Pemda Blitar Tidak Berhak Tutup Enam Sekolah Katolik

Internasional / 27 January 2013

Kalangan Sendiri

Pemda Blitar Tidak Berhak Tutup Enam Sekolah Katolik

Budhi Marpaung Official Writer
4889

Ancaman yang dikeluarkan oleh Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar, kepada enam sekolah milik yayasan Katolik mendapat kritikan dari komunitas Kristiani yang ada di DKI Jakarta.

"Pemda Blitar tidak berhak menutup enam sekolah milik yayasan Katolik tersebut karena dasar hukumnya tidak ada," kata Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), Theophilus Bela, Kamis (24/01).

Theophilus menilai bahwa sebenarnya masalah antara Pemerintah Daerah (Pemda) Blitar dengan enam sekolah Katolik sudah selesai karena pada Jumat (18/1) lalu kedua belah pihak ditambah dengan wakil dari Keuskupan Surabaya sudah bertemu dan menemukan kata kesepakatan. "Hasil pertemuan itu, Pemda setempat telah menghentikan upayanya untuk menutup sekolah-sekolah Katolik di Blitar yang diberitakan oleh media massa itu," ungkapnya.

Namun, lanjut Theopilus, pihak Pemda setempat sepertinya tidak mengerti atau sengaja tidak mengerti makna sebenarnya dari aturan pendidikan yang berlaku di Indonesia yakni Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003. "Hal ini tentu amat sangat memalukan karena sebuah lembaga pengelola negara malah tidak mengerti arti dari undang-undang yang berlaku di negeri sendiri," ucapnya.

Theophilus menyebutkan dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 55 ayat (1) dituliskan disana bahwa setiap sekolah yang berciri khas agama, Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen atau Konghucu berhak menjalankan kurikulum sekolahnya sesuai dengan norma-norma agama, sosial dan budaya mereka sendiri.

"Mereka harus mengikuti pendidikan supaya sungguh-sungguh mengerti tentang pasal-pasal yang ada dalam UU Sisdiknas sehingga kedepan mereka tidak akan berbuat sesuatu yang ngawur seperti yang baru-baru ini mereka lakukan itu," imbuhnya.

Theophilus mencium ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh pemda Blitar sehingga isu SARA inilah yang diangkat oleh mereka. Kuat dugaan, tuturnya, hal itu adalah persoalan korupsi.

Aturan yang mengikat banyak orang seharusnya janganlah tumpang tindih karena bila ini terjadi maka akan timbul kekacauan. Dalam kasus Blitar, pemerintah pusat sepertinya harus segera turun tangan sebagai penengah karena bila tidak ini akan terus berlarut-larut tanpa menemukan jalan keluar. Apalagi yang dihadapi ini sebenarnya menyinggung persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sehingga sudah sepatutnya kementerian terkait dengan persoalan ikut ambil bagian dalam mencarikan solusi yang tepat bagi kedua belah pihak.      

Baca juga : 

Kisah Nyata Suami yang Senang Menyakiti Hati Istrinya

Forum JC : Ide Untuk Pertemuan JCers Berikutnya

Inilah Solusi Terbaik Cegah Demam Berdarah

Chord Lagu, Jumat (25/1) : Hold Me  

Kantor Kena Banjir, Piyu Tetap Tolong Korban Lain

Hadapi Banjir, Singsingkan Banjir Bantu Orang Tua

Sumber : itoday.co.id / budhianto marpaung
Halaman :
1

Ikuti Kami