolong carikan aku sosok suami yang sudah tidak lagi punya orang tua. Dalam nama Tuhan Yesus, aku berdoa. Amin."
Setelah pertemuan bersama teman
lamanya tersebut, wanita ini menjadi sangat tidak menyukai sosok mertua. Sebab
berdasarkan cerita temannya, ada banyak wanita yang sudah menikah, kehidupannya
banyak dicampuri oleh mertua mereka. Mertua tidak bertindak sebagai pembimbing dalam rumah tangga
anak-anaknya, karena keinginan untuk mencampuri kehidupan anak dan menantunya malah dinilai merepotkan.
Dalam kehidupan sehari-hari,
persoalan dengan mertua mungkin terdengar sangat tidak asing di telinga kita. Sebenarnya, kalau kita lihat
dari pihak menantu maupun mertua,
kita sama-sama ingin dimengerti dan dihormati berdasarkan perannya masing-masing.
Diambil dari Rut 1:1-18, yuk kita
teladani kehidupan hubungan Naomi dan anak menantunya.
1. Memberikan sikap manis pada setiap menantunya
Ayat 9b-10, "tetapi mereka menangis dengan suara
keras dan berkata kepadanya: “Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada
bangsamu." Dari ayat ini kita bisa melihat kalau saja Naomi tidak bersikap
baik dengan menantunya, maka mereka pun tidak akan merasa berat hati saat Naomi meminta mereka untuk pergi.
Sikap manis Naomi juga diwujudkan
saat ia memperlakukan menantu-menantunya seperti anak kandungnya sendiri.
Bahkan dalam beberapa ayat kita bisa menemukan Naomi memanggil mereka dengan
sebutan anak-anakku. Setiap menantu pasti menginginkan mertuanya menganggapnya sebagai anaknya sendiri, begitu pun sebaliknya.
2. Menjadi pembimbing rohani yang baik
Sikap hidup Naomi yang takut akan
Allah menjadikannya sebagai seorang teladan dalam kehidupan rohani
menantu-menantunya. Sikapnya ini secara tidak langsung mendorong menantunya untuk mengenal dan percaya kepada Tuhan.
3. Tidak memaksakan kehendak pada menantu-menantunya
Ayat 11-12a, "Tetapi Naomi berkata: “Pulanglah,
anak-anakku, mengapakah kamu turut dengan aku? Bukankah tidak akan ada lagi
anak laki-laki yang kulahirkan untuk dijadikan suamimu nanti? Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah terlalu tua aku untuk bersuami.”
Ada banyak mertua yang sering memaksakan
kemauannya kepada anak dan menantu. Naomi tidak hanya memberikan nasihat bagi
anak menantunya, tetapi juga mau mendengarkan mereka sebab ia tahu kalau setiap keputusan baiknya berasal dari menantunya tersebut.
4. Memikirkan masa depan menantunya
Ia menyadari kalau menantunya masih sangat muda
saat ditingalkan anaknya, sehingga mereka membutuhkan seorang penopang hidup
baginya. Pada pasal selanjutnya, yaitu
Rut 3:1-5 bercerita tentang kasih yang diberikan oleh Naomi kepada anak
menantunya. Disini Naomi mendorong menantunya untuk mencari suami bagi
menantunya yang kini sudah menjadi seorang janda.
Kita perlu tahu kalau pernikahan tidak hanya
menikahkan dua individu menjadi satu, namun juga menikahi seluruh anggota
keluarganya. Mengasihi mertua seperti mengasihi orang tua sendiri dan mengasihi
menantu seperti mengasihi anak sendiri dapat dijadikan sebagai salah satu cara
untuk membangun hubungan yang baik antar keluarga.