Pilih Mana, Salah Jalan atau Salah Sasaran?

Kata Alkitab / 4 May 2011

Kalangan Sendiri

Pilih Mana, Salah Jalan atau Salah Sasaran?

Puji Astuti Official Writer
6635

Saya sering nyasar di jalan-jalan Jakarta. Kejadian-kejadian itu sangat menyita waktu, menguras tenaga dan membuat frustasi. Di tengah jalanan yang macet, tanda lalu lintas yang tidak jelas dan jalur yang semerawut siapapun dapat kehilangan keramahan bahkan kewarasannya.

Setelah terjadi berkali-kali, saya menemukan cara yang tepat untuk mengatasi frustasi ini : antisipasi. Mengantiasipasi  macet, pelajari peta tempat yang dituju dengan baik dan berangkat lebih cepat dari prediksi perjalanan. Saya melakukan ini terutama jika mendapat undangan khotbah di tempat-tempat yang baru bagi saya. Menurut saya, sangat tidak enak mendengar khotbah dari seseorang yang mentalnya telah terkuras karena nyasar di jalanan. Lagipula, bukankan tugas seorang pengkhotbah adalah menunjukkan jalan yang benar?

Oleh karena itu, ketika suatu hari ada gereja mengundang saya berkhotbah, saya mempelajari dulu cara terbaik dan termudah ke sana jauh sebelum hari-H. Setelah bertanya sana sini, mengerti dan yakin maka saya punya rasa percaya diri untuk berangkat. Itu pun jauh lebih awal dari perkiraan waktu yang seharusnya di tempuh.

Puji Tuhan kalau akhirnya kami sampai jauh sebelum jam ibadah dimulai. Kali ini tanpa banyak nyasar. Senang rasanya karena perjalanan bisa ditempuh dengan lancar. Ternyata tidak percuma bertanya ke banyak orang dan mempelajari peta dengan sungguh-sungguh.

Membandingkan dengan keteledoran – keteledoran saya di waktu yang lampau, saya patut mengacungkan jempol untuk diri sendiri. Ehm*#$&*. Tapi perasaan ini tidak berlangsung lama. Segera saya bertemu dengan penyambut tamu yang menyalami saya sambil berkata “Ibu, jadwalnya kan minggu depan!”.

“Ahhhhh…..!” (saya memukul kepala sendiri)

Saat itu saya menyadari bahwa saya lebih fokus untuk menghindari rasa frustasinya nyasar daripada apa yang seharusnya saya lakukan. Memang saya tidak salah jalan tapi menderita kerugian yang lebih besar karena salah sasaran.

Hal ini bisa juga terjadi pada waktu kita berusaha memahami rencana Tuhan. Jika hati kita dipenuhi kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran maka kemungkinan besar untuk salah sasaran. Pengalaman yang tidak mengenakkan di masa lalu  sering menjadi penyebab mengapa kita menyimpan perasaan-perasaan itu. Kita khawatir rasa sakit yang dulu kita rasakan terjadi lagi dimasa depan. Kita dengan pintarnya mempelajari bagaimana cara untuk menghindarinya. Beberapa orang menyebutnya : defense mechanism, cara yang alami dari jiwa kita untuk menghidari perasaan yang menyakitkan.

Padahal Tuhan itu beda. Ia tidak tinggal dalam format atau cetakan kita. Apa yang Tuhan pikirkan tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. Dan tentu saja jika kita mau fokus terhadap apa yang ingin Tuhan lakukan (bukan fokus untuk menghindari hal-hal yang tidak mengenakkan) kita sedang melindungi diri dari kerugian yang lebih besar.

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancangan-Mu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah Firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9)

Sumber : Nancy Dinar
Halaman :
1

Ikuti Kami