Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap dialami wanita-wanita yang tidak beruntung dalam
kehidupan pernikahannya. Entah karena alasan salah memilih pasangan atau cinta buta,
banyak wanita yang mengalami kekerasan ini pada akhirnya hidup dalam penderitaan
yang mendalam. Begitulah yang dialami wanita bernama Hanna Hutagalung mengenang masa lalu pernikahannya yang begitu menyakitkan.
Sejak awal,
pernikahan Hanna dan Bambang sebenarnya tidak pernah disetujui oleh
keluarganya. Cinta membuat keduanya tetap ngotot dan akhirnya menikah juga. Di bulan-bulan pertama pernikahan, mereka benar-benar hidup bahagia.
Tetapi kebahagiaan
itu tak bertahan lama. Kondisi pernikahan Hanna tidak seperti yang dia harapkan
sebelumnya. Bambang semakin lama semakin berubah. Dia menjadi pria yang suka minum-minuman
dan bermain gila dengan wanita lain. Saat kehamilan Hanna memasuki bulan ketiga, Bambang bahkan tak segan-segan memberlakukan sang istri dengan kekerasan.
“Semakin hari
kelakuan Bambang ini semakin menjadi-jadi. Dia benar-benar drastis berubah
menjadi seorang laki-laki yang benar-benar liar dan tidak bertanggung jawab. Apa
yang menjadi harapan saya sangat jauh berbeda. Dan di situ semakin hari perasaan penyesalan saya (menikahi Bambang) semakin bertambah,” tuturnya.
Hari lepas hari,
kekerasan yang dialami Hanna semakin menjadi-jadi. Namun lantaran sudah memiliki
anak, dia enggan untuk bercerai dengan sang suami. Sang kakak pun menjadi peraduannya
atas segala kelakuan sang suami. Tak tahan adiknya diperlakukan semena-mena, sang kakak pun segera bertindak dan memperingatkan Bambang.
“Setelah
diancam oleh abang saya, bersyukur Bambang sudah lumayan. Nggak sadis seperti
yang kemarin-kemarin dia buat. Tetapi tetap saja dia nggak jera-jera. Kadang kala dari makanan ada aja yang dia tuntut untuk supaya ada masalah,” kenang Hanna.
Di tahun 2002, Bambang
akhirnya terserang penyakit kanker stadium lanjut dan juga stroke. Hanna hanya mampu
merawat dan membawa sang suami memeriksakan diri. Dalam kondisi yang begitu
lemah, Bambang akhirnya perlahan-lahan berubah. Dengan keterbatasan fisik yang
dialami sang suami, Hanna tetap setia merawat dan menjaga Bambang. Tak sedikitpun
dalam hatinya tampak kebencian atas segala perlakuan buruk dan kejam sang suami.
Namun ketika dokter
sudah turun tangan dengan kondisi Bambang. Dia pun dibawa pulang. Di masa-masa terakhir
Bambang kala itu, Hanna teringat akan pengorbanan Tuhan Yesus bagi manusia. Di
saat itulah dirinya mulai melepaskan pengampunan kepada sang suami yang tak
lagi berdaya. “Karena saya mengingat pengorbanan Tuhan Yesus. Dia juga yang tidak
berdosa mau menjadi berdosa. Dia juga sudah menanggung dosa kita, Dia disalib.
Dia juga menderita lebih dari saya ini kalau dipikir-pikir. Kalau Dia bisa
mengampuni, mengapa saya tidak bisa mengampuni Bambang? Di situlah hati saya
tergerak saat lagu ‘Kasih dari Surga’ kita naikkan,” terangnya dengan berlinang air mata.
Hanna pun melepaskan pengampunan yang terakhir kali untuk Bambang. Dia mulai menghampiri Bambang dan
membisikkan satu kalimat yang tak akan pernah dia lupakan. ‘Saya membisikkan
sesuatu kata-kata ditelinga dia. ‘Mas, aku sudah maafin mas. Kalau mas mau pergi, pergilah’,” dan saat itulah Bambang menghembuskan nafas terakhirnya.
Bambang pergi
dengan tersenyum dan tidak ada rasa sakit yang terpancar dari wajahnya. Sejak kepergian
Bambang, Hanna terus bekerja bantung tulang mencari nafkah untuk membesarkan empat
anak-anaknya. Meskipun dia bekerja, dia tetap setia melayani Tuhan menjadi seorang guru sekolah minggu.
Kesetiaan yang dimiliki
Hanna membuat hati Tuhan tergerak untuk memberkati hidupnya. Dia pun kembali
bertemu seorang pria bernama Yohanes, lalu menikah dengan dia. Kendati kehidupan
tak selamanya mulus, namun rumah tangga Hanna dan Yohanes tetap Tuhan pelihara.
Mereka terus setia dan berjuang untuk menempatkan Yesus sebagai kepala dalam rumah
tangga mereka.
“Kalau dulu saya sering banyak menuntut, menuntut dikasihi, disayangi. Tetapi sekarang ini saya belajar dengan pak Yohanes, dengan proses demi proses yang saya alami dalam kehidupan saya, saya belajar untuk saya bisa lebih mengasihi, bukan dikasihi. Saya ingin lebih bergantung kepada Tuhan, apapun yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga saya,” pungkasnya.