Harga sebuah kejujuran di negeri ini sangat mahal, hal ini terbukti dari kisah yang dialami oleh seorang guru sekolah dasar di Gandusari, Trenggalek. Guru bernama Ana Diyanti tersebut mengungkap praktek pungli tunjangan profesi pendidikan (TPP), tetapi bukannya mendapat pujian, malah ia mengalami intimidasi dan juga sanksi dari pihak sekolah.
“Tunjangan inpassing saya dipotong, katanya sebagai bentuk rasa terima kasih ke Dinas Pendidikan. Sementara guru-guru lain yang menerima TPP juga dipotong dengan jumlah yang sama,” demikian pernyataan Ana yang dikutip oleh Tribunnews.com, Minggu (13/1).
Kejadian bermula saat bulan November 2012 Ana yang bekerja sebagai guru SD Islam Terpadu, Al Azhaar, Gandusari, Trenggalek mengeluhkan potongan sebesar Rp.100 ribu dari TPP dan tunjangan inpassing yang seharunya ia terima yang besarnya 1,5 juta rupiah. Namun dengan kedok urunan dan bentuk ucapan terima kasih, uang tunjangan tersebut di sunat sebelum sampai ke penerimanya. Ana pun akhirnya melaporkan kasus pungutan liar ini ke pihak terkait, namun akibatnya ia mengalami intimidasi dari sekolah dan Dinas Pendidikan setempat. Pada 27 Desember 2012, sebuah keputusan resmi dibuat yang isinya adalah mewajibkan Ana mengaku bersalah dan membuat permohonan maaf diatas kertas bermeterai dengan membubuhkan tanda tangannya. Ana menolak mentah-mentah tuntutan sekolah tersebut.
“Sebagai guru, saya biasa mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kebaikan, serta sikap antikorupsi pada siswa, bahwa mengambil uang atau barang bukan haknya adalah tercela dan dosa. Sebab itu, saya menolak menandantangani pernyataan bersalah yang dipaksakan itu,” ungkapnya.
Selain intimidasi tadi, Ana juga mengalami sanksi pengurangan jam mengajar, dari 26 jam per minggu menjadi 8 jam perminggu. Sanksi ini berakibat Ana tidak berhak lagi untuk mendapat tunjangan yang mewajibkan penerimanya minimal mengajar 24 jam per minggunya. Dalam berita yang dirilis oleh Tribunnews ini, pihak sekolah dan dinas pendidikan setempat belum bisa dimintai pernyataan klarifikasi terkait kasus di atas.
Jika kasus yang dialami Ana tersebut benar, maka terbukti bahwa perang terhadap korupsi di negeri ini adalah sebuah perjuangan yang berat. Dinas pendidikan dan sekolah yang notabene adalah institusi pencetak penerus bangsa saja telah digerogoti oleh korupsi, bahkan kejujuran dan integritas tidak lagi dihargai. Namun hal ini janganlah mengendurkan semangat untuk memerangi korupsi. Mari menjadi seperti Ana, berdirilah di atas kebenaran, peganglah kejujuran dan integritas dan wujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi.
Baca juga :
Kisah Nyata Suami yang Senang Menyakiti Hati Istrinya
Forum JC : Ide Untuk Pertemuan JCers Berikutnya
Kisah Wanita dan 25 Orang Penolongnya
Move, Album Third Day yang Benar-Benar Nge-Blues