Untuk
pertama kalinya dalam kurun waktu 50 tahun, umat Kristen Protestan dan Katolik
di Myanmar akhirnya diberi ijin merayakan Natal di tempat-tempat umum. Hal ini menjadi
catatan sejarah yang baru bagi umat Kristen Myanmar setelah pemerintah negara tersebut memberi ijin.
Dulu, orang-orang
Kristen Birma hanya bisa merayakan Natal di rumah ibadah mereka sendiri. Mereka
juga harus mendapat surat resmi dari pemerintah kota Yangon untuk menggelar acara
Natal di pusat kota. Khususnya jika acara tersebut digelar tepat pada tanggal 23-25 Desember.
Tapi orang-orang
Kristen Yangon bisa meresmikan festival Natal mereka pada tanggal 23 Desember di
Gereja Metodis Tritunggal Mahakudus. Acara itu kemudian diakhiri dengan menjalankan
prosesi liturgi oleh Katedral Katolik Santa Maria yang dihadiri oleh wakil presiden Myanmar Henry Van Thio pada 25 Desember.
Seperti dikutip
dari Christiandaily.com, ijin resmi
yang diberikan oleh Perdana Menteri Yangon, Phyo Min Thein dan Walikota Mg Mg Soe
ini dinyatakan sebagai bentuk penghormatan terhadap kunjungan pemimpin Katolik
Roma Paus Fransiskus pada bulan Desember lalu. Langkah ini juga dinilai menjadi
hal yang baik untuk menjalin persatuan dengan umat Kristen di Myanmar dan di seluruh dunia.
Naw Nilar San,
seorang penganut Kristen mengatakan bahwa ini adalah kali pertama dirinya mengalami
Natal dengan bebas selama 50 tahun. Dia juga mengaku bahwa orang-orang Kristen bisa
menyanyikan lagu-lagu pujian dan menikmati hidangan Natal bersama-sama tanpa dihantui ketakutan.
“Tahun ini adalah
sejarah Birma yang sangat penting karena orang-orang Kristen diijinkan untuk
merayakan Natal secara terbuka dengan orang-orang di kota. Festival Natal ini
dmaksudkan untuk mempromosikan kohesi sosial, saling pengertian dan persahabatan sesama warga,” ucap seorang pastor paroki Katolik, Fr. Tanya Tin.
Sementara pendeta
Gereja Majelis Hosanna Joseph Kham menyampaikan bahwa mereka sudah mempraktikkan
Natal dengan mengingat kelahiran Yesus Kristus. Mereka bisa berdoa untuk
teman-teman mereka dan memberikan sumbangan amal. Di sisi lain, umat Katolik juga
bisa merayakan misa tengah malam dengan bebas dan aman.
Meski
begitu, orang-orang Kristen yang hidup di kamp-kamp pengungsian masih belum
bisa merasakan keindahan Natal tahun ini. Mereka mengaku menderita akibat konflik
yang melanda etnik rohingya.