Dalam
sebuah studi yang dilakukan para peneliti menemukan bahwa pria yang beribadah ke
gereja secara teratur hidup lebih bahagia daripada mereka yang tidak ke gereja
sama sekali. Tapi sebaliknya, studi ini ternyata tidak berlaku bagi wanita yang rajin ke gereja tanpa suami mereka.
Studi yang
dilakukan oleh organisasi pro-pernikahan Institusi Studi Keluarga kepada
pasangan dari denominasi gereja ini, mengungkapkan bahwa 40 persen wanita yang pergi
ke gereja tanpa suami mereka cenderung tidak bahagia dalam hidupnya. Sementara sebanyak
22 persen pasangan lain merasa tidak puas jika hanya salah satu pihak saja yang menghadiri ibadah gereja.
Penemuan lain
yang lebih mengejutkan menyampaikan bahwa pasangan suami istri yang sama-sama tidak
menghadiri ibadah gereja secara teratur, memiliki satu dari tiga kemungkinan untuk lebih bahagia dalam rumah tangganya.
Bradford Wilcox,
yang menulis penelitian ini, percaya kalau srumah ibadah seperti gereja adalah
satu-satunya tempat banyak orang merasa lebih terdorong untuk memikirkan pasangan
mereka. Karena itu orang-orang yang akan lebih rajin datang ke rumah ibadah dinilai akan jauh lebih bahagia dalam hidupnya bersama pasangan.
“Pria yang pergi
ke gereja, dengan atau tanpa pasangan mereka, mungkin bermanfaat untuk
menurunkan stress. Karena lembaga agama cenderung lebih menempatkan kesetiaan, komitmen, dan ekspresi emosi,” kata Wilcox.
Di sisi lain,
para peserta perempuan yang merasa terasing atau tertekan mengaku kalau gereja memiliki
peran penting dalam hubungan. Wilcox bahkan menduga kalau para perempuan menginginkan pasangan mereka adalah para pria yang rajin menghadiri ibadah gereja.
“Para
wanita yang hadir (ke gereja) sendirian mungkin akan kecewa dengan bagaimana pasangan
mereka, dibanding dengan pasangan yang mereka lihat di antara rekan-rekan mereka yang menikahi satu gereja,” ucapnya.
Sayangnya
di akhir studi ini, Wilcox menyampaikan rajin ke gereja bahkan mungkin tidak
ada hubungannya dengan kualitas iman seseorang. “Beberapa manfaat dari keikutsertaan dalam kegiatan
keagamaan tampaknya hanya temporal, tidak spiritual, dan hanya bertahan dalam
waktu yang tidak pasti sesuai dengan jangka waktu pengabdian mereka sendiri,” tandas
Wilcox.
Bagaimana
menurut kalian? Apakah kalian setuju dengan hasil studi ini? Jika ya, silahkan sampaikan
pendapat Anda di kolom komentar di bawah ini.