Make Diffrence In Your Life
Sumber: pauluswinarto.com

Kata Alkitab / 28 June 2013

Kalangan Sendiri

Make Diffrence In Your Life

Puji Astuti Official Writer
9719

Jika Anda menjalani hidup Anda dengan baik dan menjadikannya berguna bagi orang banyak maka Anda tidak akan takut saat menghadapi hari kematian. Yang menjadi masalah bukanlah kematian namun kehidupan yang sia-sia.
- Paulus Winarto

Seorang pria yang telah lanjut usia tiba-tiba menyadari bahwa selama ini ia telah menyia-nyiakan hidupnya. Tidak hanya meninggalkan istri dan anak-anaknya puluhan tahun silam, ia juga hobi sekali berfoya-foya dan menghabiskan hidupnya dengan berbagai aktivitas yang kurang sehat, mulai dari mabuk, mengkonsumsi obat terlarang hingga main perempuan.

Kesadaran itu muncul manakala dokter mendiagnosa aneka macam penyakit yang dialaminya. Penyakit-penyakit itu menyerang organ-organ penting tubuhnya. Bertahun-tahun ia mencoba berbagai pengobatan, termasuk aneka pengobatan alternatif namun kondisinya tak kunjung membaik. Bahkan, diperkirakan umurnya tinggal beberapa bulan lagi.

Pria yang dikenal keras kepala ini pada suatu sore menemui dokter yang merawatnya. “Dokter, Anda ini kan dokter spesialis berpengalaman, masa sih ngga bisa menyembuhkan saya? Ayo coba pikirkan lagi, terapi atau obat apa yang bisa menyembuhkan saya!” katanya dengan nada tinggi sambil menunjuk muka dokter.

Sang dokter dengan santai hanya berucap, “Semua yang terbaik telah saya lakukan! Namun secara medis dan kompetensi yang saya miliki saya tidak bisa menjanjikan apa-apa lagi, Pak! Yang terbaik yang bisa saya lakukan adalah yang telah saya lakukan selama ini, Pak. Selain itu, saya hanya bisa berdoa agar Tuhan memberikan yang terbaik bagi Bapak. Semoga mukjizat Tuhan turun atas Bapak.”

Tidak puas mendengar jawaban yang standar itu, kembali Si Bapak protes, “Ah, dokter macam mana kau ini! Kalau kau saja sudah putus asa, bagaimana dengan aku?”

Sambil tersenyum dan menahan emosi, dokter berkata, “Barangkali mulai sore ini Bapak bisa berkunjung secara teratur setiap sore ke Spa Kesehatan di ujung jalan ini. Di sana Bapak bisa mandi lumpur.” Seketika wajah pria ini mulai ceria, “Kalau saya mandi lumpur teratur apakah saya bisa sembuh, Dok?”

“Tidak juga, Pak. Namun setidaknya, itu akan membuat Bapak mulai terbiasa dengan bau tanah,” jawab Sang Dokter.

Cerita yang telah saya modifikasi itu beredar luas di BlackBerry Messenger (BBM) beberapa waktu lalu. Cerita jenaka namun inspiratif ini mengingatkan kita bahwa hidup adalah sebuah karunia berharga (life is a precious gift).

Beberapa tahun silam saya pernah merenungkan makna hidup lalu saya sampai kepada satu pemikiran sederhana: jika Anda mempermainkan kehidupan maka cepat atau lambat kehidupan akan mempermainkan Anda. Lihat saja orang-orang yang tidak jelas hidupnya atau melewati waktu demi waktu dengan berbagai aktivitas yang negatif, cepat atau lambat mereka akan menuai apa yang mereka tabur.

Kita memang tidak bisa kembali ke masa lalu, bahkan Tuhan pun tidak mau mengubah masa lalu kita. Namun, selagi masih bernafas, kita masih diberikan kesempatan menciptakan masa depan yang lebih baik, sekali pun barangkali masa depan itu hanya beberapa hari saja sebelum ajal menjemput.

Hanya saja, untuk menciptakan masa depan yang lebih baik manusia harus mau berubah, terutama mengubah cara berpikir yang selama ini diyakininya. Sayangnya perubahan seringkali menjadi tema yang tidak populer. Ada harga yang harus dibayar. Ada kebiasaan lama yang harus dikikis habis demi mendapatkan kebiasaan baru yang lebih baik.

Dalam buku berjudul 5 Levels of Leadership, John C. Maxwell menulis ada beberapa kondisi yang bisa membuat manusia berubah. Berikut kutipan aslinya:

Change occurs in people’s live when they …
Hurt enough that they have to (Pain and Adversity),
Learn enough that they want to (Education and Experience), or
Receive enough that they are able to (Support and Equipping)

Terjemahan bebasnya adalah:

Perubahan terjadi dalam kehidupan manusia ketika mereka …
Cukup terluka sehingga mereka harus berubah (Rasa Sakit dan Kesulitan Hidup),
Cukup belajar sehingga mereka mau berubah (Pendidikan dan Pengalaman), atau
Cukup menerima sehingga mampu berubah (Dukungan dan Diperlengkapi/Dilatih)

Pada akhirnya, hidup memang sebuah pilihan. Kita bisa memilih untuk mengisinya dengan apa saja yang kita mau hanya ada satu hal yang tidak boleh kita abaikan bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensi tersendiri. Bahkan, tidak memilih pun ada konsekuensinya.

Secara pribadi ada lima hal penting yang saya jadikan bagian hidup saya jika kita berbicara mengenai hidup dan bagaimana menjadikannya bermakna. Perkenankanlah saya membagikannya pada kesempatan kali ini.

Pertama, sadarilah bahwa kehidupan di dunia ini memiliki keterbatasan waktu.

Sebagai salah satu sumber daya, waktu memiliki keterbatasan. Begitu pun halnya dengan waktu hidup. Ya, hidup memang hanya sekali namun jika hidup yang hanya sekali itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya rasanya ada banyak sekali hal positif yang bisa kita dapatkan sekaligus tinggalkan bagi generasi berikutnya. Bukankah warisan (legacy) tidak selalu berbentuk harta benda? Warisan juga bisa dapat bentuk keteladanan atau sikap hidup yang menjadi inspirasi lintas jaman.

Terkadang kita merasa hidup ini terlalu singkat (life is short). St. James bahkan mengatakan bahwa hidup manusia sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Ya, meskipun hanya terlihat sekilas yang penting uap itu terlihat. Barangkali bagi mereka yang melihatnya uap itu bisa memberikan kesan tersendiri, terlebih bagi bayi yang belum pernah melihat uap.

Kedua, sadarilah bahwa kebermaknaan hidup lebih terkait dengan apa yang kita berikan daripada dapatkan.

Tanyakan kepada orang-orang yang murah hati, mana yang memberikan kepuasan hati lebih besar, apakah pada saat mereka memberi atau saat mereka menerima? St. Luke tepat sekali saat ia menegaskan, adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. Orang besar seperti Winston Churchill memiliki prinsip hidup, “We make a living by what we get. We make a life by what we give.” Ya, Kita menyambung hidup dengan apa yang kita dapatkan. Kita menciptakan kehidupan dengan apa yang kita berikan.

Sayangnya tidak sedikit manusia yang ketika usianya terus bertambah, mentalnya masih seperti bayi: harus mendapatkan apa saja yang ia mau demi memuaskan dirinya sendiri. Coba amati apa yang dilakukan bayi ketika ia haus? Ia akan terus menangis hingga diberikan susu. Ia tidak mau tahu apa kesibukan orang tuanya saat itu atau siapa saja yang merawatnya yang penting ia bisa memuaskan rasa laparnya.

Ketiga, berikan yang terbaik senantiasa.

Dalam dunia bisnis dikenal istilah pelayanan prima yang salah satu poin pentingnya adalah memberikan lebih daripada yang diharapkan. Bukankah ini sama dengan memberikan yang terbaik? Bertahun-tahun silam seorang tukang parkir di Toserba Yogya, Jalan Sunda Bandung melakukan hal itu kepada kami. Ia tidak hanya membantu memberikan aba-aba ketika saya akan mengeluarkan motor dari lokasi parkir namun sebelum saya menaiki motor, ia telah mengelap motor yang basah akibat terkena siraman air hujan.

Ada orang yang mengganggap bahwa memberi selalu terkait dengan materi. Bagi saya, memberi bukanlah soal jumlah, apalagi materi, namun lebih kepada ketulusan hati saat kita melakukannya, sekali pun itu hal-hal kecil. Apa pun yang kita miliki, entah itu senyuman, waktu, pengetahuan, talenta, atau harta benda, jadikanlah itu sebagai sarana agar bisa bermanfaat bagi sesama dan juga diri sendiri. Berilah dengan sukacita.

Keempat, senantiasa bertumbuh menjadi lebih baik.

Semakin kita bertumbuh menjadi lebih baik, semakin banyak hal positif yang bisa kita kontribusikan bagi kehidupan. Hal ini sangat saya rasakan sebagai penulis. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk tidak pernah berhenti belajar. Semakin saya belajar, semakin kuat rasa lapar dan haus akan ilmu pengetahuan sekaligus semakin kuat hasrat untuk terus membagikannya kepada sesama. Salah satunya dengan cara terus menulis.

Seiring dengan semakin bertambahnya usia, bersamaan dengan itu pula seharusnya kita semakin matang dan dewasa dalam banyak hal. Hal –hal itu juga bisa kita bagikan. Misalnya pengalaman hidup yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang niscaya bisa menjadi pembelajaran bagi yang menerimanya. Semakin baik diri kita, semakin besar potensi menjadi inspirasi positif bagi sesama.

Kelima, nikmati kehidupan.

Saya beruntung, pernah diberikan kesempatan belajar dari Bapak Jonny Herjawan dalam acara yang digelar JTC (Jakarta Tabernacle Chior) di Puncak, Bogor. Mantan petinggi Bank Central Asia (BCA) yang sekarang memilih terjun sebagai aktivis sosial dengan menjadi Ketua Yayasan Jaka Perkasa Citra Cemerlang (JPCC) memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana memperlakukan berkat yang kita dapatkan dalam hidup.

“Segala yang kita miliki bisa kita nikmati, investasikan atau sia-siakan. Jadi ada tiga kata kunci: enjoy, invest atau waste. Terkadang ada orang yang setelah kerja mati-matian tidak mau menikmati hasil kerjanya. Ia lebih memilih menginvestasikan sebagian besar penghasilannya. Ketika anaknya beranjak remaja, ia mengajak anak dan istri liburan ke luar negeri. Sang anak hanya menjawab, ‘Ngga mau papa. Saya mau pergi dengan teman-teman.’ Jadi, bersikap bijaklah dalam hidup,” katanya.

Bercermin dari apa yang diajarkan itu, selain secara reguler kami melakukan rekreasi, sejak bertahun-tahun silam saya memiliki kebiasaan mengajak keluarga untuk ikut serta dalam perjalanan bisnis atau pelayanan saya, dengan biaya ditanggung sendiri tentunya. Terkadang kami melakukan perpanjangan sendiri masa tinggal kami di suatu kota agar sebagai keluarga kami bisa sekalian berlibur. Menikmati hidup seorang diri adalah hal baik namun menikmatinya bersama orang-orang yang kita cintai akan membuatnya kenikmatan itu berlipat ganda nilainya.

Saya betul-betul mensyukuri segala yang boleh terjadi dan saya alami dalam hidup ini, terutama harta paling berharga yang Tuhan berikan pada saya bernama keluarga. Rasa syukur yang melahirkan kebahagiaan dan sukacita ini semoga senantiasa dapat menyebarkan energi positif ke mana pun kaki ini melangkah.

Hidup ini memang harus bermakna, dimulai dengan menciptakan kebermaknaan bagi orang-orang yang paling dekat dengan kita. Bagaimana menurut Anda?

Writer : Paulus Winarto

* Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer.

Sumber : Paulus Winarto
Halaman :
1

Ikuti Kami