Berbicara
soal gaji, kamu yang bekerja di perusahaan sekuler tahu betul prinsipnya bahwa
untuk menghasilkan hasil kerja terbaik dari karyawannya, perusahaan pasti rela
membayar upah kerja secara professional. Karena dalam bekerja, semua karyawan dituntut untuk bekerja secara professional.
Tapi
rupanya prinsip ini tak hanya berlaku di dunia kerja sekuler loh! Bahkan di
tengah pekerjaan pelayanan, seperti lembaga keagamaan termasuk gereja, pun seharusnya juga menerapkan prinsip ini.
Baik di
dunia sekuler dan lembaga gereja, setiap pemimpin dituntut untuk berlaku adil
terhadap karyawannya. Karena pada dasarnya, karyawan adalah asset yang amat
berharga bagi perusahaan atau lembaga gereja itu sendiri. Bayangkan kalau
perusahaan berdiri tanpa karyawan atau pekerjanya. Pastinya perusahaan itu tak akan bisa bekerja maksimal.
Hal serupa
juga berlaku dalam lembaga gereja atau organisasi keagamaan. Para pelayanan adalah
karyawan atau staff yang bekerja untuk menjangkau orang atau jiwa dan
memuridkannya. Tugas ini sama beratnya dengan memproduksi berton-ton barang di
pabrik atau mencari nasabah di bank. Karena itu bukan hal yang mengherankan
kalau investasi terbesar yang dilakukan sebagian besar gereja adalah investasi terhadap staff atau pelayannya.
Di
Perjanjian Baru, rasul Paulus menyampaikan pesan yang sangat penting soal upah
seorang pekerja Tuhan. Katanya, “Penatua-penatua yang baik pimpinannya
patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah
berkhotbah dan mengajar.Bukankah Kitab Suci berkata: "Janganlah engkau
memberangus mulut lembu yang sedang mengirik," dan lagi "seorang pekerja patut mendapat upahnya."” (1 Timotius 5: 17-18)
Lewat ayat
ini, kita bisa menangkap pesan rasul Paulus supaya mereka yang bekerja untuk
pekerjaan pelayanan Tuhan harus dibayar dengan upah yang adil. Dia tidak
menyebutkan supaya mereka dibayar dengan upah yang terlalu besar, tapi kita
bisa menangkap bahwa maksud Paulus adalah supaya gereja membayar upah pekerjanya dengan pantas.
Dalam
bukunya, How to Not Be a Broke Pastor, S. L. Potts menulis soal panduan untuk membayar upah pekerja gereja.
Demikian kutipan pernyataannya:
“Gereja Yesus Kristus harus berusaha memperlakukan
para karyawannya lebih baik, harus lebih baik dari perlakuan perusahaan sekuler kepada karyawannya.
Aku bisa mendengar jawaban sinis, “Tentu saja kamu
akan berkata begitu! Kamu sedang mengadu anjing untuk berkelahi.” Ya, kamu
benar. Aku punya seekor anjing untuk diadu dalam pertarungan, tapi filosofi ini
tidak didorong oleh status pekerjaanku saat ini sebagai seorang pendeta. Tapi
hal ini lebih pada keyakinanku bahwa gereja adala sebuah kota di atas bukit,
terang bagi dunia yang gelap, bagi setiap aspek kehidupan dan segala macam
urusannya. Terang ini tidak akan muncul kecuali dinyalakan lebih dulu di bidang kepegawaian karyawan.
Aku tumbuh di tengah lingkaran dimana pendeta dan
pekerja Kristen dari berbagai bidang dipandang secara efektif bekerja di bawah
sumpah bahwa mereka rela miskin sebagai syarat mereka bekerja. Aku memikirkan
lusinan orang percaya, para guru sekolah minggu, contohnya, yang dibayar dengan
upah yang sangat minim (bahkan di bawah rata-rata) sebagai umbalan atas pelayanan mereka.
Bahkan kepada para pendeta pun, terlalu banyak gereja
yang bertindak seolah-olah tidak apa-apa kalau mereka digaji dengan jumlah yang
sedikit. Bahkan sama sekali tak diberi apa-apa padahal kalau dipikir-pikir
mereka benar-benar sudah jadi berkat dengan melakukan tanggung jawabnya untuk
menggembalakan jiwa-jiwa.”
Semoga tulisan
ini jadi panduan buat setiap perusahaan, lembaga gereja, pelayanan sosial untuk
selalu berpatokan pada kebenaran firman Tuhan dalam membuat setiap keputusan.