Sejarah Lahirnya Paralimpik, Olahraga Bagi Difabel

Nasional / 3 September 2012

Kalangan Sendiri

Sejarah Lahirnya Paralimpik, Olahraga Bagi Difabel

Lois Official Writer
8574

Paralimpik yaitu ajang olahraga bagi atlet penyandang cacat (difabel) yang diselenggarakan sejak tahun 1948. Namun, tahukah Anda sejarahnya mengapa sampai tercipta ajang olahraga bagi para difabel ini? Cerita itu dimulai dari desa Stoke Mandeville, Inggris. Negara yang sama di tempat paralimpik diadakan sekarang.

Pada 1944, Ludwig Guttmann yang merupakan ahli saraf dari Jerman membuka praktek pengobatan bagi orang-orang yang cedera tulang belakangnya, lokasi prakteknya di rumah sakit Stoke Mandeville. Guttmann memperkenalkan metode rehabilitasi baru yaitu olahraga. Dia meyakinkan pasiennya yang berkursi roda untuk bermain olahraga polo dan bola basket.

Saat Olimpiade 1948 diselenggarakan di London, Guttmann memanfaatkan waktu upacara pembukaan dengan mempertunjukkan kompetisi panahan untuk atlet berkursi roda. Sejak itulah mulai bermunculan kompetisi bagi atlet difabel. Kompetisi pertama diselenggarakan dengan nama Stoke Mandeville Games, mengambil nama desa tersebut.

Seiring berjalannya waktu, kompetisi berubah nama menjadi International Wheelchair and Amputee Sports World Games. Pada 1960, perhelatan Paralimpik pertama diselenggarakan di Roma, diikuti 400 atlet difabel dari 23 negara. Pada 1976, diselenggarakan Paralimpik Musim Dingin di Swedia. Sejak 1988, ajang Paralimpik selalu diselenggarakan di kota yang sama dengan perhelatan Olimpiade. Sekarang, Paralimpik telah jadi ajang olahraga terbesar kedua setelah Olimpiade.

Paralimpik London 2012 diikuti 4.280 atlet dari 150 negara yang akan berlaga pada 471 nomor pertandingan. Terdapat 503 medali emas yang akan diberikan kepada para juara pada ajang yang berlangsung selama 11 hari yang dibuka pada 28 Agustus lalu di Stoke Mandeville. Di ajang Paralimpik London 2012, Indonesia mengirimkan empat atlet yaitu atlet tennis meja (David Yacob), atlet lompat jauh (Setyo Budi), atlet angkat besi (Ni Nengah Widi Asih), dan atlet renang gaya punggung 100 meter (Agus Ngaimin). Meski hanya mengirimkan sedikit atlet, tentunya kita berharap dapat memperoleh medali.

 

Baca Juga :

Forum JC : Apakah berdoa saja cukup ? 

Tuhan Saya Beriman Kepada-Mu

Pendeta Behnam Irani Hadapi Kematian di Penjara

Me Without You, Memang Beda !

Sumber : tempo.co by lois horiyanti/jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami