Dapatkan Jodoh yang Terbaik (2 -tamat)
Sumber: kootation.com

Kata Alkitab / 26 May 2013

Kalangan Sendiri

Dapatkan Jodoh yang Terbaik (2 -tamat)

Yenny Kartika Official Writer
8812

Di bagian pertama, kita sudah membahas perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita. Di bagian ini, kita akan membicarakan jodoh dari sisi lain, yaitu sisi Tuhan. Ada banyak orang berkata, “Saya mau tahu kehendak Tuhan, saya mau tahu rencana Tuhan dalam hidup saya. Saya mau mengikuti apa yang Tuhan mau.” Masalahnya, jika kita tidak pernah berkata “Ya” untuk apa yang Tuhan mau, Tuhan tidak akan pernah menyatakan kehendak-Nya. Jadi, adalah penting untuk menyamakan pandangan kita dengan pandangan Tuhan.

Taat adalah Prioritas

Jika kita hanya ingin tahu kehendak Tuhan, namun tidak punya tekad untuk menaatinya, maka kehendak-Nya itu tidak akan disingkapkan. Kenyataannya, selera Tuhan terkadang bukan selera kita. Jika kita mau, seringkali Tuhan tidak mau. Tetapi kalau kita tidak mau, Tuhan mau. Siapkah kita untuk hal ini?

Allah bisa bicara melalui apa saja: lewat mimpi, tanda, dan sebagainya. Tetapi poin yang pertama adalah, siapkah Saudara untuk berkata "Ya" atas semua yang Tuhan minta. Poin yang kedua, percayakah Saudara bahwa kehendak Tuhan itu yang terbaik untuk Saudara?

Penolong yang Sepadan

[kitab]Kejad2:18-25[/kitab] jelas mengatakan bahwa Allah memberikan kita penolong yang sepadan. Dalam pemikiran saya dahulu, 'sepadan' itu berarti kalau saya agak kaya, maka dia juga harus agak kaya. Kalau penampilan fisik saya tidak terlalu jelek, berarti dia juga harus tidak terlalu jelek. Singkat cerita, Tuhan memberikan saya mimpi bahwa ada seseorang yang akan menjadi suami saya, padahal saya sama sekali tidak suka dengannya. Saya pun meminta lima tanda dan semua tanda itu terpenuhi.

Di awal penikahan, saya sampai berkata begini, "Orang lain menikah, itu adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Buat saya, menikah adalah memasuki hari pembantaian." Saking tidak ingin menikah, saya baru datang ke Indonesia pada H-10 pernikahan.

Malam pertama, saya pulang ke rumah bersama orang tua saya. Sementara suami pulang ke hotel bersama orang tuanya. Itulah pernikahan yang paling rusak menurut dunia ini. Di tahun pertama pernikahan, tiada hari tanpa pertengkaran. Kalau saya mau makan enak, dia katakan itu pemborosan. Dia menyuruh saya berolahraga supaya sehat, padahal saya lari 10 langkah saja sudah batuk-batuk. Dia kesal.

Banyak perbedaan di antara kami berdua, salah satunya dalam perkara masak-memasak. Kalau dia memasak sayur, airnya harus sedikit supaya sari-sari sayuran itu tidak hilang. Lalu sebelum matang, panci harus ditutup. Sementara bagi saya, memasak tidak perlu lama-lama. Saya masukkan sayuran ke air yang banyak supaya cepat selesai. Masih banyak perbedaan lainnya di antara kami berdua.

Ikuti Caranya Tuhan

Begitulah, kami bertengkar dalam segala hal, sampai Tuhan berkata begini, "Engkau mau tetap menjadi seperti yang Iblis mau, atau engkau mau menjadi seperti yang Kumau?"

Saat itu saya langsung menjawab, "Tuhan, saya ingin menjadi seperti yang Kaumau."

"Kalau begitu, engkau harus mulai belajar untuk tunduk. Kalau engkau tidak bisa tunduk dengan apa yang ada di hadapanmu, bagaimana engkau bisa tunduk kepada Allah?"

Tuhan berkata lagi, "Aku tidak pernah memanggil engkau untuk menjadi putri dengan segala kesombongannya. Aku panggil engkau untuk menjadi hamba. Lewati didikanmu itu, maka engkau akan menjadi hamba-Ku yang Kuperkenan."

Rupanya, Tuhan tidak hanya bicara kepada saya, tetapi juga kepada suami. Tuhan berkata kepadanya, "Kalau engkau tidak bisa mengasihi istrimu seperti merawat dia, mendandani dia, bahkan mengorbankan dirimu untuk dia, maka engkau tidak pernah bisa menjadi pendoa-Ku yang sesungguhnya."

Kami berdua dimarahi, karena kami sama-sama keras kepala. Kami sama-sama bersikap pemimpin dan punya tekad masing-masing. Namun, sejak itu saya belajar untuk menundukkan diri. Suami juga belajar untuk mengasihi. Kami dibentuk sedemikian rupa. Sekarang, kami sudah menikah selama 16 tahun. Sejak tahun kelima kami tidak pernah bertengkar--kami bagaikan botol dan tutupnya.

Belajarlah Saling Menggabungkan

Setiap kelemahan yang dia miliki, saya yang menutupi. Demikian juga sebaliknya, kelemahan saya, dia yang tutupi. Seringkali saya berkelakar dengan dia kalau dia tidak menikmati hidup, saya berkata, "Jangan jadi anak sulung (perumpamaan tentang anak bungsu dimana anak sulung selalu bekerja tanpa bisa menikmati)." Kalau saya mulai boros dalam keuangan, dia akan berkata, "Jangan jadi anak bungsu..." Kami mulai belajar untuk menggabungkan Si Sulung dan Si Bungsu.

Kalau saya terlalu sibuk menyembah Tuhan dan mulai tidak peduli sana-sini, dia akan berkata, "Jangan jadi Maria..." Sebaliknya, kalau dia mulai olahraga terus-menerus, saya berkata, "Jangan jadi Marta terus." Kami mencoba untuk terus menggabungkan segala sesuatu.

Cara Pandang Manusia Tidak Sama dengan Cara Pandang Allah

Sekarang saya mulai melihat kesepadanan yang Allah buat dalam segala hal. Dalam soal anak, saya lebih suka mengajari anak ketimbang main dengan mereka. Sebaliknya, suami senang bermain dengan anak. Jadi, kami berbagi tugas. Mengajari adalah bagian saya, sementara bermain adalah urusan dia. Dalam hal belanja, saya cuek dan tidak suka mempertimbangkan. Kalau suami malah meneliti dulu ke setiap toko, menghitung untung-ruginya, mereknya, harganya, dan lain-lain. Suami saya susahnya minta ampun dalam membuat keputusan. Jadi, sekarang kalau kami berbelanja, dia akan survei terlebih dahulu, kemudian saya mengambil keputusan.

Sepadan itu artinya bukan sama atau serupa. Sepadan itu berarti saling melengkapi satu dengan yang lain. Yang jadi pertanyaan adalah, seberapa banyak di antara kita yang mau mengikuti kehendak Tuhan.

Kami menjadi kawan sekerja, teman, saudara, sekaligus orang yang melipatgandakan kekuatan. Tujuan Tuhan di dalam pernikahan bukan hanya kesenangan. Memang ada kenikmatan, tetapi ada yang lebih dari itu. Tuhan berkata bahwa satu orang bisa mengalahkan seribu, dan dua orang bisa mengalahkan sepuluh ribu--bukan dua ribu ([kitab]Ulang32:30[/kitab]). Itulah yang dinamakan pelipatgandaan. Saya bersyukur, dengan bersatunya kami berdua, kekuatan kami digabungkan. Kami jadi bisa melakukan banyak hal yang seringkali tidak bisa saya lakukan ketika sendirian. Saya belajar banyak hal melalui dia; dia belajar banyak hal melalui saya.

Hari ini, sebelum Saudara bertanya, "Siapakah jodoh saya?", Saudara harus memastikan seberapa Saudara mengenal Tuhan dan seberapa Saudara yakin bahwa Allah punya rencana dalam hidupmu.

Ada banyak anak-anak Tuhan yang terluka; ada banyak yang kepribadiannya belum utuh. Ini bukan hal sepele, karena kalau mereka adalah pribadi yang terluka, belum utuh, dan mengalami banyak pelecehan rohani dan jasmani, maka Iblis akan mengambil keuntungan dari hidup mereka. Jika Saudara memang sudah siap, Allah akan memberikan jodoh bagi Saudara. Allah bisa membawa jodoh Saudara dari ujung dunia untuk Saudara. Allah bisa memberikannya dengan begitu cepatnya. Tetapi, yang pertama-tama Allah hendak kerjakan adalah mendewasakan Saudara.

Banyak orang masuk ke pernikahan tanpa memiliki pengertian. Ada banyak orang masuk ke pernikahan tanpa persiapan; tanpa pemberesen. Akhirnya, mereka masuk ke pernikahan dengan luka. Mereka masuk dengan kebutuhan akan kasih, dan mereka berpikir dengan menikah maka mereka akan mendapatkan kasih. Mereka berpikir mereka ditolak dari keluarga, dan mereka mengira dengan menikah mereka bisa diterima. Mereka mengalami banyaknya tekanan, dan dengan menikah mereka berpikir bisa keluar dari tekanan, namun ternyata tidak.

Menikah bisa menambah banyak problem dibandingkan dengan masa pacaran. Kebutuhan makin banyak, tekanan makin kuat, penolakan satu dengan yang lain tambah banyak, dan kesakitan akibat perkataan makin bertambah. Itulah yang bisa mengakibatkan rumah tangga menghasilkan kepahitan. Saya berdoa agar Saudara menangkap rencana Tuhan dalam hidupmu, yaitu memulihkan kepribadian.

 

BACA JUGA:

Dapatkan Jodoh yang Terbaik (1)

Berbagai Alasan Orangtua Menjodohkan Anaknya

Perjodohan, Haruskah Disetujui Atau Tidak?

Ketika Cinta Tak Direspon Seperti yang Diharapkan


Sumber : Khotbah Iin Tjipto | youtube.com | YK
Halaman :
1

Ikuti Kami