Beberapa pengamat dan pelaku industri dan bisnis property
mengatakan bahwa prospek bisnis properti tahun depan diprediksi tetap tumbuh
positif, terutama produk-produk untuk segmen kelas menengah. Segmen kelas
menengah Indonesia pada 2015 nanti bakal tumbuh menjadi sekitar 90 juta orang dengan daya beli tinggi.
Tak hanya itu. Kebutuhan hunian juga bertambah banyak terkait pertumbuhan
populasi 1,49 persen per tahun. Di sisi lain, backlog (ketimpangan pasokan dan kebutuhan) hunian
mencapai sekitar 15 juta unit per 2013. "Jadi, jangan khawatir kepada para
pebisnis properti, karena pemerintah punya cadangan dana Rp 291 triliun dari
pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan dialihkan untuk
menggenjot pembangunan infrastruktur," ujar Ekonom Bank Permata yang juga
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, A Tony Prasetiantono.
Selain itu, lanjut Tony, pertumbuhan akan semakin melesat, bila Bank Indonesia
selaku regulator melonggarkan pengetatan kredit properti. Terlebih kredit
pemilikan rumah (KPR) melalui penurunan ketentuan loan to value (LTV) dari sebelumnya 30 persen hingga 50
persen menjadi 10 persen hingga 20 persen untuk segmen menengah bawah. "Nah,
pembangunan infrastruktur ini sangat terkait erat dengan pembangunan properti.
Pergerakannya akan semakin aktif dan dinamis pada tahun depan," tambahnya.
"Demikian juga dengan suku bunga. Saya tidak melihat urgensinya sama
sekali BI menaikkan BI Rate
menjadi 7,75 persen. Penurunan harga BBM dunia akan mengamankan fiskal negara.
Kenaikan BI Rate itu terlalu reaktif, terbukti respon pasar negatif. Jadi,
kalau suku bunga KPR sekitar 12-14 persen untuk KPR akan semakin memacu
pertumbuhan properti, sementara untuk korporasi sekitar 10 persen ke bawah
idealnya," tandas Tony.