Nama
saya Bambang Setiawan. Jika banyak pria yang tertarik dengan harta dan
kemewahan yang ada di dunia, sebaliknya saya senang sekali dengan kecantikan. Bagi saya, kecantikan adalah segala-galanya.
Suatu
kali, saya menghubungi rekan saya via telepon. Ketika gagang telepon diangkat,
yang mengangkat ternyata seorang perempuan. Dari perbincangan ternyata saya
tahu bahwa itu bukanlah nomor rekan saya alias saya salah sambung. Namun,
karena tertarik dengan suara perempuan di balik gagang telepon tersebut, saya pun menelepon kembali dan mengajak kenalan dirinya.
Gayung
bersambut, ajakan saya itu diterima olehnya. Pertemuan terjadi dan kami
akhirnya memutuskan untuk menjalin kasih. Hubungan kami ternyata mendapat
pertentangan dari keluarga sang perempuan. Tanpa waktu yang lama, kami pun mengakhiri hubungan kami.
Waktu
berlalu, saya bertemu dengan seorang perempuan dalam situasi yang tidak
diduga-duga. Ia saat itu sedang berolahraga, sedangkan saya sedang mengambil foto. Seperti biasa, saya pun mengajak kenalan dengannya.
Setelah
menjajaki satu sama lain, hati saya pun mantap untuk menjadikan dirinya sebagai
istri saya. Muncul keyakinan di hati saya bahwa perempuan inilah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk kehidupan saya.
Gayung
bersambut. Kami pun akhirnya menjalani hubungan rumah tangga dan itu berjalan lancar selama tiga tahun.
Suatu
kali, keponakan saya dengan teman-temannya mengunjungi rumah kami. Tidak ada
hal yang aneh awalnya bagi saya. Namun, beberapa waktu kemudian, dengan mata
saya sendiri saya menangkap istri saya waktu itu bermesraan dengan teman
keponakan saya. Marah, akhirnya saya mengusir teman keponakan saya tersebut. Sementara dengan istri saya tersebut, saya akhirnya menceraikan dia.
Harapan
saya pupus sudah. Saya tidak lagi mau mengejar perempuan. Saya serahkan jodoh saya kepada Tuhan. Pasca kejadian itu, saya memutuskan untuk memotong rambut.
Saya pun
pergi mencari salon yang tepat, yang sebenarnya mencari salon yang tukang
potong rambutnya cantik. Mata saya pun kemudian terhenti dan tertuju kepada satu salon.
Saya pun
mendatangi salon tersebut dan memotong rambut di sana. Sambil memotong, kami
pun bercakap-cakap. Dari obrolan, saya tahu bahwa dia adalah seorang janda yang disakiti oleh sang suami.
Dalam
waktu yang singkat, saya pun mengajaknya untuk menikah. Ia pun menerima ajakan saya.
Seiring
dengan indahnya perjalanan rumah tangga kami, di pekerjaan saya mendapatkan
bonus yang tidak terduga karena hasil memuaskan yang saya tunjukkan selama
bekerja. Untuk meningkatkan kemampuan fotografi, pimpinan kantor akhirnya mengirim saya ke luar negeri.
Saya pun
berangkat ke luar negeri. Selama tiga bulan saya berada di sana. Sekembalinya
dari luar negeri, alangkah kagetnya saya ketika mengetahui bahwa istri saya mengalami gangguan jiwa.
Makin
hari, bukannya semakin membaik, ulah istri saya justru semakin menjadi-jadi. Tidak
tahan dengan kondisi di sana, saya akhirnya memilih berselingkuh dengan perempuan lain dan menghambur-hamburkan uang.
Semakin
hari hasil pekerjaan saya pun mengecewakan dan pimpinan saya pun memanggil
saya. Di dalam pertemuan tersebut, saya dinyatakan diberhentikan dari perusahaan itu.
Ketidakadaan
pendapatan dari sumber lain, saya pun mengalami jatuh miskin. Saya frustasi
dengan kondisi saya. Istri saya mengalami gangguan jiwa, pendapatan rumah
tangga saya mengalami kemerosotan tajam, semua itu membuat saya berteriak kepada Tuhan dan mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil kepadanya.
Di
saat seperti itu, saya mendapati Alkitab yang sedang terbuka di lantai. Saya
pun mengambil dan membacanya dan ada ayat Alkitab yang begitu menghentak saya
ketika itu yakni dari Ibrani 10:26-28 yakni dimana salah satu bagiannya berkata
sebab jika kita berdosa secara sengaja, tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.
Saya pun
jadi teringat dengan dosa-dosa yang saya lakukan, dan satu suara di hati saya
ada yang berkata jangan sekali-kali melakukan hal itu lagi. Itu menjadi titik dimana saya memilih untuk mencari Tuhan lebih lagi.
Pada satu
ibadah yang saya ikuti, sang pendeta yang berkhotbah menyampaikan Firman Tuhan
mengenai jangan kuatir. Di akhir sesi khotbah, saya mengambil keputusan untuk
komitmen ulang untuk hidup dalam kebenaran-Nya dan tidak mau lagi masuk ke dalam lubang dosa.
Keputusan
itu membawa dampak besar ke dalam kehidupan saya. Oleh karena anugerah dan
kasih Tuhan, saya bisa melihat anak saya berprestasi dan istri saya yang tujuh belas tahun mengalami gangguan jiwa akhirnya sembuh total.
Sumber : Bambang Setiawan