The Power Of Gratitude

Kata Alkitab / 9 April 2011

Kalangan Sendiri

The Power Of Gratitude

Puji Astuti Official Writer
8523

Mendengar anggota keluargaku ngomel-ngomel di rumah…

itu berarti aku masih punya keluarga yang utuh

Merasa lelah dan pegal linu setiap sore

itu berarti aku mampu bekerja keras

Membersihkan piring dan gelas kotor setelah menerima tamu di rumah

itu berarti aku dikelilingi teman-teman

Pakaianku terasa agak sempit

itu berarti aku bisa makan dengan cukup kenyang

Mencuci dan menyetrika tumpukan bagu

itu berarti aku memiliki pakaian yang cukup

Membersihkan halamam rumah, jendela dan memperbaiki talang serta got

itu berarti aku memiliki tempat tinggal

Duduk kembali di kantor

itu berarti masih ada perusahaan yang mau memperkerjakan aku bahkan perusahaan masih mampu membayar gajiku setiap bulannya.

Mendengar suara nyanyian yang fals

itu berarti aku bisa mendengar

Mendengar bunyi alarm di pagi hari

itu berarti aku hidup

Akhirnya aku harus bersyukur mendapat kiriman surat ini

Karena itu berarti aku masih memiliki teman yang peduli padaku…

Tulisan di atas adalah kiriman dari seorang sahabat kepada saya, beberapa waktu lalu. Tulisan sederhana tersebut seakan mengingatkan kita semua agar tidak lupa untuk senantiasa bersyukur. Saya kemudian teringat akan sebuah pesan bijak, “Kalau orang bisa bersyukur dia tidak bisa lain kecuali berbahagia dan kalau orang berbahagia maka ia selalu punya hal yang bisa disyukuri”.

Pengusaha kaos asal Bali, Joger, dalam suatu percakapan dengan saya membeberkan rahasianya dalam rangka meningkatkan kebahagiaan hidupnya. “Bersyukurlah juga untuk hal-hal yang tidak terjadi kepada kita!” katanya.

Terdengarnya sangat sederhana namun terbukti manjur. Bukankah ada begitu banyak hal-hal buruk yang tidak terjadi kepada kita. Contoh paling sederhana adalah kita tidak sakit. Penyakit saja jumlahnya ada ribuan.

Masih teringat persis betapa sulitnya saya bernapas karena ada kista dan polip di hidung kanan saya. Ditambah dengan alergi dingin, saya kerap kali harus bernapas dengan satu lubang hidung. Kini, saya begitu bersyukur sebab melalui sebuah operasi, tahun 2010 lalu, saya bisa bernapas lega. Saya tidak lagi mengalami sesak napas.

Selain itu, saya juga bersyukur tidak tinggal di negara yang sedang mengalami pergolakan politik atau di daerah yang sedang terkena bencana alam. Saya juga bersyukur karena tidak dikhianati oleh orang-orang yang saya sayangi. Saya bersyukur tidak pernah kekurangan makanan, seperti jaman-jaman susah dulu.

Mengapa Kurang Bersyukur

Dalam bukunya yang berjudul The Jesus Habit, Jay Dennis dengan gamblang menguraikan sejumlah “musuh” dari kebiasaan bersyukur yaitu: suka mengeluh, menganggap berkat Tuhan sebagai sesuatu yang memang sudah seharusnya begitu (taking God’s blessing for granted), kurang iman, sikap pesimis dan egoisme.

Memang, terkadang kita menganggap segala sesuatu sebagai biasa-biasa saja sampai kita kehilangan hal tersebut. Tanyakan hal ini kepada orang-orang yang baru saja kehilangan anggota keluarga, entah itu suami, istri atau anaknya. Oleh sebab itu, ungkapkanlah selalu rasa syukur kita kepada mereka dengan berterima kasih atas hal-hal baik yang mereka lakukan. Jangan lupa untuk mendoakan mereka.

Pastor Yandhie Buntoro suatu ketika pernah mengatakan bahwa seringkali seorang anak kehilangan kebahagiaan hidupnya karena terlalu banyak menuntut. “Anak menganggap orang tua harus selalu memenuhi semua keinginannya tanpa berusaha memahami keadaan orang tuanya. Menurut saya, kewajiban orang tua kepada anak sebetulnya hanya tiga yaitu memberi tempat tinggal yang layak, memberi makan yang cukup dan menyekolahkan. Selebih dari itu adalah bonus!” ujarnya.

Seorang sahabat malah memberikan saya sebuah bahan renungan yang sangat baik tentang betapa seringnya kita lupa mensyukuri apa yang ada dan mengharapkan sesuatu yang belum pasti. Berikut kutipannya:

Saat kita berumur 20 tahun kita sungguh merasa enak kalau kita tampan atau cantik.

Saat kita berumur 30 tahun kita sungguh merasa enak kalau kita kembali muda lagi.

Saat kita berumur 40 tahun kita sungguh merasa enak kalau kita memiliki banyak uang.

Saat kita berumur 50 tahun kita sungguh merasa enak jika kita bisa hidup sehat.

Saat kita berumur 60 tahun kita sungguh merasa bahwa masih hidup saja sudah sangat bagus.

Saat kita berumur 70 atau 80 tahun kita sungguh merasa mengapa hidup ini sangat singkat.

Bersyukur Untuk Hal-Hal yang Tidak Enak

Jika segala sesuatu berjalan dengan baik, kita akan lebih mudah bersyukur namun jika segala sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana atau harapan kita, bagaimana reaksi kita? Masihkah kita bisa bersyukur jika seolah-olah semuanya menjadi serba tidak enak?

Tampaknya kutipan dari seorang sahabat di bawah ini dapat menjadi inspirasi bagi kita.

Kepada semua yang aku kenal dalam hidup ini:

Terima kasih untuk mereka yang membenciku, mereka membuatku menjadi pribadi yang semakin kuat.

Terima kasih untuk mereka yang menyayangiku, mereka membuatku semakin berarti.

Terima kasih untuk mereka yang khawatir tentangku, mereka membuatku mengerti bahwa mereka sungguh peduli kepadaku.

Terima kasih untuk mereka yang meninggalkanku, mereka membuatku menyadari bahwa tidak ada yang abadi.

Terima kasih untuk mereka yang hadir dalam hidupku, mereka membuatku menjadi diriku sekarang ini.

Sekali lagi aku ingin berterima kasih untuk semuanya yang aku kenal dalam hidup ini dan semoga hidupku ini memiliki arti bagi kalian.

Sebagai penutup, perkenankanlah saya mengutip sebuah pesan dari Buku Kehidupan, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”

Pesan ini mengingatkan saya untuk mendoakan segala kebutuhan dan keinginan saya, juga mendoakan hal-hal yang saya khawatirkan namun tidak lupa untuk bersyukur atas apa yang Tuhan telah berikan kepada saya serta hal-hal yang telah Tuhan lakukan dalam hidup saya.

Bagaimana menurut Anda?

* Oleh Paulus Winarto, Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer.

Halaman :
1

Ikuti Kami