Kim Jong Il Dan Nasib Kekristenan Di Korea Utara

Internasional / 22 December 2011

Kalangan Sendiri

Kim Jong Il Dan Nasib Kekristenan Di Korea Utara

Lestari99 Official Writer
7327

Korea Utara sedang memasuki masa penuh ketidakpastian pasca wafatnya Kim Jong Il akhir pekan lalu. Kim Jong Il yang meninggal di usia 69 tahun meninggal karena serangan jantung mendadak, dan menimbulkan kekuatiran bagi stabilitas daerah dalam masa transisi kepemimpinan baru di bawah putranya, Kim Jong Un.

Dalam masa pemerintahannya sejak tahun 1994 sampai kematiannya, Kim Jong Il memimpin sebuah rezim yang memiliki catatan hak asasi manusia terburuk di dunia. Tidak ada kebebasan beragama di negeri ini dan siapapun yang tertangkap menjalankan kegiatan kekristenan menghadapi hukuman penjara panjang bahkan sampai dihukum mati, menurut catatan kelompok hak asasi Kristen.

Rezim komunis ini telah didukung oleh sebuah kultus kepribadian yang ada di sekitar Kim Jong Il dan rezim sebelumnya yang juga merupakan ayahnya, Kim Il Sung. Menyembah siapapun selain “Pemimpin Tertinggi” dianggap pengkhianatan. Situasi hak asasi manusia begitu mengerikan di sini sampai-sampai Korea Utara menduduki tempat pertama dari daftar Open Doors World Watch sebagai negara terburuk yang menganiaya orang Kristen dalam sembilan tahun terakhir.

Korea Utara sendiri telah meningkatkan upaya untuk membongkar kegiatan keagamaan dan meningkatkan jumlah penggerebekan rumah dan mata-mata yang dilatih untuk menyusup ke dalam jaringan agama dan kelompok hak asasi manusia.

Presiden Open Doors USA, Dr Carl Moeller, mengatakan kematian Kim menandai “hari penting dalam sejarah Korea Utara”.

“Meskipun Kim Jong Il yang memerintah secara diktator dan bertanggung jawab atas begitu banyak kekejaman telah meninggal, namun masa depan Korea Utara masih belum diketahui,” ujarnya.

Para pengamat belum sepakat apakah situasi hak asasi manusia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk di bawah pemerintahan Kim Jong Un. Dalam menghadapi ketidakpastian, Moeller meminta agar umat Kristen berdoa bagi negara yang diperkirakan memiliki 50.000 orang Kristen yang ditahan di kamp-kamp penjara Korea Utara.

“Kami tidak tahu masa depan Korea Utara, tapi Tuhan tahu,” ujarnya. “Itulah sebabnya sangat penting bagi orang Kristen d seluruh dunia berdoa bagi Korea Utara selama masa transisi ini. Berdoa khususnya bagi keberanian orang-orang Kristen di Korea Utara. Mereka kuatir akan kemungkinan menghadapi penderitaan yang lebih lagi.”

Secara teknis, peperangan masih terus terjadi antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Keadaan ini telah mendorong orang Kristen di seluruh dunia untuk berdoa bagi perdamaian di Semenanjung Korea. Banyak orang Korea Selatan yang berdoa bagi perdamaian, persatuan Korea dan terjadinya era baru yang menjadi jawaban atas doa-doa mereka selama beberapa dekade terakhir.

Mari berdoa agar melalui kepemimpinan Kim Jong Un, Korea Utara terbuka untuk menerima bantuan dari luar dan lebih banyak kesempatan baik para profesional Kristen untuk masuk dan melayani bangsa ini. Jika kita benar-benar ingin melihat kebangunan rohani di tanah Korea Utara, maka perlu adanya gerakan doa meluas yang berfokus pada mereka yang belum terjangkau.

 

Baca juga:

Sumber : christiantoday
Halaman :
1

Ikuti Kami