Menghadiri pesta
pernikahan bisa mengingatkan kita bahwa ikatan pernikahan itu suci. Sama halnya
dengan berziarah ke pemakaman dimana hal ini mengingatkan kita bahwa hidup itu seperti uap yang suatu hari akan menghilang.
Saat kita mendengar
pengumuman kematian seseorang di gereja, aku pun terpikir kalau suatu saat nanti kematianku pun akan diumumkan seperti itu.
Saat seseorang meninggal, kita juga suka berkata ‘si anu sudah meninggal loh” atau “turut berduka cita atas kematian si anu..”
Kematian adalah
realitas yang nggak bisa kita hindari. Semua orang akan mati! Itu adalah akhir dari
sebuah perjalanan hidup. Tapi tentu saja bagi orang Kristen, kematian itu sendiri justru adalah awal babak kehidupan yang baru bersama Tuhan.
Realitas tentang kematian
Ada banyak penyebab
seseorang meninggal. Ada yang meninggal karena perang, kekerasan, sakit
penyakit, dan bahkan karena usia. Beberapa meninggal beberapa saat setelah dilahirkan.
Beberapa lainnya di usia muda dan juga lanjut usia. Tapi kebenarannya, usia bukan hal paling utama dari sebuah kematian.
Bagaimanapun
caraku meninggal, dan kapanpun hal itu terjadi, kapanpun aku menutup mata, aku akan
dibangkitkan oleh terang, kasih dan sukacita dihadapan Yesus. Inilah yang terpenting dari akhir kematian.
Nggak peduli
bagaimana kita mati dan kapan waktunya, kita hanya perlu memilih salah satu dari dua
pilihan yang disediakan Tuhan yaitu mati dalam keberdosaannya atau mati di dalam Tuhan.
Yesus berkata,
“Akulah terang dunia; barangsiapa
mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan
mempunyai terang hidup.” (Yohanes 8: 12)
Bayangkanlah
ayat di atas dengan visualisasi, dimana kita semua sedang berada di suatu terowongan
gelap. Kemudian kita melihat ada sesosok pria yang membawa cahaya, dan dia menuju
ke arah kita, berjalan melalui terowongan itu. Jika kita memilih mengikutinya, maka
kita akan berjalan di cahaya itu. Tapi jika kita menolak mengikutinya, maka kita akan tertinggal jauh dan kita akan selamanya berada dalam kegelapan.
Inilah kebenaran
yang disampaikan Yesus tentang diri-Nya sendiri. Kehidupan ini akan berakhir. Setelah
kita mati, kita akan kembali memulai kehidupan yang baru. Di luar dunia ini, ada
suatu tempat dimana cahaya itu ada. Karena Kristus ada di sana, di sana nggak ada
sama sekali gelap. Tempat itu penuh cahaya, cinta, damai dan sukacita. Tapia da
juga dunia lain selain itu, di sana yang ada hanya kegelapan, kebencian,
kekacauan dan kesengsaraan karena Kristus, si pembawa cahaya, nggak tinggal di sana.
Mati dalam dosa vs Mati dalam Yesus
Nggak ada yang
lebih tragis dari memilih mati dalam dosa-dosa kita. Apakah kamu mau tinggal di
tempat gelap nan mengerikan semacam ini? Apakah saat kematianmu, kamu lebih memilih mati dalam keberdosaanmu?
Konsekuensi
ini bisa terjadi pada kita kalau kita memilih untuk tidak percaya Yesus Kristus.
Dosa membuat kita terjebak dalam kematian yang sia-sia. Sebaliknya, kita akan memperoleh pengharapan akan hidup kekal kalau kita benar-benar percaya dan mengikut Yesus.
Kepercayaan
inilah yang disebut dengan iman. Iman adalah suatu ikatan antara kita dan Yesus
sendiri. Kita memberikan diri untuk Dia dan Dia pun akan menyerahkan diri-Nya untuk
kita. Yesus adalah juruslamat maupun sahabat. Dia juga adalah tuan dan juga Allah. Dan saat kita mau jadi milik-Nya, rumah-Nya adalah milik kita.
Yesus sendiri
adalah pribadi yang hidup tanpa dosa. Bisa dibilang kalau Dia itu suci. Bahkan sampai
kematian-Nya, Yesus sama sekali tanpa dosa. “Ia
sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita,
yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.” (1 Petrus 2: 24)
Yesus sendirilah
yang telah menanggung pelanggaran kita (Yesaya 53: 6). Faktanya inilah yang berlaku
bagi orang yang percaya kepada-Nya. Kematian-Nya adalah cara yang dipilih Allah
untuk menanggung dosa kita dan kita akan bebas selamanya dari hukuman dosa itu.
Karena itu,
percayalah kepada Yesus, peluk Dia, terima Dia, ikuti Dia dan kamu tak lagi
mati dalam kemelut dosamu. ““Berbahagialah
orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” (Wahyu 14: 13).